https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
  • Saat Plastik Bertemu AI
Wednesday, June 25, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
  • Saat Plastik Bertemu AI
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
  • Saat Plastik Bertemu AI
Pariwara
Beranda Cerpen

BEBEK GORENG

Redaksi Oleh Redaksi
3 years ago
in Cerpen, Sastra
Reading Time: 3 mins read
A A
0
5
Bagikan
52
Melihat

Monas menjadi lautan manusia. Hamparan yang biasanya hijau bila dilihat dari atas gedung-gedung sekelilingnya itu kini berubah warna menjadi putih bak kapas, yang bertebaran di sepanjang jalan menuju satu pusat tugu bermahkota api itu. Imron seorang pemuda asal Madiun yang merantau ke Jakarta, ia hari ini sedang mengikuti pengajian akbar di Monas. Berjubel jamaah dari segala penjuru menjadikan keimanannya semakin kuat, bahwa ia merasa jalan yang ia tempuh saat ini adalah jalan kebenaran yang mutlak dan surga nampak jelas terlihat di depan matanya.

Sepulang dari pengajian, imannya jadi berlipat ganda. Kini apapun yang tak sesuai dengan pemahamannya, ia anggap sesat dan pantas untuk dihujat, atau kalau perlu dilenyapkan dari muka bumi. Ia tak ingin ada tuhan-tuhan lain yang disembah. Semenjak saat itu ia sangat membenci dan berusaha keras meyakinkan setiap orang di sekitarnya agar punya kualitas keimanan seperti dirinya. Sebagai seorang yang merantau di Jakarta, bekerja sebagai office boy di salah satu perusahaan swasta, ia memiliki banyak kawan yang berbeda-beda agama. Baginya itu adalah ladang untuk memanen pahala, siapa tahu ada teman kerja yang bisa diajak untuk pindah agama.

Ketika jam istirahat kantor, di sebuah warung makan yang menyediakan menu masakan bebek goreng, Imron duduk dekat dengan seorang teman kerja yang beragama Hindu. Tekadnya bulat, bahwa setiap waktu adalah saat yang tepat untuk berdakwah. Profesi sebagai office boy tak bisa dibanggakan, satu-satunya hal yang bisa membuatnya jadi manusia berharga adalah menjadi pendakwah, meskipun hanya bermodal hafalan ayat-ayat yang ia dapatkan dari melihat tayangan di Youtube.

“Saha, agamamu Hindu bukan?”

“Iya Imron, kenapa kok tiba-tiba tanya soal agama?”

“Aneh nggak sih, kamu minta-minta pada patung yang terbuat dari batu, apakah patung itu bisa mendengarmu?”

“Hmmmm…. Maaf, aku tidak mau debat soal keyakinan disini, keyakinan kita beda, dan tak perlu diperdebatkan”

Bel kantor berbunyi 3x, itu tandanya sudah selesai jam makan siang dan mereka harus kembali bekerja. Dengan perasaan agak jengkel, Imron tak berhasil mempengaruhi temannya.

Setiap pulang kerja dia berjalan kaki dari kantor menuju kosnya, di sepanjang trotoar ia melewati beberapa tempat ibadah, mulai dari gereja katolik, klenteng, dan Vihara. Sepanjang perjalanan pulang, setiap kali di depan tempat ibadah umat agama lain, si Imron selalu mengumpat dan menghujat tempat ibadah yang ia lewati, ada atau tidak ada orang di lokasi.

Menurutnya mengumpat, mengejek, menghina Tuhan agama lain adalah amar makruf nahi mungkar. Bahkan dengan semangat yang menggebu ia sering menghina sodara seiman yang masih sering bolong solatnya. Katanya, orang Islam yang jarang solat itu pasti masuk neraka. Imannya semakin bertambah kuat, ia semakin yakin bahwa kebiasaan barunya itu adalah tindakan yang benar, dengan menghujat orang lain yang imannya masih lemah atau yang beda keyakinan.

Sampai kabar itu terdengar oleh bosnya, ia dianggap telah merusak kerukunan antar umat beragama di lingkungan kantor, singkat cerita Imron dipecat dari pekerjaannya. Di Jakarta saat ini sangat sulit mencari pekerjaan, Imron kini menjadi pengangguran.

Satu bulan berlalu, ia tak punya pemasukan sama sekali. Uang tabungannya semakin menipis hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ponselnya berdering, ia menerima telpon dari saudaranya yang ada di Kupang NTT.

“Imron piye kabare?”

“Payah lur, aku sekarang jadi pengangguran, dipecat bosku”

“Yowis kebetulan, kowe ke Kupang aja, bantu aku mengelola warung bebek goreng” “Wih bisnis bebekmu di sana sukses to?”

“Iyo, lumayan iki aku akan buka cabang baru, bantu aku yo”

Akhirnya Imron berangkat naik pesawat dari Jakarta ke pulau Sasando itu. Di sana ia langsung ditempatkan saudaranya untuk mengatur salah satu warung bebek goreng cabang milik saudaranya.

Warung bebeknya memang sangat laris, buka mulai jam 10 pagi sampai jam 10 malam. Di sana Imron sebetulnya kualahan untuk melayani pelanggan, namun apa boleh buat tidak mudah untuk mencari partner kerja yang tepat di tanah rantau NTT, terpaksa ia bertahan mengelola warung bebek dengan sekuat-kuatnya dengan tenaga yang ada.

Kesibukan barunya jadi pebisnis bebek goreng menjadikan ia sering meninggalkan sholat. Di samping kondisinya umat Islam di NTT adalah minoritas, sehingga letak warungnya jauh dari masjid, selain itu juga saudaranya jarang sholat. Bahkan bisa dihitung hanya melakukan sholat ketika Idul Fitri setahun sekali. Imron tak berani menegur, apalagi memaki saudaranya yang sangat jarang sholat itu, sebab saudaranya itu lah yang menyelamatkan nasibnya dari pengangguran di Jakarta.

Terkadang ia kangen dengan kawan-kawan jamaahnya di Jakarta yang dulu sering sholat berjamaah di Monas, keadaan di NTT berbeda 180 derajat dengan di tempatnya dulu, kini ia sulit menemui kawan yang suka ikut pengajian. Beberapa nama pelanggan warungnya ada yang menandakan beragama islam, seperti nama Kholil, Anam, Toha, adalah orang-orang yang membuatnya cukup senang, karena bisa bertemu saudara seiman, walau mereka ternyata jarang sholat juga.

Sedangkan kebiasaannya di Jakarta yang dulu suka ia lakukan, menghujat tempat ibadah agama lain sudah tak pernah ia lakukan di NTT, ia sadar kalau itu ia lakukan pasti warungnya bisa dibakar masa dan bukan hanya bebeknya saja yang digoreng, tapi dirinya juga bakal jadi bebek goreng.

Tanjung Files / Fileski

Lahir dan tinggal di Madiun, Jawa Timur. Buku kumpulan ceritanya yang sudah terbit berjudul Metamorphosa (2019). Sedang buku puisinya berjudul Kitab Puisi Negeri Kertas (2015). Keseharian sebagai ASN Guru Seni Budaya di SMAN 2 Madiun. Akun media sosial: @Fileski (instagram)

Share2SendShareScanShare
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Postingan Selanjutnya
Senarai Puisi Hashim Yaacob

Senarai Puisi Hashim Yaacob

Dispersip Banda Aceh Jalin Kerja Sama dengan Perpustakaan Gampong Pande

Dispersip Banda Aceh Jalin Kerja Sama dengan Perpustakaan Gampong Pande

Meta Verse

TOKO BUKU SAAT INI

SEBUAH POTRET YANG MEMIKAT HATI

Bila Guru Bersikap Apatis di Era Digital

Bila Guru Bersikap Apatis di Era Digital

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Edisi Mei

Oleh Redaksi
May 10, 2025
0
407

27 tahun yang lalu (1998) nilai tukar rupiah terhadap dolar, dari Rp 2,575.00 berangsur turun menjadi Rp 16.000 pada Maret...

Baca SelengkapnyaDetails
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Tema Lomba Menulis Maret 2025

March 22, 2025
362

Responden Terpilih

March 14, 2025
132
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Pemenang Lomba Menulis Februari 2025

March 2, 2025
384

Jajak Pendapat #KaburAjaDulu

February 22, 2025
240

SELAKSA

  • All
  • Tabrani Yunis
BENGKEL OPINI RAKyat

Sengketaย Terpelihara

Oleh Tabrani Yunis
2025/06/05
0
131

Oleh Tabrani Yunisย  Pulau Panjang, Mangkir Ketek, Mangkir Gadang dan Lipan Tidak seperti Pulau Sipadan dan Ligitan Yang durebut Malaysia  karena...

EleฤŸi Negerikuย ย Yang Gelap Gulita

EleฤŸi Negerikuย ย Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani Yunis
2025/06/03
0
85

Oleh Tabrani Yunis Negeri mutu manikam berkabut gelap Yang terbentang di garis Khatulistiwa  Apakah ada matahari yang disadap  Hingga seluruh...

Kegalauan Bapak

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/29
0
108

Oleh Tabrani Yunis  Nak, Kemarilah duduk sejenak Kuharap kau dapat menyimak Setiap kata dan kalimat Bapak Walau usiamu masih anak-anak...

Senja Merah

Senja Merah

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/28
0
94

Oleh Tabrani Yunis Senja merah Merekah Bagaikan darah Tumpah Ruah  Senja merah darah Mengalir menjarah lembah Di ufuk barat tampak...

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    115 shares
    Share 46 Tweet 29
  • Mengenang Kembali “Risalah Ammanโ€

    20 shares
    Share 8 Tweet 5
  • Sejarah Banda Aceh (Emperom dan Goheng) – Review Artikel

    9 shares
    Share 4 Tweet 2
  • Senja Kala Kesultanan Aceh

    8 shares
    Share 3 Tweet 2
  • Senja Terakhir Kesultanan

    7 shares
    Share 3 Tweet 2
POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan
  • Saat Plastik Bertemu AI

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
  • Saat Plastik Bertemu AI

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00