• Terbaru
Irama Ruang Waktu

Pesan Yang Diabaikan

September 1, 2022

Otsus Aceh di Persimpangan Jalan

November 16, 2025

Pendapat Prof Jimly Soal Ijazah Jokowi

November 16, 2025

Korupsi di Sektor Kesehatan: Dari Nasionalisme STOVIA hingga Penjara KPK

November 16, 2025

Malam Layar Puisi Anak Muda 2025

November 16, 2025

Prasasti Kebon Kopi

November 15, 2025

Bullying, Feodalisme, dan Ekstremisme

November 16, 2025

Dari Sumber Daya ke Sumber Daya Damai

November 15, 2025

Catatan Ringkas Sejarawan dan Fiksiwan Dari NDC Manado

November 15, 2025

Ketika Tsunami Aceh

November 14, 2025

‎Lukisan Sepasang Bangau, Cerita Pendek dan Puisi Dua Larik di Warung Kopi

November 14, 2025

Menangguh Politik Hukum Ijazah Palsu

November 14, 2025

Nyanyian Terakhir Cenderawasih

November 14, 2025
Sunday, November 16, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Login
  • Register
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
POTRET Online
No Result
View All Result

Pesan Yang Diabaikan

RedaksiOleh Redaksi
September 1, 2022
0
Reading Time: 5 mins read
Irama Ruang Waktu
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Akbar Priadi Sadikin

Hah … helaan nafas yang menandakan rasa lelah keluar dengan sendirinya, sampai terdengar oleh telinga ini. Orang-orang melirikku, yang duduk di kursi taman ditemani perasaan gelap tidak mendasar memecahkan suasana malam di bawah lampu jalanan.. Tatapan itu seakan mengatakan “Kenapa dengan dia?”

“Apa kau mendapat masalah, paman?” Seorang anak perempuan berkuncir kuda yang entah datang dari mana berdiri di hadapanku.

“Aku tidak memiliki apa-apa, jadi pergilah,” pintaku.

“Paman tidak boleh seperti itu, nanti akan ada orang yang marah jika tidak mau menceritakan masalah paman,” ujarnya.

Aku menatapnya, sayu. “Siapa namamu?”

“Tasya.”

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku.

“Tadinya Tasya bersama ibu, tapi tiba-tiba ibu menghilang.”

“Hmm … Jadi, apa maksudmu aku akan dimarahi?” tanyaku.

Dia bergerak, duduk di sampingku, dan tersenyum menatapku. “Tasya dulu pernah tidak pergi ke sekolah karena teman-teman selalu mengejek Tasya, tapi tidak menceritakannya kepada siapapun sampai ibu marah. Tasya takut melihat ibu marah, jadi sambil nangis Tasya menceritakannya.

Setelah itu saat pergi ke sekolah, teman yang mengejek Tasya meminta maaf. Jadi Tasya berpikir kalau menceritakannya kepada orang lain masalahnya akan selesai. Jadi paman juga harus menceritakannya.”

Begitu, ya. Mau bagaimanapun dia masih anak kecil, mungkin masih seukuran anak SD, jadi tidak tahu bagaimana logika dunia berjalan. Aku akan bersyukur jika masih ada orang yang mau membantu menyelesaikan masalah yang kualami, tapi percuma.

Aku berdiri, melihat sekeliling mencari pos polisi agar bisa mengantarkan anak ini. Akan terlihat tidak manusiawi jika hanya meninggalkannya begitu saja.

“Tasya!” Seorang wanita berjalan cepat menghampiri gadis di sampingku.

“Ibu ….” ucap gadis kecil itu.  

Ia mendekati kami membawa tas belanja di tangannya. Segera ia menundukkan kepala ke arahku. “Maaf jika dia merepotkanmu, perhatiannya sangat mudah teralihkan.”

“Tidak apa-apa, kau juga jangan mudah mengalihkan pandangan dari putrimu.”

Ia menundukkan kepala sekali lagi dan menarik lengan putrinya. “Ayo, Tasya.”

📚 Artikel Terkait

KEMARILAH BERSAMA MENTARI BILA KAU INGIN MENARIK INGIN

Hujan Cinta

Tantangan Guru Dalam Menghadapi Kurikulum Merdeka

KAHFIS Aceh: Menginspirasi Masa Depan Melalui Program Jelajah Profesi dan Bakat

“Paman, jangan lupa menceritakannya kepada orang lain, ya. Ingat paman, tuhan punya rencana terbaik untuk semua orang.” lambaian tangannya semakin menjauh dariku. Aku hanya bisa tersenyum sejenak untuk membalasnya. Sepertinya sudah saatnya untuk pulang, tidak ada gunanya jika terus berada di sini.

Sampainya di apartemen, aku langsung menghempaskan tubuh ini ke atas kasur.

Ting … suara itu membangunkanku, mengganggu waktu istirahat yang sudah kurencanakan.  Kubangkit dari tidur, melihat smartphone yang berbunyi tadi. Sebuah pesan formal masuk. “Panggilan Seleksi/Wawancara Kerja.” Itu kata-kata yang sangat indah tertulis di layar smartphone. Aku melanjutkan tidur kembali, dan mulai membayangkan kehidupan kerjaku jika interview kali ini berhasil.

Hari baru sudah dimulai. Saat matahari pagi bersinar, aku berada di dalam ruangan ber-AC, dengan diiringi suara kertas yang dibolak-balik serta nada jarum jam yang terus bergerak, membuat jantung berdetak keras. Aku pastikan hari ini akan berhasil. Dengan semangat aku menjawab semua pertanyaan yang diajukan, sampai akhirnya ….

“Terima kasih.” Aku menundukkan kepala dan keluar dari ruangan karena interview sudah berakhir. Melangkah semakin jauh meninggalkan tempat interview dengan terus menundukkan kepala, melewati orang-orang yang berlawanan arah, dan sampai di salah satu lampu merah. Kata-kata mereka terus berputar di kepalaku, memunculkan kekecewaan yang sangat besar. Dengan mudahnya mereka berkata, “Mohon maaf, sepertinya kamu tidak dapat bekerja di perusahaan ini, karena sepertinya kamu masih kekurangan pengalaman. Kami juga mendapat informasi kalau kamu sudah ditolak 3 kali di perusahaan yang berbeda, apalagi perusahaan yang menolak kamu itu perusahaan kecil.”

Sial dengan ini sudah empat kali lamaranku ditolak, lagi dan lagi. Perasaan ini muncul kembali, rasa bersalah akan kurangnya kemampuan, hingga ditolak dalam lamaran kerja. Apanya yang “tuhan punya rencana terbaik,” Aku ingin mengakhiri semuanya.

Kulihat lampu lalu lintas yang masih berwarna merah untuk pejalan kaki. Mungkin sampai di sini saja, pikirku.

Perlahan Melangkah ke zona merah mencoba menghentikan semua sandiwara, karena berat rasanya terus melanjutkan kehidupan yang terlihat sia-sia. Tapi tarikan lembut terasa menyentuh, membuat kaki berhenti melanjutkan langkahnya. Seorang gadis kecil menarik bajuku dengan sekuat tenaga.

“Apa yang kau lakukan, paman! Lampunya masih merah tadi.” Mulut kecilnya habis-habisan memarahiku yang duduk di kursi taman, dekat tempat kejadian.

Aku sudah kehilangan arah, bahkan wajah ini menghadap ke bawah, tidak berani menatapnya yang sedang bertanya. Mulutku kering tidak bisa mengolah kata-kata. Di suasana senja dia terus berbicara kepada diriku yang duduk mematung.

“Tasya!” panggil seseorang.

“Kakak ….” Gadis kecil yang terus mengomel tadi, kini menghampiri kenalannya.

Mata yang lelah menatap mereka berdua, membuatku semakin terjerumus dalam lubang keirian. Sebagai anak kecil, mereka pasti hidup dengan mudah, tanpa beban pikiran akan masalah besar yang sangat menyiksa.

Tidak lama dia menyadari apa yang barusan terjadi dari bisikan adiknya.

“Apa benar yang dikatakan adikku, paman? Kau mencoba bunuh diri!”

Melihatku tak menjawab, dia mengambil dokumen yang kuletakkan di samping, dan melihat semua lembaran kegagalan.

Duduk, memangku tasnya, dan menatap langit oranye. “Begitu, ya. Aku sudah mengerti masalahmu, paman.”

Aku tersenyum tipis. “Pasti lucu ya melihat orang yang sudah ditolak berkali-kali.” ucapku.

“Apa kau tau paman, kegagalan itu bukan suatu kegagalan, melainkan keberhasilan yang tertunda, karena kau akan mendapatkan sebuah pengalaman dari sana,” ucapnya.

“Tidak, walaupun aku sudah mencoba sebaik mungkin, mereka tidak peduli. Kali ini aku tidak berhasil karena kegagalanku di masa lalu. Semua pengalaman yang sudah kulewati  terlihat menyedihkan di mata mereka.”

Berdiri dan mengenakan tasnya kembali. “Paman, sudah mulai gelap. Besok aku akan menunggumu di sini, jadi datanglah. Tenangkan dulu dirimu, dan ingat! jangan mencoba bunuh diri lagi. Aku akan membawa dokumen ini.” Dia pergi, merangkul tangan adiknya.

Aku juga melangkah dengan berat menuju tempat peristirahatan.

Menatap suasana kota dari balkon apartemen, memperhatikan berbagai macam suasana kota. Senang, sedih, marah, dan adapun yang sepertiku. Perasaan yang berada di jurang kekecewaan menjadi hampa. Aku tersenyum dan menghela nafas lega.

Dengan bebas aku menyerahkan diri memasuki Area tanpa pijakan, mencoba membebaskan diri dari masalah.

“Aku senang ada yang sedikit peduli padaku. Tapi maaf, aku tidak akan datang untuk menemuimu.”

Biodata Penulis

Akbar Priadi Sadikin, Lahir di Medan, 3 Februari 2005. Saat ini, penulis berdomisili di Aceh timur tepatnya di Sungai Raya. Menamatkan pendidikannya di SMAN Unggul Aceh timur. Ia mulai menulis sejak duduk dibangku SMA. Kegemarannya adalah mendengarkan cerita orang-orang sebagai sumber utama inspirasi. Saat menulis karya ini, ia sedang menempuh pendidikan di Universitas Samudra jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Pembaca bisa lebih dekat dengan penulis lewat akun sosial media Instagram dan Facebook @akbarpriadisadikin

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 184x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 171x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 152x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 138x dibaca (7 hari)
Hari Ampunan
Hari Ampunan
1 Mar 2025 • 124x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    153 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya

Sehimpun Puisi Asep Perdiansyah

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

INFO REDAKSI

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

October 7, 2025

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

September 10, 2025

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00