Oleh Juliana A. Hamid
Berdimisili di Banda Aceh
Seragam putih merah masih melekat di tubuh gadis mungil itu. Matahari menyinari bumi Allah dengan cahaya kuningnya, yang panasnya seakan menyengat sampai ke sumsum tulang. Seakan dapat mendidihkan ubun-ubun kepala. Bayangan kelam pohon asam pinggiran kota memberi keteduhan. Lalu lalang kendaraan yang menggepulkan asap pekat bukan persoalan lagi bagi seruni bocah yang berusia 10 tahun itu.
Debu menderu terpingkal menjungkal menerjang bukan masalah baginya untuk tetap setia membantu ibunya berjualan di pinggir jalan. Hangat cuaca, angin mendesir, dedaunan kering-kering berjatuhan ibarat salju berguguran di musim dingin.
SubhanaAllah panasnya siang ini keluhku. Hampir 300 meter jauhnya aku mendorong kereta kesayanganku ini untuk mencari bensin. Alhamdulillah, yang dicari akhirnya dapat juga…terlihat seorang bocah kecil berseragam sekolah yang kulihat dari kejauhan tadi dengan ramah dan senyum manisnya menyapaku dengan akrabnya.“Ada yang bisa dibantu kak Ana? kehabisan bensin ya??” Tanyanya. suara itu sangat aku kenal, segera aku menoleh dengan cepat ke arahnya sambil membalas senyumnya, ternyata dia adalah Seruni. Wajah yang tak asing bagiku,,,iya,, dia Seruni, murid SD dekat rumahku yang setiap pagi harinya selalu berjalan kaki melewati rumah kami, tak terlupakan tegur ramah dan senyum hangatnya Seruni dengan jinjingan kresek hitam di tangannya yang berisikan kue jualannya,”pulot dan Bika ubi” yang selalu dibawa ke sekolah untuk dijualnya. Dengan penuh semangat setiap harinya bocah yang duduk di bangku kelas V SD itu harus berjalan kaki sejauh 1 kilo setengah tiap paginya menempuh perjalanan menuju sekolahnya. Diriku baru saja 300 meter mendorong kereta dah kewalahan, huuuffftt….. sementara Seruni tidak pernah mengeluh.
Mamaku sering bercerita tentang Seruni. Seruni adalah murid kesayangan mama karna dia murid paling penurut, paling rajin, dan paling berprestasi di sekolahnya. Kata mamak, anak yatim ini juga memiliki daya tanggap yang begitu cepat dalam menerima pelajaran. Seruni sering mengikuti berbagai perlombaan mewakili sekolahnya dan kerap kali Seruni menang. Banyak piala yang sudah dibawa pulang, dari berbagai bidang pelajaran yang diakuasai, mulai dari seni, sains, agama, bahkan olahraga.
Sebenarnya sejak dari dulu aku kagum dengan kepribadian anak yatim itu. Hari ini melihat seruni membantu ibunya berjualan di pinggiran jalan. Rasa kagumku semakin bertambah untuknya.
***
“Kak Ana berapa liter Seruni isi, 2 liter aja ya??”, sambil membuka drum berisi bensin.
“Jadi, Seruni sepulang sekolah langsung kesini, bantuin ibu” tanyaku.
“Ia kak, dari sekolah seruni langsung kemari gantiin mamak, mamak pulang masak n jemput dek ahmad di sekolahnya. Jadi Seruni yang gantiin ibu jagain kios dan dek Siti. Sebentar lagi mamak dah balik”. Katanya sambil menuang minyak ke dalam tanggi motorku.
“ooo begitu, iyayaa” kataku kagum, sambil mengangguk dan mengancungkan jempol ke arah Seruni. “Subhanallah”, kubertasbih sambil kuusap kepalanya. Seruni tersenyum sambil merangkul tubuhku.
“Dek Sitinya lagi tidur ya?? Sambil menoleh ke sebuah ayunan yang tergantung pada dahan sebatang pohon asam di samping kios kecil itu. Kudekati dan kuperhatikan baik-baikbayi polos yang tidur dalam ayunan itu dengan lelapnya dengan buaian desiran angin siang.
“disini enak kali dek ya, rindang, kak Ana mau istirahat di sini dulu ya”, Sambil duduk di samping ayunan di atas trotoar pinggir jalan yang beralaskan kardus bekas. Seruni pun ikot duduk di sampingku. Sambil kukeluarkan bekal dari dalam tas ranselku, Seruni pasti laparr kan?. Makan mie masakan kak Ana yuukss!!!”. Sambil makan mie goreng buatanku, kumulai membuka pembicaraan. Rasa penasaran tuk mengenal lebih jauh sosok Seruni dan keluarganya itu membuatku banyak bertanya.
“Udah lama Seruni jualan di sini? Tanyaku menoleh ke arahnya,
“sejak ayah meninggalkan kami k’ Aana” jawabnya dengan menundukkan wajah. “waktu itu Seruni masih kelas tiga, dulu Ayah meninggal ketabrak mobil Kak, di situ” sambil menuju kearah tengah jalan raya, “sejak peristiwa itu ibu yang berjualan disini, sejak ditinggal Ayah kami harus hidup mandiri tuk memenuhi kebutuhan tinggal di kota. Semuanya serba sulit Kak, harus membayar kontrakan, biaya sekolah Seruni dan adik-adik biaya makan kami itu semua serba sulit. Namun, perjalanan kami masih panjang, Seruni ingin ngebuktiin sama orang-orang desa kalau masyarakat miskin seperti kami juga bisa bersekolah”, kata-kata mereka sudah menjadi cambuk motivasi bagi Seruni dan keluarganya untuk lebih semangat lagi berjuang. Mereka selalu mengatakan “bukan orang-orang seperti kalian yang sanggup bersekolah di sana, pulanglah kemari. Di sini tempat yang cocok untuk kalian”. Cambuk penyemangat itu yang membuat Seruni dan keluarga sampai saat ini masih bertahan.
Gadis kecil dengan tipikal peramah itu tidak seperti anak-anak seusianya yang kerap menghabiskan waktu untuk bermain. tiada kenal kata bermain bagi seruni, pagi2 buta seruni harus bangun untuk membantu ibunya membuat kue, dan segera bersiap-siap mengantarkan kue-kue buatannya itu tuk dititipkan ke warung-warung kopi. Begitu juga di kantin sekolahnya. Seruni tidak pernah terlambat dan tahun ini Seruni terpilih menjadi siswa yang paling disiplin di sekolahnya. Wajar saja, kalau predikat juara umum selalu disandang Seruni. Dia begitu giat, dan pandai memanajemenkan waktu, di samping mempunyai otak yang jenius.
Selepas sekolah Seruni langsung membantu ibunya berjualan. Di sore hari mengambil tempat-tempay kue yang dititipkan di warung-warung kopi tadi pagi. Malam harinya Seruni mengaji di dayah. Begitulah setiap harinya. Gadis ini punya mimpi yang besar, dengan semangat dan usaha yang luar biasa.
Tiada terasa hampir 1 jam lamanya diriku berbicara dengan Seruni. Banyak hal yang sudah aku ketahui dan belum kuketahui tentang gadis berlesung pipit dengan senyum terhangat itu. Ibunya juga belum datang dan dek Siti pun belum terbangun dari tidur panjangnya.
Seruni, percayalah hari ini aka lebih indah daripada kemarin jika kita mengawalinya dengan do’a dan senyuman keikhlasan. Sambil kurangkul erat tubuh Seruni yang kurus itu dan mengusap-usap kepalanya yang berkerudung putih. Tetap semangat dan yakinlah semua akan indah pada saatnya.
“Kakak pamit dulu ya Seruni. Kak Ana lupa, kak Ana masuk kuliah hari ini”. Sambil sambil bangkit dari tempat dudukku dan memakai tas ransel.
“Singgah-sunggahlah lagi kak ya?, kata Seruni sambil menyalami tanganku.
“Ya Insya Allah kapan-kapan kakak singgah lagi, kakak ingin dengerin lagi kisah Seruni. Sambil tersenyum dan berlalu meninggal Seruni.
Banyak pelajaran dan hikmah berharga yang kupetik dari kisah Seruni. Ini adalah pengalaman pribadiku saat pergi Co-As tuk dinas siang di sebuah Rumah sakit Umum di Banda Aceh kala itu. Karena kehabisan bensin aku bisa mengenal Seruni lebih jauh lagi, gadis kecil yang selalu ceria dan peramah yang kerap kujumpai tiap pagi di depan rumahku. Ya, begitulah kira-kira salah satu gambaran tentang salah seorang anak negri yang sedang merajut mimpi.
Identitas:
Juliana A. Hamid Alumnus PSIK UNSYIAH. Menjadi penulis terkenal merupakan mimpi utama. Bakat menulis sudah aku miliki sejak duduk di bangku SD dulu, namun tidak pernah dikembangkan. Saat ini akuingin menggali kembali bakat yang telah terpendam itu, belum ada prestasi satupun dalam dunia menulis, ini adalah tulisan keduaku. Perbaikan dan koreksi sangat di harapkan..terimakasih.
Alamat : Komplek Guru Batoh