https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Saturday, November 8, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Aceh

Dari ‘Aceh Pungö’ ke ‘Teupü Droë’: Tamparan dari Seorang Anak SD

Frida Pigny Oleh Frida Pigny
4 months ago
in Aceh, Artikel, Khas Aceh, pendidikan Aceh, Refleksi, Reformasi, warga Aceh
Reading Time: 4 mins read
A A
0
26
Bagikan
261
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel


Oleh: @Frida.Pigny | https://superschool.ing

“Aku malu jadi orang Aceh. Orang Aceh itu bodoh-bodoh.” Itu yang diucapkan seorang anak SD di Aceh. Ibunya orang Medan, ayahnya Aceh, dan mereka baru saja pindah ke sini. Tapi dalam waktu singkat, anak ini sudah menangkap stigma yang melekat pada daerah ini.

Reaksi pertama kebanyakan orang Aceh biasanya marah. Atau paling tidak, tersinggung. Jika satu-satunya respons adalah emosi negatif, tidak ada perubahan ke arah kemajuan yang akan terjadi.

Jim Rohn pernah berkata, “Formal education will make you a living; self-education will make you a fortune”, yang artinya kira-kira ‘bersekolah bisa bikin kamu punya nafkah, tapi belajar mandiri bisa bikin kamu kaya-raya’. Jadi, tidaklah cukup hanya mengandalkan pendidikan formal jika ingin maju dan berinovasi.

Lihatlah Korea Selatan tahun 1950-an, negara yang miskin dan hancur lebur akibat perang. Mereka memilih untuk tidak tenggelam dalam keterpurukan. Mereka menanamkan mentalitas “pali-pali” atau serba cepat dan selalu ingin maju. Hasilnya? Dari negara yang kelaparan, mereka kini menjadi salah satu ekonomi terbesar dunia.

Sebaliknya, jika kita hanya mengandalkan kebanggaan kosong dari kejayaan masa lalu nektu dan membesarkan Sultan tanpa aksi, kita akan tetap berada di titik yang sama. Kemajuan membutuhkan energi. Dan energi harus mengalir ke arah yang tepat. Kalau selama ini kita hanya sibuk mempertahankan harga diri dan tersinggung ketika ada kritik, maka kita sedang membuang energi ke tempat yang salah.

Pertumbuhan selalu menyakitkan. Kita tahu betul akan hal itu, tapi kebanyakan kita melupakannya. Masih ingat waktu kita tumbuh gigi? Atau saat jatuh berkali-kali saat kita belajar jalan? Orang Jepang memahami ini. Setelah kalah dalam Perang Dunia II, mereka tidak sibuk menyalahkan dunia. Mereka menerapkan Kaizen, filosofi perbaikan terus-menerus, dan sekarang mereka menjadi salah satu kekuatan industri terbesar dunia. Kontras dengan mentalitas di Aceh yang masih sibuk mencari kambing hitam, bukan solusi.

Bagaimana dengan pola asuh? Di negara-negara Skandinavia, anak-anak sejak kecil diajarkan tentang ‘boundary’ atau batasan pribadi, kemandirian, dan tanggung jawab. Di Aceh, banyak orang tua masih berpikir bahwa menjadi orang tua otomatis berarti paham parenting atau pendidikan mengasuh. Padahal, parenting punya masa kadaluarsa. Anak bukan milik kita selamanya, dan cara mendidik mereka harus berkembang sesuai zaman. Jika kita tetap berpikir bahwa pola asuh lama sudah cukup, kita sedang membangun generasi yang rapuh.

Harvard University dalam risetnya menyebutkan bahwa anak yang diberikan kebebasan berpikir sejak dini akan tumbuh dengan rasa percaya diri lebih tinggi dan lebih mampu mengambil keputusan matang dalam hidupnya.

📚 Artikel Terkait

Konjen RI Melbourne, Kuncoro Waseso Baca Puisi pada Peluncuran Buku Suara Kampus

Iftar di Kastil Windsor,Mungkinkah Raja Charles III Keturunan Nabi Muhammad

Puisi-Puisi Wanrazuhar

In Memoriam Sejarawan Anthony Reid

Ini bukan sekadar teori. Lihatlah putra daerah Aceh, Iskandar, yang membawa Indonesia Airlines ke Singapura. Dia berani keluar dari zona nyaman, tidak menunggu pengakuan dari tanah kelahirannya, dan justru di luar negeri, ia membuktikan bahwa orang Aceh bisa bersaing di kancah global.

Sayangnya, kisah sukses seperti ini jarang dibanggakan di tanah sendiri. Kita lebih sibuk mengagungkan kejayaan masa lalu tanpa benar-benar membangun masa depan. Ibarat menyetir dengan mata yang selalu terfokus pada kaca spion, terus-menerus melihat ke belakang, padahal kaca itu tidak dimaksudkan untuk menggantikan lebar pandangan dari kaca depan saat menyetir. Fokus ke depan sangatlah diperlukan.

Langkah pertama menuju perubahan adalah mengenali ‘noise’ atau gangguan yang menghambat. Begitu kita bisa memilah mana opini yang harus didengar dan mana yang harus diabaikan, kita baru bisa menentukan langkah nyata. Kebanyakan orang lebih suka menghindari rasa sakit daripada mengejar kemajuan, karena memang perubahan itu tidak nyaman. Tapi sukses itu sendiri tidak pernah menjadi jalur yang nyaman. Hanya yang berani dan mau menabrak dinding tebal berduri saja yang bisa melewatinya.

Saya pikir sangat penting jika sekolah-sekolah mulai mengajarkan Growth Mindset atau pola pikir bertumbuh yang mengajarkan critical thinking, problem-solving, dan leadership. Juga, menanamkan karakter kewirausahaan sedari dini. Bukan hanya sekadar berjualan kue buatan ibu di bazar sekolah, tetapi lebih kepada mengajarkan bagaimana membangun bisnis berbasis inovasi digital, teknologi, dan ekonomi kreatif sejak dari TK. Sekolah-sekolah bisa bermitra dengan pengusaha sukses asal Aceh, seperti Iskandar, untuk mentorship langsung bagi siswa.

Ide lainnya yang mungkin efektif untuk diterapkan agar masyarakat kita bisa segera maju yaitu mewajibkan kelas parenting sebelum menikah. Pemerintah Aceh bisa mengadopsi model negara-negara maju yang mewajibkan kelas parenting sebagai bagian dari persiapan pernikahan. Materi yang diajarkan termasuk memahami psikologi anak, komunikasi efektif, dan cara mendidik anak agar siap menghadapi dunia modern.

Di banyak negara maju seperti Norwegia, Jerman, Singapura, Prancis, Australia, dan beberapa negara bagian di Amerika, kelas parenting menjadi bagian penting dalam persiapan pernikahan atau sebelum memiliki anak. Skandinavia mendorong kursus parenting untuk membangun komunikasi keluarga yang sehat, dan Jerman menawarkan Elternschule sebagai panduan pola asuh. Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah Singapura mendorong kursus parenting sebagai bagian dari kebijakan keluarga. Sementara Perancis memiliki “École des Parents et des Éducateurs” (EPE) atau Sekolah Orang Tua dan Pendidik, yang menawarkan pelatihan dan konseling bagi calon orang tua serta mereka yang menghadapi tantangan dalam membesarkan anak. Di Australia dan beberapa negara bagian AS mewajibkan kelas parenting terutama dalam kasus perceraian.

Intinya, menjadi orang tua bukan sekadar menghindari status ‘perawan tua’, tapi merupakan keterampilan yang harus dipelajari. Jadi, hentikan penanaman ide untuk menikah dini pada anak-anak muda Aceh kalau tidak mau meningkatkan jumlah janda-duda di negeri rencong ini.

Data menunjukkan bahwa angka perceraian di Aceh cukup signifikan. Pada tahun 2024, Mahkamah Syar’iyah (MS) Aceh mencatat total perceraian di Aceh sebanyak 7.103 perkara.

Terkadang kebanyakan orang tua tidak menyadari bahwa dengan menyuntik ide ‘cepat-cepat menikah’ pada anak-anak mereka dapat menciptakan korban generasi penerus. Bayangkan efeknya bagi anak-anak yang dilahirkan dari pasangan-pasangan yang bercerai ini. Kebanyakan bukan satu anak, karena masih banyak orang kita yang memegang teguh tradisi ‘banyak anak banyak rezeki’.

Jika Aceh ingin maju, pendidikan pola pikir bertumbuh dan kelas motivasi harus menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah dan mewajibkan kelas parenting sebelum menikah bagi pasangan yang hendak melaksanakan sunah Rasul. Kedua hal ini bisa menjadi langkah revolusioner untuk membangun generasi unggul Aceh kedepannya.

Jadi, apakah kita masih tersinggung saat anak-anak SD menyindir kita sebagai ‘bangsa yang bodoh’? Apakah kita tetap memilih sibuk melihat masa depan dengan kaca spion karena sudah terbiasa? Sementara, Singapura akan terus terbang dengan Indonesia Airlines. Kita? Masih di lampu merah, debat siapa yang salah. Cukup sudah berpuas diri dengan label ‘Aceh Pungö’. Kini saatnya kita menginjak gas dan melaju ke depan karena sekarang Aceh ‘Teupü Droë’.(*)

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 120x dibaca (7 hari)
Kala Anak Negeri, Tak Mengenal Negerinya
Kala Anak Negeri, Tak Mengenal Negerinya
13 Mar 2025 • 111x dibaca (7 hari)
Mengenal Cryptocurrency: Mata Uang Digital yang Semakin Popular
Mengenal Cryptocurrency: Mata Uang Digital yang Semakin Popular
15 Mar 2025 • 97x dibaca (7 hari)
Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 86x dibaca (7 hari)
Perempuan Penggenggam Pasir
Perempuan Penggenggam Pasir
5 Mar 2025 • 66x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share10SendShareScanShare
Frida Pigny

Frida Pigny

Frida Pigny adalah seorang home educator bersertifikat, pembicara transformasional, dan pendiri SuperSchooling, sebuah platform pendidikan keluarga yang membantu orang tua merancang perjalanan belajar yang lebih bermakna, personal, dan selaras dengan nilai keberagaman. Ia menggabungkan ilmu NLP, Time Line Therapy™️, Hipnosis, Psikologi Positif, Psikologi Energi, Kinesiologi, dan Emotional Freedom Technique (EFT) dalam pendekatan pendidikan holistik yang ia bangun. Lewat Axellent Method, pendekatan khas Frida yang santai namun transformatif, ia memberi ruang bagi keluarga untuk keluar dari sistem pendidikan yang kaku dan menumbuhkan anak-anak yang lebih percaya diri, kreatif, dan penuh empati. Frida juga seorang Firewalk Trainer tersertifikasi dan anggota Aceh Australian Alumni. Misinya adalah menghidupkan pendidikan masa depan yang berpijak pada kekuatan keluarga, kemerdekaan belajar, dan keberagaman nilai abad 21. Ayo, connect dengan Frida di Instagram: @Frida.Pigny Frida Pigny is a certified home educator, energy psychology practitioner, and founder of SuperSchooling, a movement that helps families design personalized, diversity-aligned learning experiences. Combining neuroscience, EFT, NLP, kinesiology, and positive psychology, Frida empowers parents to raise confident, creative children beyond the limits of traditional schooling. Through her Superschooling platform and signature Axellent Method, a relaxed yet powerfully transformative learning approach, she guides families to break free from rigid systems and nurture emotionally resilient, empathetic, and curious young learners. Frida is also a certified Firewalk Trainer and a proud member of the Aceh Australian Alumni network. Her mission is to reimagine future education by rooting it in family strength, freedom, and cultural integrity.

Related Postingan

Satu-Satunya Majalah Perempuan Aceh yang Menginspirasi
Artikel

Satu-Satunya Majalah Perempuan Aceh yang Menginspirasi

Oleh Redaksi
2025/01/11
0
61

Oleh Irwandi Zakaria Kepala SMAN Ulumul Quran dan Ketua IGI Kab. Pidie Majalah POTRET, sebuah publikasi yang telah menjadi bagian...

Baca SelengkapnyaDetails

TIPS MENJADI PENGUSAHA MUDA YANG SUKSES

COT LAMKUWEUH

Postingan Selanjutnya
Aceh Selatan: Kaya Potensi, Tapi Terjebak dalam Ketertinggalan yang Sistemik

Aceh Tak Lagi Istimewa, MoU Dikangkangi, Rakyat Ditinggalkan

Hegemoni Dalam Budaya Aceh - Ulasan Artikel

Khanduri Blang Ritual Yang Menjadi Tradisi

Khanduri Blang Ritual Yang Menjadi Tradisi

Jeju Ala Pohon Ceubrek dan Nimby Syndrom

Gelar Meninggi, Moral Menyusut: Apa kabar Pendidikan Kita?

Gelar Meninggi, Moral Menyusut: Apa kabar Pendidikan Kita?

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00