• Terbaru

Bullying, Feodalisme, dan Ekstremisme

November 16, 2025

Kebugaran dan Kebersamaan di Bawah Langit Paya Kareung

November 17, 2025

Otsus Aceh di Persimpangan Jalan

November 16, 2025

Pendapat Prof Jimly Soal Ijazah Jokowi

November 16, 2025

Korupsi di Sektor Kesehatan: Dari Nasionalisme STOVIA hingga Penjara KPK

November 16, 2025

Malam Layar Puisi Anak Muda 2025

November 16, 2025

Prasasti Kebon Kopi

November 15, 2025

Dari Sumber Daya ke Sumber Daya Damai

November 15, 2025

Catatan Ringkas Sejarawan dan Fiksiwan Dari NDC Manado

November 15, 2025

Ketika Tsunami Aceh

November 14, 2025

‎Lukisan Sepasang Bangau, Cerita Pendek dan Puisi Dua Larik di Warung Kopi

November 14, 2025

Menangguh Politik Hukum Ijazah Palsu

November 14, 2025

Nyanyian Terakhir Cenderawasih

November 14, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
Monday, November 17, 2025
POTRET Online
  • Login
  • Register
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

Bullying, Feodalisme, dan Ekstremisme

Cermin Luka Psikologis Bangsa

Novita Sari YahyaOleh Novita Sari Yahya
November 15, 2025
0
Reading Time: 6 mins read
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh: Novita Sari Yahya .

Ketika Ledakan Mengema di Sekolah

Ketika membaca berita tentang pelaku peledakan bom di SMA 72 Jakarta yang disebut sebagai korban bullying, saya tidak terkejut. Sehari sebelumnya, saya berdiskusi dengan seorang pemimpin redaksi media nasional tentang potensi ekstremisme di Indonesia. Enam bulan lalu, saya menulis refleksi berjudul “Di Manakah Anak-Anak Kita Saat Kegaduhan Politik Terjadi?”—tulisan yang kini terasa seperti prolog dari peristiwa nyata.

Bullying bukan sekadar peristiwa antarindividu, melainkan bangunan sosial yang terbentuk dari kondisi psikologis bangsa. Ketika kekerasan menjadi cara berkomunikasi, penghinaan menjadi bentuk pengakuan diri, dan rasa takut dijadikan alat kendali, maka masyarakat telah kehilangan empati kolektifnya.

Fenomena perundungan bahkan menjalar ke ruang-ruang intelektual, seperti kasus bunuh diri dokter peserta program PPDS. Dunia kedokteran yang seharusnya menjadi tempat empati dan penyembuhan ternyata juga tak luput dari pola kekerasan terselubung.

Sejarah mencatat bahwa Indonesia berulang kali mengalami bentuk ekstrem dari perundungan kolektif yaitu amok massa. Dari 1965 hingga 1998, bangsa ini meledak dalam kekerasan sosial yang memakan korban. Dalam amok, yang lenyap bukan hanya nyawa, tetapi juga nalar dan rasa kemanusiaan.

Dari Feodalisme ke Ekstremisme

Bullying, feodalisme, dan ekstremisme tumbuh dari akar yang sama: kekuasaan tanpa empati.
Selama Orde Baru, masyarakat dibentuk dalam logika hierarkis. Kekuasaan dijalankan dengan menekan, bukan mendidik. Suara yang berbeda dianggap ancaman, dan kritik disamakan dengan pemberontakan. Dalam sistem seperti itu, hanya ada dua pilihan: tunduk atau melawan.

Ketika perlawanan tak mendapat ruang, ia mencari bentuk lain. Dalam bentuk ekstrime. Kasus SMA 72 bisa dibaca sebagai simbol perlawanan terhadap sistem yang menekan, bukan semata hasil doktrin ideologis. Ia muncul sebagai ekspresi dari kekecewaan yang lama tertahan; sebuah ledakan psikologis masyarakat yang kehilangan ruang dialog dan keadilan.

Politik Kekerasan dan Anak-Anak yang Meniru

Apakah kita menyadari bagaimana kondisi psikologis anak-anak ketika setiap hari mereka menyaksikan orang dewasa saling menghina di media sosial? Para politisi yang mengaku memperjuangkan rakyat justru menjadi pelaku bullying digital.
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat: bahwa untuk menang, mereka harus menyerang, bukan memahami.

Ketika orang dewasa mempraktikkan kekerasan verbal dan simbolik di ruang publik, anak-anak mewarisi bahasa yang sama. Mereka tumbuh dengan persepsi bahwa penghinaan adalah bentuk kemenangan. Dalam suasana seperti itu, sekolah kehilangan fungsi pendidikan dan berubah menjadi arena tekanan sosial baru.

Mental Inlander dan Cermin Feodalisme

Rosihan Anwar dalam “Inlander Dinilai” menulis bahwa manusia Indonesia bukanlah sosialis egaliter, melainkan borjuis kecil yang hidup dari politik dan untuk politik. Mereka mudah marah, suka berdebat, dan berpisah atau bercerai karena hal sepele.

Dalam tulisannya “Tabiat yang Kita Warisi”, Rosihan Anwar menambahkan bahwa bangsa ini cenderung mudah puas pada kemajuan semu, dan kurang menghargai integritas moral.

Mochtar Lubis dalam “Manusia Indonesia” menggambarkan bangsa yang hipokrit, tidak suka kritik, dan gemar berpura-pura di hadapan kekuasaan.

Sementara Sutan Syahrir sejak 1948 telah memperingatkan bahaya fasisme dalam jiwa muda yang tidak terdidik secara demokratis.
Ketika sifat inlander bertemu hipokrisi dan fasisme, lahirlah budaya premanisme. Budaya yang mengagungkan otot di atas nalar, dan kekuasaan di atas kebenaran.

Bapakisme, Ibuisme, dan Hierarki Kekuasaan

Warisan feodalisme memperkuat struktur sosial yang dikenal sebagai bapakisme dan ibuisme. Sisstem paternalistik di mana kekuasaan dianggap milik kelompok elite. Loyalitas diukur dari kepatuhan, bukan kebenaran.

📚 Artikel Terkait

Bagai Bulan Purnama

JANGAN PERNAH TERLUPAKAN KAWAN !

Bayangan Sore Itu

Pendidikan Aceh Sudah On The Track?

Kondisi ini menjalar dari politik kekuasaan elite ke keluarga dan sekolah. Anak yang bertanya dianggap kurang ajar; mahasiswa kritis dilabeli pembangkang. Hierarki seperti ini menumbuhkan ketimpangan psikologis yang menumpuk menjadi frustrasi sosial. Ketika tekanan itu tak tertampung, ia meledak menjadi kekerasan massal atau ekstremisme.

Lingkaran Kekerasan dan Ketidakadilan Sosial

Bullying adalah mekanisme pertahanan ego yang rapuh. Ketika seseorang dipermalukan, ia belajar menindas untuk bertahan. Di sinilah lingkaran kekerasan terbentuk.
Dalam budaya kompetisi tanpa empati melahirkan manusia yang haus kemenangan. Kritik dianggap ancaman, kekalahan dianggap aib.

Kekecewaan sosial yang dibiarkan akan menumpuk menjadi ledakan sosial, sebagaimana terjadi pada Mei 1998 dan berbagai aksi ekstrem yang muncul setelahnya.

Ekstremisme dan Absennya Wajah Negara

Ekstremisme muncul ketika wajah negara tidak hadir. Saat warga tidak merasakan keadilan dan pelayanan publik, mereka mencari pengakuan melalui kelompok tertutup baik ideologis maupun digital.
Rasa keterasingan sosial menjadi bahan bakar ekstremisme.

Solusi tidak cukup dengan penegakan hukum; dibutuhkan pendekatan psikososial dan sistem pendampingan masyarakat yang mampu membaca tanda-tanda stres sosial sejak dini.

Sistem Pendampingan dan Ketahanan Sosial

Dalam kajian Resilient and Responsive Health System yang pernah saya tulis, saya mengusulkan satu orang tenaga kesehatan mendampingi 1.000–2.000 warga di wilayahnya. Pendampingan ini bukan hanya untuk kesehatan fisik, tetapi juga untuk kondisi sosial dan psikologis masyarakat.

Masalah kesehatan berkelindan dengan ekonomi, politik, dan budaya. Ketika seseorang kehilangan pekerjaan atau martabat sosial, gangguan mental muncul. Dengan sistem pendampingan yang peka terhadap perubahan perilaku, potensi ekstremisme bisa dideteksi lebih dini.

Pendidikan Humanis: Memutus Rantai Kekerasan

Sebagaimana saya tulis dalam “Pendidikan Humanis: Mengikis Feodalisme dan Otoritarianisme”, pendidikan seharusnya memanusiakan manusia. Guru seharusnya menjadi mitra berpikir yang membangkitkan keberanian moral siswa.

Sekolah harus menjadi ruang aman untuk bertanya dan berbeda pendapat tanpa rasa takut. Hanya dengan pendidikan humanis, bangsa ini dapat memutus rantai kekerasan dan membangun kesadaran baru yang berakar pada empati.

Penutup: Menyembuhkan Luka Bangsa

Bullying, feodalisme, dan ekstremisme adalah tiga wajah dari luka psikologis bangsa yang belum sembuh. Luka itu lahir dari sejarah panjang ketimpangan dan represi sosial.Bangsa yang besar bukanlah yang tak pernah berkonflik, tetapi yang mampu mengubah konflik menjadi kesadaran.

Kita memerlukan budaya baru: budaya empati, kesetaraan, dan keberanian berpikir. Ketika setiap anak Indonesia merasa aman berbicara tanpa takut dirundung, di sanalah kemanusiaan kita menemukan wajahnya kembali.

Daftar Referensi

BBC Indonesia. (2024, 17 Agustus). Dokter PPDS Undip diduga bunuh diri karena perundungan dan beban kerja yang berat. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c8erp421xj1o

DetikNews. (2025, 10 November). Polisi dalami kabar pelaku ledakan SMAN 72 Jakarta korban bullying. Detik.com. https://news.detik.com/berita/d-8200230/polisi-dalami-kabar-pelaku-ledakan-sman-72-jakarta-korban-bullying

Lubis, M. (1977). Manusia Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor.

Munira News. (2025, 11 Mei). Di manakah anak-anak kita saat kegaduhan politik merajalela? Munira News. https://muniranews.com/di-manakah-anak-anak-kita-saat-kegaduhan-politik-merajalela/

Poskota TV. (2025, 19 September). Novita Sari Yahya menggaungkan literasi self-love dan kebangsaan di panggung nasional dan internasional. Poskota TV. https://poskota.tv/2025/09/19/novita-sari-yahya-menggaungkan-literasi-self-love-dan-kebangsaan-di-panggung-nasional-dan-internasional/

Rosihan Anwar. (2005, 9 Maret). Tabiat yang kita warisi. Pikiran rakyat.

Rosihan Anwar. (2010, 4 Desember). Inlander dinilai. Kompas.

Siaran Depok. (2025, 16 September). Pendidikan humanis mengikis feodalisme dan otoritarianisme membangun karakter bangsa. SiaranDepok.com. https://www.siarandepok.com/baca/20250916/pendidikan-humanis-mengikis-feodalisme-dan-otoritarianisme-membangun-karakter-bangsa.html

Syahrir, S. (1948). Perjuangan Kita. Jakarta: Pustaka Rakyat.

Novita sari yahya
Penulis dan peneliti.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 151x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 133x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 117x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 113x dibaca (7 hari)
Hari Ampunan
Hari Ampunan
1 Mar 2025 • 98x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Novita Sari Yahya

Novita Sari Yahya

Novita sari yahya penulis dan peneliti yang bergabung di Filantropi kesehatan PKMK FKKMK UGM dan Filantropi Indone

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    153 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya

Prasasti Kebon Kopi

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

INFO REDAKSI

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

October 7, 2025

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

September 10, 2025

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00