Oleh Erika Syifaq
Taruni Kelas XI Perhotelan SMKN 1 Jeunieb
Literasi sudah selayaknya menjadi budaya yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Warga sekolah yang literat merupakan kendaraan dalam menyikapi era revolusi industri 4.0. Melalui budaya literasi, diharapkan generasi muda Aceh, khususnya taruna-taruni SMKN 1 Jeunieb mampu bertahan dan siap menyongsong kemajuan teknologi abad XXI.
Budaya literasi di sekolah diawali dengan kegiatan melek baca dan tulis (literasi baca-tulis), karena kedua keterampilan berbahasa ini merupakan dasar bagi pengembangan literasi selanjutnya, yaitu literasi matematika, sains, teknologi informasi dan komunikasi, keuangan, serta kebudayaan dan kewarganegaraan.
Budaya literasi sekolah kiranya terus digalakkan agar menjadi budaya warga sekolah. Penyebaran ‘virus’ literasi, bukan hanya tanggung jawab guru perintis semata, namun seharusnya setiap personel sekolah turut ambil bagian dalam menyukseskannya. Siswa maupun guru dapat menjadi agen perubahan (agents of change) yang mempengaruhi orang lain/siswa lain untuk berpihak menjadi masyarakat literat pula. Akan lebih baik lagi, jika dapat mengajak dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya (keluarga dan masyarakat sekitar).
Banyak cara dapat dilakukan yang sifatnya ‘persuasif/ajakan/himbauan’ agar taruna-taruni menjadi tertarik berliterasi. Salah satunya adalah menggelatungkan aneka genre buku bacaan Di bawah Pohon Rindang (DPR) yang ada di halaman sekolah sebagai pustaka ruang terbuka.
Seperti yang terlihat DPR di halaman belakang SMKN 1 Jeunieb, Kamis (25/9). Ada buku tentang cerita binatang, sejarah, hingga novel.
Para taruni pun langsung mengambil satu per satu buku tersebut. Lalu, mereka membacanya sambil duduk DPR. Di antara taruni itu, ada Nadia, Fitriyanti, dan Rifaty Karimah. Mereka ini sama-sama satu jurusan dengan saya, yaitu Jurusan Desain Pemodelan Busana kelas XI (sebelas).
Anak-anak kelas XI tersebut begitu asyik membaca buku yang bergelantungan. Mereka menyebutnya dengan DPR atau pohon baca. Hampir setiap istirahat dan sekadar meluangkan waktu, mereka memanfaatkan waktu luang untuk menikmati buku-buku di pohon baca.
Menurut bapak kepala sekolah, ide membuat pohon buku tersebut muncul sejak setahun lalu. Dia bersama beberapa guru dan taruni aktivis literasi sekolah meminjamkan aneka genre buku di perpustakaan sekolah dan menggantungnya di beberapa batang pohon rindang.
Buku-buku tersebut menjulur ke bawah seperti akar pohon sehingga anak-anak mudah meraihnya.
“Kami ingin menggerakkan budaya literasi di sekolah. Selama ini anak-anak cenderung malas datang ke perpustakaan,” ungkapnya.
Kali pertama ide itu direalisasikan, respons para guru dan taruna-taruni sangat bagus. Anak-anak lebih tertarik membaca dalam suasana terbuka. Selain itu, ada sensasi lain ketika memilih jenis buku bacaan yang digantung. Setiap istirahat dan waktu luang, DPR ini pasti ramai.
Koleksi buku di pohon baca selalu di-update. Biasanya update dilakukan tiga hari sekali. Untuk mengantisipasi turunnya hujan dan atau menjelang pulang sekolah, buku-buku ini dipindahkan oleh anggota Tim Jangkar, yaitu Klub Literasi yang dibentuk sekolah yang beranggotakan guru dan siswa.
Ruang terbuka DPR atau pohon baca tersebut sejatinya dibuat untuk mengikis kebiasaan taruna-taruni menggunakan gadget. Sebab, selama ini banyak pelajar yang gemar bermain gadget. Padahal, dampak radiasi gadget terhadap pelajar sangat buruk. Salah satunya, mengakibatkan gangguan pada saraf mata dan perkembangan otak anak. Alasan inilah bapak kepala sekolah mengalihkan perhatian kami dengan kegiatan yang positif.
Selain pohon baca, sekolah menyediakan empat buah rangkang atau semacam gazebo dan sebuah taman baca untuk alternatif tempat siswa belajar. Bahkan, pihak manajemen sekolah membatasi kami dalam hal penggunaan gadget di sekolah.
Kami dilarang menggunakan gadget di sekolah. Kecuali memang ada arahan dari guru untuk membawa gadget, itu pun hanya kepentingan belajar. Dan bila kami berkomunikasi dengan orang tua, ataupun sebaliknya pihak sekolah akan menfalisitasinya.
Diharapkan dengan adanya pohon literasi dan rangkang di setiap sudut sekolah dapat meningkatkan ketertarikan anak-anak terhadap literasi khususnya dalam membaca buku-buku yang telah tersedia.
Dengan begitu kemampuan anak-anak dalam berliterasipun dapat meningkat.