Oleh M. Iwan Kurniawan, S.Pd.
MIN 2 Langsa
Menjadi seorang guru adalah sebuah profesi yang menurut banyak orang merupakan profesi yang mulia. Hal ini tidak terlepas dari sebuah paradigma dialami hari ini, bahwa menjadi guru adalah hal yang begitu luar biasa. Mengapa tidak, pekerjaan ini membutuhkan hampir ribuan keputusan yang harus diberikan dalam menjalankan setiap tugas membersamai peserta didik. Dengan segala kreativitas dan potensi yang peserta didik miliki maka guru dituntut untuk menjadi manusia yang sempurna. Namun guru adalah manusia biasa, yang butuh didengar, diperhatikan, dan dipupuk semangatnya, agar terus dapat memberikan pembelajaran bermakna bagi peserta didiknya. Sebagian guru merasa profesi yang mulia ini, juga dapat menyebabkan kelelahan secara fisik maupun mental. Hanya ketangguhan dari seorang guru yang mampu menghadapi segala rintangan, tantangan dan segala perubahan yang dihadapi seorang guru. Sungguh sangat luar biasa sebuah tugas yang harus dipikul dan emban oleh seorang pendidik. Pembelajaran yang dahulu kala diberikan oleh guru kita, mungkin hari ini tidak atau kurang relevan untuk dapat dijalankan. Sebuah perubahan besar di era digital membuat sekat-sekat dan terkadang menjadi sebuah pisau bermata dua.
Kemajuan teknologi akan terus memberikan dampak baik positif, maupun negatif bagi dunia pendidikan. Jujur bahwa hari ini, kita harus menyadari bahwa tantangan yang kita hadapi perlu disikapi dengan kondisi mental yang matang. Kondisi yang matang ini,merupakan suatu kondisi yang siap dalam segala perubahan dan ketidakpastian. Kita dan generasi masa depan akan menghadapi gempuran teknologi yang sangat besar dan massif. Bahkan fungsi guru kini telah disandingkan dengan yang namanya teknologi Artificial Intelligence (AI).
Saat ini informasi sudah tersedia tanpa batas di ruang maya. Dengan begitu dan jarak tidak lagi menjadikan halangan bagi kita untuk dapat melakukan sebuah pertemuan secara virtual tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Akhirnya kita sama-sama bertanya apakah pembelajaran saat ini merupakan sebuah hal yang baik dan relevan dalam membingkai karakter peserta didik?
Pertanyaan ini terus terpikir di benak kita semua, apakah Mbah Google dan Artificial Intelligence (AI) dapat menggantikan peran guru dalam membingkai akhlak mulia?. Bagaimana kondisi sosial emosional yang lambat laun tergerus oleh teknologi? Sederet pertanyaan ini mulai mengusik pikiran para pendidik, dan kali ini marilah kita bersama untuk memikirkan siapapun yang merasa berkepentingan dalam membangun pendidikan di Indonesia. Mari kita bersama menyelamatkan kesehatan mental dan memberikan sebuah inovasi dalam mengajak siapapun baik itu akademisi, praktisi, pemerhati pendidikan, pemangku kepentingan dan masyarakat umum , dapat membangun sebuah ekosistem pembelajaran yang baik bagi generasi penerus bangsa.
Di era yang penuh dengan informasi, sudah selayaknya kita dapat mengingatkan akan begitu berbahayanya kebebasan berekspresi, tanpa disertai oleh sebuah tindakan yang memberikan posisi tertinggi bagi nilai dan etika. Dalam praktik pendidikan di era saat ini, pendidik dihadapkan dengan tantangan yang begitu kompleks, pola kematangan berpikir sangat diperlukan dalam menghadapi situasi ini.
Adapun beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk memberikan sebuah pembelajaran yang baik dalam membersamai generasi yang melek teknologi atau dikenal dengan generasi Z (Gen Z) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberi Ruang Kreasi yang Baik
Sesuatu yang paling menonjol dari gen Z adalah mereka lebih peka terhadap teknologi dan juga fasih dalam menggunakan sebuah teknologi yang terbaru. Pemberian ruang kreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan potensi minat dan bakat para peserta didik, namun yang perlu diingat adalah bahwa sangking fanatik dan fasihnya mereka dalam melakukan aktivitas di dunia maya dengan menggunakan teknologi, mereka juga mengalami sebuah ketergantungan yang sangat akut dan ini berpengaruh kepada kondisi kesehatan fisik dan mental peserta didik. Peserta didik cenderung menghabiskan banyak waktu dengan perangkat digital mereka dan cenderung antisosial. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan sebuah kesepakatan yang dapat dibuat antara orang tua, anak bahkan guru di sekolah. Membuat sebuah komitmen dalam mengatur penggunaan perangkat digital yang tidak hanya digunakan sebagai sarana mendapatkan informasi dan hiburan, namun dapat berkreasi dengan baik dengan perkembangan teknologi ini.
Pelibatan anak dalam proses mengambil sebuah komitmen sangat dibutuhkan di mana suara mereka berharga dan sepatutnya kita dengar sebagai orang tua maupun guru. Pengambilan keputusan dalam memberi apresiasi dan sanksi tegas adalah hal yang dapat meminimalisir dampak negatif dari penggunaan dan ketergantungan teknologi yang sangat akut. Kondisi spiritual, emosional dan sosial perlu terus ditingkatkan untuk membangun sebuah rasa empati kepada sesama.
2. Meninggalkan Kesan dan Pembelajaran yang Bermakna
Peserta didik adalah manusia dengan segala keistimewaannya. Mereka semua tidak ada yang bodoh. Mereka hanya butuh perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di sekelilingnya. Membersamai dengan hati adalah hal yang dapat bermakna bagi peserta didik. Dengan membuat segala sesuatu menjadi tidak egois dan kita senantiasa membuat suasana pembelajaransemakin berkesan. Menjadi teladan dan menjadi sosok yang selalu dinanti serta ditunggu kehadirannya adalah hal yang sangat diimpikan bagi seorang guru. Sampai pada waktunya para peserta didik akan bertanya, di masa saat tidak lagi membersamai, maka mereka akan terus mengingat Pak Bu rindu rasanya ingin kembali bersama belajar, kapan kita belajar bersama lagi Bapak Ibu? Kata-kata ini mungkin terlihat klise, tapi sesungguhnya hal ini merupakan sebuah ungkapan dan sebuah refleksi bahwa mereka sangat mencintai gurunya, karena selama ini mereka didengar, diperhatikan dan mereka juga menjadi bagian dalam kehidupan guru tersebut. Setelah proses bermakna ini guru juga semakin sadar bahwa tidak ada anak yang nakal. Yang ada hanyalah anak yang kesepian tersakiti butuh perhatian kebingungan dan ketakutan. Sehingga pada saatnya nanti makna guru yang dicinta tentu tidak hanya tertulis pada selembar kertas tapi terpatri di dalam ingat yang mendalam.
3. Mengubah Pandangan Buruk dengan Sebuah Kata Positif
Setiap kepribadian memiliki keunikan yang beragam, perjalanan hidup yang berliku serta beranekaragam. Membuat peserta didik butuh diperhatikan, untuk dilihat bagaimana mereka dapat berjuang mengatasi sebuah permasalahan kehidupan yang mereka hadapi. Orang tua terkadang sibuk dengan masalahnya sendiri, atau bahkan ikut melibatkan anak dalam sebuah persoalan yang tidak seharusnya mereka hadapi. Anak adalah seperti kertas putih mereka tergantung dengan siapa yang mewarnainya, dan warna apa yang digunakan. Kenakalan peserta didik atau dalam kata lain sebuah tindakan untuk mencari perhatian butuh ditilik bahwa mereka belum mengetahui bagaimana caranya menjadi baik. Sebagai seorang guru hendaknya kita dapat menjembatani kehangatan dan perhatian yang mungkin selama ini tidak pernah mereka rasakan.
Hadirlah dari hati ke hati, berusaha untuk ikut menjadi bagian dari apa yang mereka rasakan, tentu ini membuat sebuah ikatan yang mungkin tak diterima oleh akal, namun bisa diterima oleh hati. Memberikan rasa cinta di setiap pertemuan memberikan sentuhan kasih sayang kepada mereka yang butuh perhatian. Mereka butuh dibantu untuk mencari jalan keluar. Mereka adalah anak-anak karena belum tentu kalau kita di posisi mereka, kita kuat dalam menghadapi segala rintangan. Sifat-sifat pendidik yang dapat memberikan nuansa positif antara lain yaitu tenang dan dapat mengendalikan emosi. Cobalah untuk sedikit ramah kepada anak, murah senyum, sabar dan selalu memberikan tanggung jawab untuk menjadi seseorang yang baik.
Guru yang dicintai tidak hanya sebatas menjadi figur kedua selain orang tua yang ada di rumah, akan tetapi dapat disenangi oleh mereka didengar tutur katanya serta dicontoh tindak-tanduknya untuk berbuat baik dalam setiap suasana. Sungguh proses mencintai dan dicintai ini dapat menyembuhkan segala hal buruk yang tersimpan di dalam diri setiap insan manusia.
4. Memberikan Teladan Bagi Penerus Bangsa
Hal yang harus diperhatikan Guru sebagai fasilitator yang sekaligus menjadi teladan bagi peserta didik. Keteladanan akan menjadikan guru dapat memberikan keteduhan bagi kondisi emosional kepada ekosistem pembelajaran di lingkungan pendidikan.
Guru yang hadirnya ditunggu-tunggu dapat terjadi karena dicintai, yang bisa menjadi contoh tindak tanduknya dan memiliki tutur kata yang lemah lembut, serta memiliki kompetensi sosial dan kepribadian. Teladan ini sekaligus sebuah cerminan untuk dapat dikagumi dan terus menjadi inspirasi di sepanjang masa. Rasa rela berjuang dan berkorban untuk membela kehormatan antara pendidik dan peserta didik inilah yang menjadi makna dalam sosok dan kiat menjadi teladan bagi peserta didik. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal yang menjadi keteladanan bagi seorang guru merupakan sebuah daya pikat bagi peserta didik yang sepatutnya dapat kita perhatikan bersama-sama.
Di samping guru memberikan keteladanan, maka di sisi yang lain akhlak dan tingkah laku juga harus menyertai. Guru harus dilandasi dengan keyakinan yang teguh kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, sehingga guru dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mendidik serta membimbing peserta didik agar memiliki akhlak mulia. Hal inilah yang menjadi sebuah modal utama bagi seorang guru untuk melaksanakan kewajibannya.
5. Menjalani Tugas Mendidik Sebagai Sebuah Ibadah Panjang
Tidak dipungkiri kondisi mental dari seorang pendidik juga harus diperhatikan dalam segi spiritual yang mampu menjadi sebuah benteng dari segala keburukan dan kerusakan. Tugas pendidik merupakan sebuah tugas ibadah yang panjang, keyakinan akan sebuah landasan untuk melakukan perbuatan yang dapat membantu kita dalam menghadapi mahkamah Allah di akhirat kelak. Keyakinan spiritual ini sangat dibutuhkan untuk kita dapat berserah diri kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan serta memberikan kita kesempatan untuk membersamai anak-anak bangsa. Dalam melaksanakan tugas mulia ini membimbing dan mendidik. Guru harus dilandasi dengan rasa tanggung jawab untuk menerima segala tantangan yang dihadapi setiap hari dari masa ke masa. Seseorang guru juga harus memaknai makna ibadah sebagai jalan dalam memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tidak terlepas dengan menjalankan aktivitas pendidikan yang diperankan oleh seorang guru. Apabila sebuah ibadah ini dilakukan dengan sepenuh hati, serta menjunjung tinggi keikhlasan, maka hal ini menjadi ladang amal bagi pribadi guru tersebut dan mampu menghadapi segala cobaan dalam menghadapi permasalahan kehidupan. Demikianlah ibadah menjadi pengaruh yang besar bagi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga, kita bersama dapat menjaga kekuatan serta keteguhan hati dalam membingkai karakter peserta didik sehingga kita dapat menghasilkan sebuah generasi yang hebat, mandiri dan berprestasi.
Di era society 5.0 pendidik wajib memberikan sebuah pemahaman bahwa, peranan teknologi saat ini dapat perlu kita sikapi dengan bijak, diperlukan kepekaan dalam menghadapi perubahan ini adalah bersama memperkenalkan dan memberikan sebuah pendampingan. Memberikan sebuah keterlibatan dalam menerapkan sebuah proses pembelajaran, dapat memberikan sebuah dampak positif bagi kesinambungan pendidikan yang berlandaskan kesehatan spiritual, emosional serta mental. Seluruh pendidik memberikan sumbangsih bagi penguatan serta pengenalan perubahan yang nantinya akan dilanjutkan dengan proses serta konsep-konsep dari seorang pribadi peserta didik,untuk dapat menentukan dan memutuskan serta mengadopsi segala informasi-informasi yang membanjiri ruang-ruang digital.
Adaptasi dan fleksibilitas adalah hal yang sangat penting dalam menghadapi pendidikan era abad 21 ini. Para peserta didik juga harus mampu dalam menghadapi segala proses pembelajaran untuk memaknai setiap tujuan dari pembelajaran tersebut. Dibutuhkan partisipasi dari berbagai pihak untuk dapat mengambil solusi, dalam memahami peran teknologi sebagai faktor yang paling penting dalam proses perubahan di dunia pendidikan. Sudah sepatutnya penggunaan teknologi ini, dapat menjadi alat bantu dalam menghadapi segala perubahan yang ada, mengambil peluang serta keuntungan yang ditawarkan oleh alat-alat teknologi. Sehingga pada akhirnya pelajar di Indonesia dapat menggunakan teknologi yang terus berkembang, mampu memberikan pola pikir untuk siap dalam segala perubahan menuju sistem pendidikan yang menjunjung tinggi kesetaraan dan inklusifitas, serta dorongan untuk menciptakan kondisi yang kondusif antara pendidik dan peserta didik.
BIONARASI PENULIS
M. Iwan Kurniawan, S.Pd. lahir di Kota Medan 8 September 1995 merupakan Guru Kelas di MIN 2 Langsa, beralamat di Desa Sungai Pauh Kota Langsa, Provinsi Aceh. Penulis Buku Dialog Rindu ini, memiliki hobi menulis karena baginya menulis adalah cara untuk tetap abadi sepanjang masa, tanpa menulis maka kita akan hilang bersama sejarah. M. Iwan Kurniawan, S.Pd saat ini sedang semangat bergiat di Forum Penulis Kemenag Kota Langsa (FOLIKALSA). Sejak kecil iasenang berenang dan juga bermain bulutangkis. Aktif menulis sajak di https://miwankurniawan.gurusiana.id dapat dihubungi melalui alamat Email: miwankurniawan95@gmail.com, Instagram @pakguruikur dan nomor Whatshapp +62853 7254 5053.