Oleh Caca Candra Kirana
Sebelum masuk ke Indonesia, sepeda dikenal dengan nama velocipede. Transportasi roda dua ini pertama kali diciptakan oleh negara Perancis menurut ensiklopedia Columbia dalam gramedia.com. Velocipede kemudian disempurnakan oleh Baron Karls Drais dari Jerman pada tahun 1818 di era revolusi insustri pertama.
Karls Drais adalah seorang pengawas hutan, ia membutuhkan sebuah alat transportasi untuk menunjang efesiensi kerjanya. Sebelumnya, velocipede hanya terdiri dari dua tuas yang harus digerakkan oleh dua orang, ย Karls Drais mengubah modelnya menjadi dua roda yang dihubungkan dengan sebilah kayu menyerupai tempat duduk di bagian atasnya. Sepeda tersebut akan didorong oleh kaki yang menapak di tanah.
Pada masa kolonial Belanda, akhirnya sepeda dapat masuk ke Indonesia hingga ke Aceh. Zaman dulu, tidak semua orang bisa memiliki sepeda. Hanya orang kaya saja yang dapat membeli sepeda. Sepeda onthel biasanya dikendarai oleh orang-orang elit. Untuk ekonomi dibawahnya akan membeli sepeda jengki. Sepeda onthel sangat sulit dikendarai oleh anak-anak, karena bentuknya yang besar dan tinggi. Sedangkan sepeda jengki sedikit lebih kecil dibanding sepeda onthel. Sepeda jengki juga tidak memiliki bilah besi di tengah sehingga tidak menyulitkan orang pendek saat mengendarainya. Berbagai macam cara digunakan orang-orang dan anak-anak untuk bisa mengendarai sepeda pada masa itu. Jika mengingat kembali, metodenya sangat lucu-lucu.
Saya juga termasuk anak-anak yang ingin bisa mengendarai sepeda. keluarga saya memiliki sebuah sepeda jengki yang sudah tua dengan rem tangan yang sudah blong. Dengan sepeda itulah saya dan kakak saya nekat belajar sepeda. meski rem tangan blong, itu tidak menjadi masalah untuk orang Aceh yang bermental kuat dan tanpa batas. Rem blong dapat diganti dengan kaki yang kuat. Karena sepeda yang kami miliki, tidak cocok untuk dikendarai anak SD, saya dan kakak saya harus berjalan kaki untuk sampai ke sekolah. Kami ke sekolah saat matahari belum menyembulkan mahkotanya, supaya tidak panas. Namun, ketika tiba waktunya pulang sekolah, kami harus pulang dibawah terik matahari sejauh satu kilometer untuk sampai ke rumah.
Setelah kakak saya lulus sekolah, saat itu saya sudah kelas 5 SD, saya terpaksa harus pergi sekolah seorang diri. Hanya saja, ketika pulang sekolah saya memiliki teman untuk berjalan kaki bersama. Seiring berjalannya waktu, ternyata teman saya sudah dibelikan sepeda oleh orang tuanya. Maka tersisalah saya sendiri. Berjalan kaki pulang pergi sejauh dua kilometer.
Saya meminta dibelikan sepeda pada orang tua, namun sulit sekali dikabulkan karena masalah ekonomi. Setelah mendapatkan beasiswa miskin, akhirnya saya bisa membeli sepeda dengan tambahan uang dari orang tua. Mulai saat itulah sepeda menjadi teman saya sampai saya ke perguruan tinggi.
Ketika ย mahasiswa yang lain merengek tidak ingin kuliah jika tidak ada motor, saya harus mengendarai sepeda buntut yang saya beli sejak kelas 5 SD itu. Malu sekali rasanya. Saya iri dengan mahasiswa lain yang membawa sepeda cantik dengan keranjang depan yang indah. Sedangkan sepeda saya berukuran kecil dengan keranjang depan yang sudah bengkok dan karatan.
Saya bertekat untuk membeli sepeda baru. Saya memutuskan bekerja untuk menghasilkan uang dengan modal sepeda buntut itu. Alhasil, saya dapat membeli sepeda baru berwarna biru dengan harga 900 ribu rupiah. Sampai lulus kuliah, sepeda biru itulah menjadi teman baru saya. Sekarang saya sudah menjadi guru, saya juga masih menggunakan sepeda, hanya saja ada tambahan motor untuk nama lengkapnya. Sedangkan, sepeda biru itu dipakai oleh ayah saya untuk ke sawah.
Meskipun zaman sudah berganti, tidak dapat disangkal bahwa sepeda memiliki banyak kelebihan dan manfaat dibanding sepeda motor. Bersepeda dapat menyehatkan badan dan pikiran, mengurangi polusi udara, serta tidak memerlukan biaya untuk bahan bakar. Masyarakat kota ย berekonomi elit pun mulai menggunakan sepeda untuk beraktivitas seperti olahraga, kegiatan komunitas atau untuk menempuh jarak yang tidak terlampau jauh. Sedangkan, bagi masyarakat pedalaman desa yang tidak memiliki akses transportasi yang memadai, sepeda menjadi harapan untuk melangsungkan hidup dan meraih mimpi.
Program 1000 sepeda yang digagas oleh Center for Community Development and Education ย (CCDE) Banda Aceh, majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas menjadi oase bagi masyarakat miskin, kurang mampu, yatim piatu dan disabilitas. Mengingat harga sepeda dan kursi roda yang tidaklah murah disamping kebutuhan pokok, program 1000 sepeda adalah harapan yang dinanti-nantikan. Program donasi 1000 sepeda ini merupakan wujud dari kepedulian banyak pihak terhadap kemajuan pendidikan anak-anak di Aceh.
Dikutip dari potretonline.com. Program 1000 sepeda berinisiatif untuk menyumbangkan satu unit sepeda atau kursi roda kepada anak yang membutuhkan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pihak CCDE akan memasuki pedalaman desa untuk menyalurkan sepeda donasi. Sejak pertama program ini diluncurkan, sekitar 185 sepeda dan 3 kursi roda sudah diantar langsung ke penerima di wilayah Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Blang Pidie, Pidie, dan Pidie Jaya.
Permasalah pendidikan di daerah pedalaman desa atau dikenal dengan istilah daerah 3T (terdepan,terpencil dan tertinggal) harus segera ditangani. Akses sekolah yang jauh dan sulit, dukungan ekonomi orang tua yang sedikit menjadi alasan anak-anak Aceh memilih untuk putus sekolah dan membantu meringankan beban ekonomi keluarga. Padahal, pendidikan adalah salah satu faktor penting untuk dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Uluran tangan sekecil apapun dapat menjadi suntikan motivasi bagi anak-anak yang kurang mampu untuk lanjut menggambar mimpinya.
Melalui program 1000 sepeda dari CCDE, mari berpartisipasi dan peduli terhadap anak bangsa. Penyaluran bantuan diawali dengan penerimaan permohonan dari pihak yang mengetahui program 1000 sepeda ini. Nantinya, pihak penyelenggara akan meninjau dan menverifikasi profil anak serta wilayah tempat tinggalnya. Hal ini dimaksudkan agar penyaluran bantuan tepat sasaran. Sumber pembiayaan program ini berasal dari keikhlasan menyumbang para dermawan dari mana saja. Nantinya nama-nama penyumbang (donatur) akan dicantumkankan di majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas.
ย
Referensi :
https://potretonline.com/2017/08/5-sepeda-untuk-program-1000-sepeda/
https://www.gramedia.com/literasi/penemu-sepeda/
https://bobo.grid.id/read/08945138/ditemukan-sejak-tahun-1800-an-bagaimana-sejarah-sepeda?page=all
https://vintagebicyclepress.com/sejarah-sepeda-jengki/
https://www.acehnews.id/news/point-penting-capaian-pembangunan-pendidikan-di-aceh/index.html(dipublish pada September 2022)
https://www.merdeka.com/peristiwa/anak-anak-di-pedalaman-aceh-utara-banyak-putus-sekolah.html(dipublish pada Agustus 2021)
ย
Biodata Penulis :
Caca Candra Kirana, asli Aceh. Berdomisili di salah satu desa di kecamatan Meureudu, Pidie Jaya. Lulusan Pendidikan Fisika Unsyiah tahun 2018. Saat ini mengabdi menjadi guru di MAS Jeumala Amal, Pidie Jaya.