• Terbaru

Miss Klarifikasi dan Ani-Ani Kapitalisme: Ketika Moral Bangsa Dihalukan

October 13, 2025

Memaknai Hari Pahlawan: Moral dalam Kebebasan Digital yang Harus Dikawal

November 18, 2025

Kafka dan Trio RRT Di Depan Hukum

November 17, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 17, 2025

Penjor vs Kabel PLN

November 17, 2025

Kebugaran dan Kebersamaan di Bawah Langit Paya Kareung

November 17, 2025

Otsus Aceh di Persimpangan Jalan

November 16, 2025

Pendapat Prof Jimly Soal Ijazah Jokowi

November 16, 2025

Korupsi di Sektor Kesehatan: Dari Nasionalisme STOVIA hingga Penjara KPK

November 16, 2025

Malam Layar Puisi Anak Muda 2025

November 16, 2025

Prasasti Kebon Kopi

November 15, 2025

Bullying, Feodalisme, dan Ekstremisme

November 16, 2025

Dari Sumber Daya ke Sumber Daya Damai

November 15, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
Tuesday, November 18, 2025
POTRET Online
  • Login
  • Register
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

Miss Klarifikasi dan Ani-Ani Kapitalisme: Ketika Moral Bangsa Dihalukan

Novita Sari YahyaOleh Novita Sari Yahya
October 13, 2025
0
Reading Time: 5 mins read
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh: Novita Sari Yahya

Fenomena Ani-Ani dan Paradoks Tubuh Ideal

Menarik membaca berita soal ani-ani olahraga yang viral di TikTok, lengkap dengan penjelasan seorang ahli kecantikan yang menjabarkan ciri-ciri fisiknya. Katanya, ani-ani mudah dikenali dari penampilan: kulit terawat, wajah bersih, dan ciri tubuh ideal. Namun, jika kita cermati, bukankah itu juga deskripsi umum untuk para “Miss” dan “Queen” yang ikut ajang pemilihan nasional maupun internasional?

Ironinya, yang dipakai sebagai standar moral justru tubuh. Padahal tubuh hanyalah wadah, bukan tolok ukur watak. Ketika media sosial dan komentar netizen mulai menentukan “siapa suci dan siapa ani-ani” berdasarkan kontur pipi dan ukuran pinggang, maka bangsa ini sedang masuk ke tahap kapitalisme estetik , di mana moral diukur lewat filter kamera.

Fenomena ini memperlihatkan betapa dangkalnya cara publik menilai perempuan. Di satu sisi, perempuan dituntut tampil cantik dan ideal tapi di sisi lain, ketika memenuhi tuntutan itu, ia dituduh menjual diri. Sebuah jebakan moral yang diciptakan oleh masyarakat yang gemar berteriak etika, tapi tak pernah menatap dirinya di cermin.

Kapitalisme Tubuh dan Moral yang Dapat Disewa

Mari jujur sejenak: ani-ani bukan monopoli satu profesi atau keberadaan di dunia olahraga seperti tuduhan di media sosial yang beredar luas. Tapi lintas bidang, lintas jabatan, dan lintas status sosial. Di negara yang mendewakan uang, ani-ani adalah spesies paling adaptif karena bisa berkembang biak di mana saja: di kantor, di dunia hiburan, di ruang olahraga, bahkan di balik layar politik.

Kalau mau adil, jangan hanya menghakimi perempuan. Karena di sisi lain, banyak pria muda juga menjadi sugar baby bagi oknum tante-tante pengusaha, istri pejabat, bahkan pejabat perempuan. Kapitalisme rupanya adil secara ironi karena tidak memandang gender, yang penting ada saldo dan uang rekening.

Gagasan Rumah Pengasuhan ke Ketahanan Keluarga

Program Rumah Pengasuhan Anak dan Pendidikan Keluarga yang di gagas bertujuan membentuk ketahanan keluarga dan individu masyarakat Indonesia agar tidak mudah terseret arus semu seperti ini. Kita perlu membentengi generasi muda dari dua ekstrem. Ide sekuler kebablasan yang menganggap segala sesuatu boleh selama viral, dan ide ekstrem yang menolak perubahan dengan membabi buta.

Keduanya sama-sama tidak berakar pada kearifan lokal. Indonesia sejak lama punya falsafah “malu jika tidak tahu diri”, bukan malu karena tidak cantik atau tidak kaya, melainkan malu karena kehilangan akal sehat.

Miras, Pejabat, dan Etika Publik yang Dilecehkan

Di saat masyarakat sibuk memperdebatkan moral ani-ani, kita disuguhi video viral lain: pejabat negara berpesta miras bersama istri pengusaha, dengan harga minuman mencapai puluhan juta rupiah per botol. Katanya, itu bagian dari diplomasi santai. Tapi yang santai justru rasa malu bangsa ini.

Etika pejabat publik bukan urusan privat. Jabatan publik adalah mandat moral, bukan tiket bebas etika. Perilaku pejabat yang mengonsumsi alkohol secara terbuka jelas melanggar norma sosial mayoritas masyarakat Indonesia dan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Ketika pejabat berdalih “hak asasi untuk bersenang-senang”, ia lupa bahwa hak publik untuk menilai justru lahir dari uang rakyat yang menggaji mereka. Maka, yang mabuk bukan hanya pejabatnya tapi juga nalar publik yang terlalu lama disuguhi tontonan tanpa konsekuensi.

📚 Artikel Terkait

Firman dan Sabina Dinobatkan Menjadi Duta Wisata Lhokseumawe 2023

Pengaruh Internet dan Gadgets Bagi Masyarakat Kita

Azyumardi Azra, Sang Intelektual Organik Yang Rendah Hati

10 Penyair Hebat Sumbar dan Prof Hashim Yaacob Malaysia Baca Puisi pada Merdeka Berkarya SatuPena Sumbar

Pageant dan Perempuan di Panggung Halu

Hal yang sama terjadi di dunia pageant, ajang yang seharusnya menjadi ruang perayaan perempuan justru sering berubah menjadi parade eksposur tubuh. Memang tidak semua, tapi sebagian besar panggungnya menampilkan pakaian bikini dua potong dan pesta glamor yang seolah menjadi standar empowerment.

Pertanyaannya: apakah perempuan harus memamerkan tubuh untuk membuktikan dirinya berdaya? Jika demikian, maka pemberdayaan hanya berpindah tangan dari patriarki ke kapitalisme.

Banyak ajang beauty pageant kini dikritik karena gagal membedakan antara empowerment dan eksploitasi. Padahal, perempuan Indonesia punya banyak representasi kuat tanpa perlu bikini. Dari petani di lereng Gunung Merapi yang mengelola lahan dengan tangguh, hingga dosen dan peneliti perempuan yang menulis tanpa suara tapi berdampak nyata.

Perempuan Indonesia itu progresif, tapi juga waras. Ia tidak butuh validasi eksternal untuk disebut “queen”. Dalam dunia yang kian halu ini, menjaga kepantasan bukan tanda kolot, justru bentuk perlawanan elegan terhadap sistem yang menjadikan tubuh perempuan sebagai papan reklame.

Miss Klarifikasi dan Bangsa yang Ketagihan Branding Halu-halu.

Kini muncul kasta baru di media sosial: Miss Klarifikasi dan Mr. Maaf-ya-Netizen. Setiap kali tersandung isu moral, klarifikasi datang lebih cepat dari rasa bersalah. Kita hidup di masa , di mana permintaan maaf dijadikan konten, dan integritas digantikan oleh kemampuan mengelola opini publik.

Bangsa ini seperti tengah mabuk klarifikasi sehingga semuanya ingin dimaklumi, bahkan yang tak pantas untuk dimaklumi. Dari pejabat pesta miras, selebritas yang jual ilusi, hingga netizen yang haus drama moral orang lain.

Padahal, bangsa yang sehat bukan bangsa yang paling sering klarifikasi. Karena perilaku publik dan pribadi sudah sejalan dengan nilai dasar yaitu malu, sopan, dan tahu diri.

Menjadi Perempuan Indonesia: Progresif tapi menjaga batasan

Kepantasan dan kepatutan bukanlah beban, tapi batas. Batas yang menjaga agar kemerdekaan tidak berubah menjadi kebablasan. Perempuan Indonesia bisa maju tanpa kehilangan jati diri; bisa modern tanpa melupakan akar budaya; bisa tampil percaya diri tanpa harus menjadi Miss Understanding.

Perempuan Indonesia sejati adalah yang menjaga keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Ia sadar bahwa menjadi modern bukan berarti menanggalkan moralitas, dan menjadi religius bukan berarti menolak perubahan. Ia berjalan di tengah, dengan kepala tegak, langkah mantap, dan hati waras.

Penutup: Dari Ani-Ani ke Integritas

Fenomena ani-ani hanyalah cermin kecil dari penyakit besar bernama kapitalisme moral. Ia menjual tubuh, nama, dan bahkan harga diri, dengan kemasan berkilau. Tapi seperti semua kemasan, isinya tak selalu seindah bungkusnya.

Kita tidak butuh lebih banyak Miss Klarifikasi atau Mr. Viral Demi Cuan. Kita butuh Miss Integritas, yang tak perlu menjelaskan siapa dirinya karena tindakannya sudah cukup berbicara.

Indonesia tidak kekurangan kecantikan. Yang langka hari ini adalah kewarasan.

Referensi

Katadata. (2023). Tren Konsumsi Alkohol di Indonesia dan Dampaknya terhadap Generasi Muda.

Kompas.com. (2024). Etika Publik dan Tanggung Jawab Moral Pejabat Negara di Era Media Sosial.

Tempo.co. (2024). Pageant dan Representasi Perempuan Indonesia: Antara Empowerment dan Eksploitasi.

Novita sari yahya.
Peneliti, penulis dan national director Indonesia 2023-2024.
Perempuan Indonesia tidak butuh validasi karena sudah menjadi miss undestanding dan miss klarifikasi.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 114x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 103x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 87x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 86x dibaca (7 hari)
Hari Ampunan
Hari Ampunan
1 Mar 2025 • 76x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Novita Sari Yahya

Novita Sari Yahya

Novita sari yahya penulis dan peneliti yang bergabung di Filantropi kesehatan PKMK FKKMK UGM dan Filantropi Indone

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    153 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya

Menjadi Sosok Guru Role Model yang Growth Mindset bagi Peserta Didik

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

INFO REDAKSI

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

October 7, 2025

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

September 10, 2025

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00
Go to mobile version