• Terbaru
Koperasi Desa Merah Putih dan Tantangan Implementasi Inpres: Antara Harapan, Realita, dan Logika Kebijakan

Koperasi Desa Merah Putih dan Tantangan Implementasi Inpres: Antara Harapan, Realita, dan Logika Kebijakan

July 25, 2025
Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

November 12, 2025

Teladan Pahlawan Sebagai Cermin Moral Generasi Muda

November 11, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 11, 2025

Benarkah Matematika Mata Pelajaran Horor?

November 11, 2025

Kepemimpinan, Kecantikan, dan Penampilan Perempuan Dibentuk oleh Budaya Patriarki

November 11, 2025

Kasino Pertama di Uni Emirat Arab: Antara Diversifikasi Ekonomi dan Dilema Identitas Islam

November 11, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 11, 2025

Pahlawan dan Peradaban

November 11, 2025

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Mengoreksi Adab Kemanusiaan Kita ( Hari Pahlawan)

November 10, 2025

Menimbang Relativisme Pahlawan

November 10, 2025

Kehebohan Miss Universe 2025: Drama, Sponsor, dan Suara Perempuan

November 10, 2025
Wednesday, November 12, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Login
  • Register
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
POTRET Online
No Result
View All Result

Koperasi Desa Merah Putih dan Tantangan Implementasi Inpres: Antara Harapan, Realita, dan Logika Kebijakan

RedaksiOleh Redaksi
July 25, 2025
0
Reading Time: 4 mins read
Koperasi Desa Merah Putih dan Tantangan Implementasi Inpres: Antara Harapan, Realita, dan Logika Kebijakan
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Dayan Abdurrahman

Koperasi sejak lama digadang-gadang sebagai sokoguru perekonomian Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Melalui berbagai kebijakan, termasuk Instruksi Presiden (Inpres), pemerintah mencoba mendorong gerakan koperasi sebagai instrumen pemerataan ekonomi.

Salah satu inisiatif terbaru adalah gagasan pengembangan Koperasi Desa Merah Putih yang konon akan menjangkau hingga 80.000 unit di seluruh tanah air. Namun, muncul pertanyaan mendasar: sejauh mana pemerintah benar-benar berperan sebagai penggerak, bukan sekadar simbol, jika pendanaan hanya diberikan setelah koperasi berjalan mandiri dan menghasilkan keuntungan? Apakah skema ini realistis dan selaras dengan semangat Inpres yang notabene adalah instrumen strategis negara?

Data dari Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop, 2023) menunjukkan bahwa dari 127.124 koperasi aktif di Indonesia, hanya sekitar 31% yang benar-benar sehat dan beroperasi optimal. Di Aceh, misalnya, terdapat sekitar 6.800 koperasi (BPS Aceh, 2023), namun kurang dari 40% yang dinilai aktif dan berkelanjutan. Sebagian besar koperasi desa menghadapi masalah klasik: keterbatasan modal awal, lemahnya manajemen, dan rendahnya literasi keuangan anggota. Jika pemerintah berencana mendorong pembentukan koperasi baru tanpa skema dukungan awal—baik berupa modal, pelatihan, maupun akses pasar—risiko kegagalan akan sangat tinggi. Sejarah mencatat, banyak koperasi yang terbentuk hanya karena proyek atau dorongan politik, namun mati suri karena tidak mampu bersaing atau bertahan tanpa sokongan awal.

Logika kebijakan publik menuntut bahwa Instruksi Presiden seharusnya tidak hanya memerintahkan pembentukan, tetapi juga memastikan ekosistem dukungan. Tanpa itu, Inpres berpotensi menjadi instrumen administratif yang hanya menambah beban pengurus koperasi dan harapan palsu bagi masyarakat desa. Dalam konteks inisiatif Koperasi Desa Merah Putih, jika pendanaan hanya disalurkan setelah koperasi menghasilkan keuntungan, siapa yang bertanggung jawab menyediakan modal awal? Apakah pemerintah berharap pengurus mencari pinjaman ke bank dengan risiko bunga, sementara negara sekadar bertindak sebagai penonton yang baru hadir ketika keuntungan muncul? Pola seperti ini akan membuat masyarakat memandang pemerintah sebagai pihak yang hanya ingin menuai hasil, bukan berbagi risiko.

Kebijakan publik yang sehat seharusnya mempertimbangkan tahapan pertumbuhan koperasi. Berdasarkan studi Kemenkop (2022), koperasi baru biasanya membutuhkan 2–3 tahun untuk mencapai arus kas positif, tergantung pada jenis usaha dan kapasitas manajemen. Tanpa dukungan modal awal, kebanyakan koperasi akan gagal sebelum mencapai tahap tersebut. Bahkan, dari 10 koperasi baru yang terbentuk pada 2019–2020, 6 di antaranya tidak lagi aktif pada 2023 (Data BPS). Penyebab utama? Modal kerja yang tidak mencukupi dan minimnya akses pembinaan.

Pemerintah seharusnya belajar dari program sebelumnya, seperti Gerakan Koperasi Nasional pada 1970–an atau program revitalisasi koperasi 2014–2019, yang menunjukkan bahwa keberhasilan koperasi sangat ditentukan oleh kombinasi modal awal, pembinaan berkelanjutan, dan penguatan jaringan pasar. Tanpa itu, koperasi cenderung menjadi beban administrasi yang menambah angka statistik tetapi tidak berkontribusi signifikan pada ekonomi lokal.

📚 Artikel Terkait

GSI Aceh Melaju ke 16 Besar Nasional

Jujur Sebagai Jalan Sukses

Untukmu, Para Bunda..

Manggeng, Maafkan Hanya Sejenak

Pertanyaan krusial lainnya adalah mengapa pemerintah memilih pendekatan Inpres jika pendanaannya bersifat pasif? Instruksi Presiden biasanya diterbitkan untuk kebijakan strategis yang melibatkan koordinasi lintas kementerian, anggaran negara, dan target jangka panjang. Jika skemanya hanyalah “koperasi dibentuk, lalu dibiarkan mencari modal sendiri, dan pemerintah datang setelah ada keuntungan,” maka fungsinya nyaris serupa dengan gerakan swadaya murni masyarakat. Dalam logika sederhana, masyarakat sebenarnya bisa membentuk koperasi tanpa perlu Inpres. Kehadiran Inpres hanya relevan jika negara benar-benar hadir dengan sumber daya: dana, regulasi pendukung, dan akses ke pasar nasional.

Di sisi lain, kritik terhadap pemerintah juga harus diimbangi dengan pengakuan terhadap keterbatasan anggaran negara. Risiko kerugian dalam pembiayaan koperasi bukanlah hal sepele. Data Kemenkeu (2021) menunjukkan bahwa lebih dari Rp1,2 triliun dana bergulir LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir) untuk koperasi belum kembali secara penuh, sebagian karena manajemen koperasi yang lemah. Oleh karena itu, kehati-hatian pemerintah bisa dimaklumi. Namun, jika kehati-hatian tersebut berujung pada minimnya peran negara pada tahap awal, masyarakat akan mempertanyakan tujuan sebenarnya dari gerakan Koperasi Desa Merah Putih. Apakah ini program pembangunan, atau sekadar proyek citra?

Solusi yang bisa dipertimbangkan adalah model hybrid pendanaan dan pembinaan. Misalnya, pemerintah menyalurkan hibah terbatas untuk modal awal (seed capital) yang hanya dapat digunakan untuk kebutuhan vital, seperti pembelian peralatan atau pelatihan anggota, sementara pembiayaan lanjutan bisa berbentuk pinjaman lunak dengan pengawasan ketat. Selain itu, kemitraan dengan BUMN atau sektor swasta bisa menjadi jalan tengah agar koperasi memiliki akses pasar yang pasti sejak awal. Pendekatan ini akan membuat peran pemerintah lebih substantif, bukan sekadar administratif.

Sebagai warga masyarakat yang mengamati fenomena ini, penting untuk menegaskan bahwa kritik terhadap program pemerintah bukan berarti menolak gagasan koperasi. Justru sebaliknya, koperasi adalah salah satu instrumen terbaik untuk memperkuat ekonomi desa, mengurangi ketimpangan, dan mendorong kemandirian. Namun, gagasan yang baik harus diikuti oleh desain kebijakan yang realistis dan adil. Pemerintah tidak bisa hanya “menggembor-gemborkan” target 80.000 koperasi tanpa komitmen sumber daya yang memadai. Jika tidak, masyarakat akan merasa bahwa koperasi hanyalah alat politik jangka pendek, bukan solusi jangka panjang.

Ke depan, transparansi program Koperasi Desa Merah Putih menjadi kunci. Publik berhak mengetahui berapa alokasi dana negara yang disiapkan, mekanisme penyaluran, serta standar keberhasilan yang digunakan. Data BPS dan Kemenkop perlu disajikan secara terbuka agar masyarakat bisa menilai efektivitasnya. Tanpa itu, kepercayaan terhadap gerakan koperasi akan terus menurun, dan koperasi hanya akan menjadi jargon tanpa substansi.

Pada akhirnya, sebagai pemerhati koperasi, saya percaya bahwa gerakan koperasi bisa berhasil jika ada kemauan politik yang nyata, desain kebijakan yang solid, dan dukungan masyarakat yang kuat. Pemerintah harus berani mengambil peran sebagai fasilitator sekaligus mitra, bukan sekadar penonton yang datang ketika keuntungan sudah terlihat. Dengan pendekatan yang lebih berimbang, Koperasi Desa Merah Putih bisa menjadi tonggak kebangkitan ekonomi desa, bukan sekadar catatan di atas kertas.

*Warga Desa Cot Paya, Aceh besar

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 210x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 193x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 160x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 151x dibaca (7 hari)
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 151x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    152 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya
Puisi-Puisi Boy Mihaballo

Puisi-Puisi Boy Mihaballo

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00