Dengarkan Artikel
Oleh Dr. Nurkhalis Muchtar, Lc.MA
Abu Muhammad Zamzami, masih keturunan ulama dan pengawal agama masyarakat Aceh Besar. Dalam dirinya mengalir darah pejuangyang diwarisi dari Teungku Chik Ahmad Buengcala yang merupakan ulama pejuang, pendiri Dayah Buengcala seangkatan dengan Teungku Chik Di Tiro. Abu Muhammad Zamzami lahir pada tahun 1936 di Desa Lambaro Deyah, tepatnya di Kecamatan Kuta Baro Aceh Besar.
Setelah menempuh pendidikan umumnya di Sekolah Rakyat Lam Ateuk, maka Abu Muhammad Zamzami mulai belajar dari seorang Ulama Aceh Besar lainnya di Dayah Ulee Titi kepada Abu Ishaq Ulee Titi yang merupakan murid dari Abu Hasan Kruengkalee. Sekitar lima tahun beliau belajar di Dayah UleeTiti, merasa ilmunya masih belum mapan, maka Teungku Muhammad Zamzami melanjutkan kajian keilmuannya ke salah satu Dayah di Sawang yang juga dipimpin oleh Ulama yang bernama Teungku Ishaq atau Teungku Jeunib. Tidak berapa lama beliau di Dayah Sawang, Abu Muhammad Zamzami kemudian melanjutkan pengembaraan ilmunya pada tahun 1954 di Dayah Darussalam Labuhan Haji yang dipimpin oleh Syekh Muda Waly al-Khalidi.
Pada tahun 1950-an umumnya murid-murid senior Abuya Muda Waly belum banyak yang pulang kampung, karenaUmumnya para santri senior yang kemudian menjadi ulama dan panutan di wilayahnya masing-masing mulai pulang di tahun 1956 seperti Abuya Aidarus Abdul Ghani Riau, Abu Samsuddin Sangkalan dan ulama lainnya. Adapun Abu Tanoh Mirah pulang di tahun 1957, tahun 1958 Abon Aziz Samalanga, tahun 1959 Abu Tumin dan ulama lainnya yang kemudian mendirikan Dayah di wilayahnya masing-masing.
Abu Muhammad Zamzami banyak belajar dari murid Abuya yang juga berasal dari Desa Cot Cut Kuta Baro Abu Usman Fauzi Lhueng Ie yang lebih awal di Dayah Darussalam Labuhan Haji. Setelah lebih kurang 14 tahun Abu Muhammad Zamzami belajar dan mengajar di Dayah Darussalam Labuhan Haji, tibalah waktunya beliau memohon izin dari Ummi Padang Istri Abuya Muda Waly untuk pulang kampung demi menyebarkan ilmu agama yang telah dimilikinya.
Kepulangan beliau di tahun 1968 setelah menerima sepucuk surat dari abang sepupunya Abu Abdullah Lamceu Pimpinan Dayah Daruzzahidin yang juga lulusan Labuhan Haji. Selama 3 hari 3 malam Abu Muhammad Zamzami berangkat dari Labuhan Haji dengan membonceng dua orang muridnya yaitu Abi Thantawi Jauhari dan Teungku Mahyuddin Lam Asan. Sesampainya di kampung halaman setelah belasan tahun menimba ilmu di berbagai dayah, maka dalam usia yang masih belia sekitar 32 tahun beliau mulai membangun sebuah lembaga pendidikan yang diberi nama Istiqamatuddin Darul Muarrif.
Kehadiran Dayah Darul Muarrif disambut dengan suka cita oleh masyarakat Kuta Baro secara khusus dan Aceh Besar secara umum, mengingat belum banyak dayah yang besar ketika itu. Dengan segenap kesungguhan dan keistiqamahan Abu Muhammad Zamzami yang kemudian dikenal pula dengan Abu Amplam Golek karena banyaknya buah buahan tersebut yang tumbuh di Dayahnya itu dan kadang pulang disebut dengan Abu Ahmad Perti dinisbahkan beliau ke organisasi Perti sebuah organisasi Islam Ahlussunnah Waljama’ah yang dibawa pulang oleh Abuya Muda Waly dari Padang. Beliau telah meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai agama, dan merubah pemikiran mereka untuk lebih mendalami ilmu keagamaan.
Berkat kesungguhan dan keistiqamahan beliau dalam mengajar, maka Dayah Darul Muarrif telah mampu menghadirkan kader-kader ulama dan ilmuan yang mumpuni dalam kajian keislaman. Sebut saja beberapa ulama yang merupakan lulusan Darul Muarrif yang dididik oleh Abu Muhammad Zamzami misalnya: Abati Ramli Krueng Mane, Abi Thantawi Jauhari yang melanjutkan kepemimpinan dayah dan kemudian mendirikan Dayah Baitusshabri, Abu Thaharuddin Bahar Krueng Batee Pimpinan Dayah Raudhatul Ulum, Abu Mahmuddin Pimpinan Serambi Aceh, Abu Mahdi M. Daud yang melanjutkan kepemimpinan Dayah setelah Abu Thantawi Jauhari, Abi Syarifudin Bidok ulama Pidie Jaya, dan begitu banyak Teungku yang merupakan alumni Dayah Darul Muarrif, termasuk yang melanjutkan kepemimpinan Dayah sekarang setelah Abu Mahdi yaitu Teungku Haji Muhaffadh MZ dan Teungku Mufaddhal MZ. Setelah pengabdian yang panjang dan kontribusi yang besar terhadap masyarakatnya, maka wafatlah ulama tersebut di tahun 1999 dalam usia 63.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini






