• Terbaru

Organisasi Mahasiswa, EO Berkedok Pergerakan!!

May 22, 2025

Nyanyian Terakhir Cenderawasih

November 14, 2025

Menjaga Integritas dan Kesehatan Finalis Melalui Gerakan Self Love

November 13, 2025

Serangkai Puisi Alkhair Aljohore

November 13, 2025

Rumah Tuhan pun Dikorupsi, Kurang Brengsek Apa Korupsi di Negeri Ini

November 13, 2025

Puisi-Puisi S.Sigit Prasojo

November 13, 2025

Membaca Anugerah Fiksi Szalay dan Deem

November 13, 2025

Bali Istimewa (yang) bukan Daerah Istimewa

November 13, 2025
Pendekatan Parindra Terhadap Kaum Marhaen di Jambi: Nasionalisme dan Gerakan Ekonomi Rakyat

Pendekatan Parindra Terhadap Kaum Marhaen di Jambi: Nasionalisme dan Gerakan Ekonomi Rakyat

November 12, 2025

Hening, Diam dan Sunyi

November 12, 2025

BENGKEL OPINI RAKyat

November 12, 2025
Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

November 12, 2025

Teladan Pahlawan Sebagai Cermin Moral Generasi Muda

November 11, 2025
Friday, November 14, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Login
  • Register
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
POTRET Online
No Result
View All Result

Organisasi Mahasiswa, EO Berkedok Pergerakan!!

RivaldiOleh Rivaldi
May 22, 2025
0
Reading Time: 3 mins read
🔊

Dengarkan Artikel

Perdebatan hebat terjadi di meja kopiku. Meja kopi yang diisi oleh semua kalangan mahasiswa lintas universitas. Kami memperdebatkan antara fungsi organisasi hari ini sebagai apa. Kami saling bertukar sudut pandang, tapi tak mencela. Kami menyebutkan meja kopi tersebut dengan Perhimpunan Rakyat Merdeka (PRM).

Di tengah semakin menipisnya semangat perlawanan dalam dunia kampus, kita dihadapkan pada satu ironi besar: maraknya organisasi mahasiswa yang memakai nama “pergerakan”, namun seluruh aktivitasnya tak lebih dari praktik event organizer. Mereka suka mengemas seminar, pelatihan, dan perlombaan berlabel perubahan sosial, namun seuruhnya itu, pergerakan telah dijadikan komoditas. Isu hanya jadi tema, dan idealisme hanyalah janji sementara.

Organisasi semacam ini dibangun pada logika proyek, tak ada kesadaran kritis. Alih-alih membentuk kader yang peka terhadap isu sosial-politik, mereka lebih sibuk merancang proposal, mencari sponsor, dan mengejar engagement. Semua aktivitas mereka dirancang demi branding, bukan perjuangan. Tak ada perenungan ideologis, tak ada advokasi konkret, apalagi aksi makmum dari keresahan rakyat. Mereka nyaman dengan pencitraan, cukup puas dengan pujian di media sosial dan plakat penghargaan dari institusi.

Yang lebih ironis adalah mereka kerap menggunakan nama besar gerakan mahasiswa, menembak nama-tokoh-tokoh pergerakan, meminjam diksi perjuangan, dan mengaku diri sebagai representasi suara rakyat. Padahal, kehadiran mereka di tengah krisis demokrasi kampus, komersialisasi pendidikan, dan ketimpangan sosial nyaris tak terasa. Mereka menjadi lembaga yang steril dari konflik, aman dari tekanan, karena memang tak pernah benar-benar menyentuh hal-hal yang mengancam status quo.

Model organisasi seperti ini tumbuh subur karena ada ruang yang disediakan oleh birokrasi kampus dan iklim pragmatisme di kalangan mahasiswa itu sendiri. Banyak kampus lebih nyaman mendukung organisasi yang “tertib”, “produktif”, dan “tidak berisik” dalam arti tak mengganggu kebijakan kampus, tak menuntut keadilan, cukup hadir sebagai mitra pelaksana acara. Akibatnya, organisasi mahasiswa yang benar-benar kritis dan militan justru sering dipinggirkan, dicap radikal, atau dikriminalisasi.

Ini adalah bentuk banalitas pergerakan. Kita sedang menyaksikan bagaimana simbol-simbol perjuangan dikapitalisasi, dan idealisme dijual murah dalam paket sponsorship. Mahasiswa tak lagi diajak berpikir tentang rakyat kecil, buruh, petani, atau kebijakan pendidikan nasional, tapi lebih sibuk membahas konten, pencitraan, dan impresi.

📚 Artikel Terkait

Banda Aceh Kini Miliki Galeri Wisata Representatif

Untaian Puisi-Puisi Penuh Makna L.K. Ara

Puisi-Puisi Ramadhan Zulkifli Abdy

LAJULAH BIDUKKU LAJU, ACEH LON SAYANG

Sudah saatnya kita membongkar kepalsuan ini. Mahasiswa harus berani membedakan mana gerakan sejati dan mana yang hanya replika kosong. Pergerakan bukan soal seberapa besar acara, tapi seberapa besar dampaknya pada kesadaran dan keberpihakan. Organisasi mahasiswa semestinya membentuk manusia merdeka, bukan pelaksana acara. Jika mahasiswa terus terjebak dalam mentalitas EO berkedok pergerakan, maka perlawanan akan mati sebelum sempat dilahirkan.

Kita harus merebut kembali makna organisasi mahasiswa—sebagai ruang pembebasan, bukan sekadar lembaga penyelenggara kegiatan. Perlu revolusi cara berpikir, reorientasi nilai, dan keberanian untuk melawan arus pragmatisme. Karena tanpa itu, kampus hanya akan jadi ladang produksi panitia, bukan pemimpin masa depan.
Kenapa ini bisa terjadi?

Karena orientasi banyak mahasiswa sudah bergeser: dari perlawanan menuju performa. Perjuangan dilihat bukan sebagai panggilan nurani, tapi sebagai “jalur prestasi”. Ruang-ruang organisasi yang dulu penuh perdebatan ideologis kini berubah jadi tempat rapat template proposal. Forum kaderisasi berubah jadi kelas motivasi. Dan diskusi politik digantikan workshop “public speaking untuk pemimpin”.

Sementara itu, suara-suara kritis makin dibungkam. Aksi massa dianggap usang. Advokasi dianggap membahayakan citra kampus. Dalam iklim seperti ini, organisasi EO berbaju pergerakan jadi pilihan aman. Mereka tidak mengganggu kekuasaan, tapi tetap bisa bicara soal “kepemimpinan muda dan kontribusi sosial” di panggung-panggung mewah yang ditonton rektorat.

Tapi sampai kapan kita akan terus menipu diri sendiri?

Mahasiswa harus bangkit. Harus berani berkata: “Kami bukan panitia, kami pelopor.” Organisasi mahasiswa bukan alat untuk menaikkan pamor individu, tapi ruang kolektif untuk melawan ketidakadilan. Kampus bukan pabrik sertifikat, tapi tempat lahirnya kaum tercerahkan.

Kalau kita biarkan pola ini terus berjalan, maka kita hanya sedang mencetak generasi pelaksana, bukan pemikir. Generasi yang cekatan bikin rundown, tapi gagap menyusun gerakan. Pandai menyusun proposal, tapi takut menyusun tuntutan.

Dan saat itu terjadi, gerakan mahasiswa akan benar-benar mati. Bukan karena dibungkam, tapi karena mereka sendiri memilih untuk diam.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 225x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 208x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 179x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 166x dibaca (7 hari)
Hari Ampunan
Hari Ampunan
1 Mar 2025 • 158x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Rivaldi

Rivaldi

Rivaldi Ketua umum HMI komisariat FKIP USK, Banda Aceh

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    153 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya
Saat Ketulusan Itu Tidak Kau Percayai

Saat Ketulusan Itu Tidak Kau Percayai

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

INFO REDAKSI

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

October 7, 2025

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

September 10, 2025

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00