• Terbaru
Sekolah Puluhan Juta Demi Gaji Tiga Juta

Arah Pendidikan Tinggi: Antara Kemewahan Luar Negeri dan Kedaulatan Akademik Dalam Negeri

July 17, 2025
Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

November 12, 2025

Teladan Pahlawan Sebagai Cermin Moral Generasi Muda

November 11, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 11, 2025

Benarkah Matematika Mata Pelajaran Horor?

November 11, 2025

Kepemimpinan, Kecantikan, dan Penampilan Perempuan Dibentuk oleh Budaya Patriarki

November 11, 2025

Kasino Pertama di Uni Emirat Arab: Antara Diversifikasi Ekonomi dan Dilema Identitas Islam

November 11, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 11, 2025

Pahlawan dan Peradaban

November 11, 2025

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Mengoreksi Adab Kemanusiaan Kita ( Hari Pahlawan)

November 10, 2025

Menimbang Relativisme Pahlawan

November 10, 2025

Kehebohan Miss Universe 2025: Drama, Sponsor, dan Suara Perempuan

November 10, 2025
Wednesday, November 12, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Login
  • Register
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
POTRET Online
No Result
View All Result

Arah Pendidikan Tinggi: Antara Kemewahan Luar Negeri dan Kedaulatan Akademik Dalam Negeri

Dayan AbdurrahmanOleh Dayan Abdurrahman
July 17, 2025
0
Reading Time: 4 mins read
Sekolah Puluhan Juta Demi Gaji Tiga Juta
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh: Dr. Dayan Abdurrahman

Berbicara tentang pendidikan tinggi, khususnya di jenjang magister dan doktoral, kita masih menyaksikan adanya glorifikasi terhadap perguruan tinggi luar negeri. Banyak yang meyakini bahwa kuliah di kampus global ternama adalah satu-satunya jalan menuju kualitas unggul dan pengakuan akademik. Namun sebagai seseorang yang pernah menjalani proses seleksi beasiswa luar negeri, menulis proposal riset dalam ketatnya persaingan internasional, hingga akhirnya mengalami sendiri dinamika pendidikan tinggi di Indonesia dan luar negeri, saya merasa perlu mengajak publik merenung lebih dalam: apakah benar pendidikan luar negeri selalu lebih unggul? Dan apakah model itu masih relevan dalam konteks Indonesia hari ini?

Biaya yang Mahal, Manfaat yang Belum Merata

Mari bicara angka. Untuk menyekolahkan satu orang mahasiswa doktoral ke Amerika Serikat atau Inggris, biaya yang dikeluarkan oleh negara bisa mencapai 3 hingga 4 miliar rupiah selama masa studi. Angka ini mencakup biaya kuliah, akomodasi, tunjangan hidup, dan keperluan administratif lainnya. Bandingkan dengan program doktor dalam negeri yang rata-rata bisa diselesaikan dengan biaya di bawah 400 juta rupiah per orang. Artinya, dengan dana yang sama, kita dapat mencetak sedikitnya 8 hingga 10 doktor baru di dalam negeri. Ini bukan sekadar matematika fiskal, tetapi soal strategi kebijakan dan pemerataan akses pendidikan tinggi.

Ketika negara-negara maju sendiri mulai mengurangi dana beasiswa karena dampak krisis global, Indonesia justru masih terjebak pada skema prestise akademik luar negeri. Padahal tantangan kita saat ini bukan hanya soal kualitas individu, tetapi kapasitas kolektif untuk membangun ekosistem riset dan pendidikan yang kuat di dalam negeri.

Pengalaman Pribadi: Tidak Semua yang di Luar Itu Lebih Baik

Saya pernah terlibat dalam proses seleksi beasiswa luar negeri dan menyaksikan sendiri betapa banyak pelamar Indonesia gagal bukan karena tidak cerdas, tapi karena tidak memiliki jaringan akademik yang memadai. Di sisi lain, banyak yang berhasil berangkat, justru kembali dengan hasil riset yang kurang relevan atau minim kontribusi terhadap problem lokal di Indonesia.

Lebih menyedihkan lagi, saya juga menjumpai lulusan luar negeri yang ketika kembali, mengalami cultural shock akademik. Mereka terbiasa dengan fasilitas, sistem terbuka, dan jejaring internasional yang kuat, namun ketika kembali ke kampus asal di tanah air, tidak mampu mentransformasikan apa yang telah mereka peroleh karena terbentur realitas sistemik: birokrasi lambat, budaya akademik yang kaku, dan kurangnya dukungan institusi.

📚 Artikel Terkait

Saya Ingin Bekerja

Abu Cot Kuta; Ulama Aceh dan Pendiri Dayah Periode Awal

SARINAH

BrainScience Academy Malaysia dan UMMAH Dirikan Laboratorium Terapi Berteknologi Tinggi untuk Disabilitas

Sementara itu, saya melihat banyak dosen dan peneliti lulusan dalam negeri yang tidak kalah kualitasnya, bahkan melebihi dalam hal dedikasi, motivasi, dan ketekunan. Mereka aktif meneliti, membimbing mahasiswa, menulis di jurnal internasional, dan memajukan institusinya tanpa harus bergantung pada simbol luar negeri. Dalam dunia akademik hari ini, metodologi, integritas, dan relevansi riset jauh lebih penting daripada lokasi institusi.

Kuliah Luar Negeri Itu Bernilai, Tapi Tidak Mutlak

Tentu kita tidak menafikan bahwa studi luar negeri memiliki nilai strategis. Belajar Islam di Arab Saudi memberi kedalaman dalam tradisi teks. Belajar teknologi di Jepang atau Tiongkok memberi paparan pada sistem yang disiplin dan inovatif. Tapi studi luar negeri bukan harga mati. Negara berkembang seperti Indonesia, yang mata uangnya lemah dan sumber daya pendidikan belum merata, harus mengambil pendekatan yang lebih adaptif.

Kita bisa mengadopsi model pembelajaran luar negeri: problem-based learning, independent research supervision, peer-reviewed feedback, kolaborasi internasional daring, bahkan pertukaran akademik jangka pendek. Inilah bentuk “pembelajaran lintas batas” yang tidak membebani anggaran negara, namun tetap membuka cakrawala mahasiswa dan dosen kita terhadap dunia akademik global.

Dengan dukungan teknologi, publikasi terbuka, dan komunikasi daring, mahasiswa Indonesia dapat membangun riset yang relevan dan terkoneksi secara global—tanpa harus berada secara fisik di luar negeri. Sebuah penelitian yang baik hari ini tidak diukur dari tempatnya ditulis, tetapi dari kedalaman pertanyaannya, ketepatan metodologinya, dan manfaatnya bagi masyarakat.

Perlu Paradigma Baru: Pendidikan untuk Bangsa, Bukan untuk Elitisme

Kita perlu membongkar mentalitas lama yang menjadikan kuliah luar negeri sebagai simbol sosial atau status elitis. Pendidikan tinggi seharusnya menjadi alat transformasi sosial, bukan sekadar kendaraan menuju karier individu. Selama ini, banyak mahasiswa luar negeri yang ketika kembali, justru terjebak dalam ekspektasi pekerjaan prestisius dan gaji besar, sementara kontribusi mereka terhadap masyarakat justru minim. Dalam konteks itu, pendidikan luar negeri kehilangan makna moral dan sosialnya.

Sebaliknya, doktor yang dibentuk dari sistem pendidikan dalam negeri yang relevan, kolaboratif, dan sadar konteks lokal, memiliki peluang lebih besar untuk membangun perubahan nyata di masyarakat. Mereka tidak hanya tahu masalah Indonesia, tapi hidup di dalamnya, mengalaminya, dan terdorong untuk memperbaikinya.

Kesimpulan: Saatnya Realistis, Bukan Minder

Sudah waktunya Indonesia memiliki arah pendidikan tinggi yang berdaulat. Kita tidak boleh terus-menerus memandang rumput tetangga lebih hijau. Kita boleh belajar ke luar negeri, tetapi tidak boleh mematikan potensi dalam negeri. Kuncinya adalah adaptasi dan komitmen. Alih-alih mengirim satu orang ke luar negeri dengan anggaran miliaran, mari kita gunakan dana itu untuk membangun kapasitas kolektif: memperkuat program pascasarjana dalam negeri, meningkatkan pelatihan dosen, memperluas akses publikasi, dan mendorong kolaborasi riset berbasis kebutuhan nasional.

Belajar bukan soal lokasi, tetapi tentang arah. Dan arah itu harus membawa kita menuju pendidikan yang lebih adil, inklusif, relevan, dan berdampak bagi bangsa. Karena pada akhirnya, yang menentukan masa depan Indonesia bukanlah di mana kita belajar, tetapi bagaimana dan untuk siapa ilmu itu kita perjuangkan.


Dayan Abdurrahman
Peneliti Pendidikan Tinggi; aktif meneliti isu-isu pendidikan pascasarjana, kebijakan beasiswa, dan pemerataan akses pendidikan di negara berkembang.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 210x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 193x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 160x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 151x dibaca (7 hari)
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 151x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Dayan Abdurrahman

Dayan Abdurrahman

Bio narasi Saya adalah lulusan pendidikan Bahasa Inggris dengan pengalaman sebagai pendidik, penulis akademik, dan pengembang konten literasi. Saya menyelesaikan studi magister di salah satu universitas ternama di Australia, dan aktif menulis di bidang filsafat pendidikan Islam, pengembangan SDM, serta studi sosial. Saya juga terlibat dalam riset dan penulisan terkait Skill Development Framework dari Australia. Berpengalaman sebagai dosen dan pelatih pendidik, saya memiliki keahlian dalam penulisan ilmiah, editing, serta pendampingan riset. Saat ini, saya terus mengembangkan karya dan membangun jejaring profesional lintas bidang, generasi, serta komunitas akademik global.

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    152 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya

BENGKEL OPINI RAKyat

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00