Oleh Satria Dharma
Ramadhan adalah bulan yang sangat Istimewa. Ada banyak orang yang berharap agar kalau bisa setiap bulan itu adalah Ramadhan. Mereka yang berharap itu adalah para anak yatim piatu, para fakir miskin, para penjual takjil, pemilik warung dan resto, para ustad pengisi mimbar-mimbar ceramah, para karyawan yang mendapat tunjangan, bonus dan THR dari kantornya.
Bulan ini adalah saat mereka merayakan Hari Raya sebelum lebaran tiba. Rejeki berdatangan dari berbagai arah dalam jumlah yang tidak disangka. Undangan bukber berdatangan dari berbagai arah. Bahkan ada Yayasan yatim piatu yang sudah tidak bisa lagi menerima undangan bukber dan aksi sosial karena sudah dibooking penuh selama satu bulan oleh berbagai lembaga dan perkumpulan. Sori yaโฆ Silakan cari yayasan yatim piatu lain yang masih bisa menerima. Kami sudah kewalahan.
Di jalan-jalan setiap hari ada pembagian takjil dan nasi kotak yang bikin jalanan macet. Kalau lewat berbagai kampus menjelang maghrib pasti macet karena para mahasiswanya hampir setiap hari berbagi takjil di jalanan. Selalu ada mobil yang ngider membagi-bagi sembako atau nasi kotak.
Seorang tukang becak yang nongkrong di becaknya bisa didatangi oleh 3 atau 4 orang yang menyodorkan takjil dan nasi kotak untuknya. Dia tidak perlu menggenjot becaknya kalau sekadar untuk makan saja.
Ramadhan memang istimewa sekaligus anomali. Bagaimana tidak lha wong bulan Ramadhan yang semestinya orang itu berpuasa dan mengurangi makan tapi justru menjadi bulan yang paling banyak konsumsi dihabiskan. This is a month of consumption. Ramadhan adalah bulan ketika berbagai macam menu kuliner disajikan dan ditawarkan di berbagai media sosial. Sakjane ramadhan iki bulan puasa atau bulan kuliner sihโฆ?! Bagaimana tidak? lha wong di masjid-masjid mereka malah menyediakan ratusan takjil dan nasi kotak bagi para jamaah.
Masjid-masjid besar itu bisa sampai menyediakan seribu lebih porsi takjil dan nasi kotak setiap malam. Masjid di kompleks perumahan saya bahkan menyediakan menu sahur bersama bagi ratusan jamaah yang mau iktikaf sejak 10 hari terakhir puasa. Sakjane iku duwit teko endi kok onok ae sing nyumbangโฆ?!
Saya kemarin ikut buka bersama karena ikut istri yang diundang teman alumninya. Tempatnya di Resto Mang Engking Yani Golf Surabaya. Jadi tempatnya itu di tengah-tengah lapangan golf yang untuk menuju ke sana cukup jauh dan tidak ada angkutan umum. Tidak ada resto atau tempat makan lain, hanya Mang Engking sendirian.
Setelah sampai di sana saya kaget karena ternyata resto ini sangat besar dengan belasan gubug-gubug dan ruang terbuka yang bisa memuat ratusan pengunjung sekaligus. Yang membuat saya lebih heran adalah ternyata tempat ini sudah penuh dibooking oleh para bukberers (peserta bukber, maksudnya).
Bahkan ketika istri saya minta tambahan meja satu saja ternyata tidak bisa. Hebatnya adalah meski pun ada puluhan meja yang harus dilayani ternyata semua menu sudah siap santap sebelum maghrib tiba. Tinggal tunggu komando adzan saja maka semua menu akan langsung diserbu bersama.
Melihat situasi ini saya jadi geli juga. Lha wong makan saja kok ya nunggu komandoโฆ. Resto ini bukan warung murah tentu saja. Lha wong nambah gurami telor asin + es teler aja istri saya bayar 200 ribuan kok. Tapi toh harga tersebut tidak membuat gentar warga Surabaya. Wani tok isineโฆ!
Kemarin saya juga menerima video tentang sebuah mall di Surabaya yang penuh sesak oleh pengunjung. Food courtnya sampai luber dan para pengunjung yang tidak dapat kursi dan meja terpaksa makan lesehan di lantai food court. Whaatโฆ! Makan lesehan di lantai mallโฆ?! Saya lalu berkomentar bahwa ternyata benar Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Lha wong mau makan di mall saja susah.
Dulu saya heran bahwa bulan Ramadhan yang semestinya orang menahan makan dan minum, tapi justru menjadi bulan makan dan minum alias bulan mbadog. Sekarang saya paham mengapa demikian. Bulan Ramadhan orang-orang mendapatkan rejeki berlebih dari kantor dan perusahaan masing-masing. Rejeki itu lalu mereka wujudkan dalam bentuk syukuran dan sedekah. Tentu saja hal pertama yang dibeli adalah makan, minum, dan jajanan.
Istri saya rutin membagikan parcel untuk teman-teman kami, keluarga dekat, dan satpam kompleks. Mostly isinya adalah makanan, minuman, dan kue-kue. Istri saya juga salah satu penyumbang acara makan di masjid kompleks kami.
Hampir semua komunitas selalu ingin mengadakan bukber jika memungkinkan. Contohnya ya teman alumni istri saya itu. Kalau bukber tentu saja kita mengonsumsi lebih banyak daripada hari-hari biasa. Itu semacam pesta kuliner laiknya. Lho, katanya puasa? Ya memang puasa. Ini kan buka bersama (untuk merayakan puasa tadi seharian penuh). Masalah buat loโฆ?!
Jadi kalau melihat hal ini mau tidak mau, maka saya harus mengakui bahwa warga Indonesia itu kaya raya, bisa makan di resto mahal bolak-balik, bisa bersedekah, bisa berzakat, bisa membagikan parcel dan THR, dan sekaligus dermawan. Kapan lagi ada Yayasan yatim piatu yang sampai menolak undangan bukber dan aksi sosial saking penuhnya jadwalnya kecuali Ramadhan?
Jadi kalau ada yang bilang โAku rindu Ramadhanโฆ!โ maka itu bukan basa-basi seperti yang diolok-olok oleh Cak Nun. Mereka memang ingin kalau bisa setiap bulan itu ya Ramadhan seperti ini. Maksudnya bukan rindu puasanya, Cak Nun. Mbotenโฆ! Mereka merindukan takjil dan nasi kotak gratisnya, THR-nya, bukbernya nang resto, parcelnya, preiannya, dan tentu saja mudik nang ndeso. Horeeeeโฆ.! Aku ketemu emakku manehโฆ! Mereka tentu saja ingin agar setahun itu ada 12 bulan Ramadhan.
Mudah-mudahan para pengusaha dan lembaga yang harus menyediakan THR pada Ramadhan ini tidak mringis dan bilang, โSetahun pisan ae, bro. iki ae wis mencret nggolekno awakmu THR-anโ. ๐ฅบ
Surabaya, 24 Maret 2025
Satria Dharma