Oleh: Dr. Nurkhalis Mukhtar, Lc, M.A
Ramadhan adalah bulan yang istimewa dan penuh keberkahan. Ramadhan hadir seperti ‘tamu’ yang membawa berbagai karunia anugerah yang dititipkan kepada kita oleh Allah Swt, baik bersifat ampunan, ganjaran pahala yang berlipat, kasih-sayang dari Allah Swt, maupun kebebasan dari api neraka. Kehadiran Ramadhan begitu ditunggu-tunggu atau dinantikan oleh para hamba Allah Swt yang senantiasa ingin mendapatkan ridha dan kasih sayang-Nya.
Para ulama telah menulis dalam berbagai literatur yang menjelaskan betapa Ramadhan memiliki banyak keistimewaan. Imam al Ghazali misalnya, menjelaskan dalam karyanya Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin berbagai aspek yang berkaitan dengan Ramadhan. Al Ghazali mengawali kitabnya dengan membahas tentang keutamaan puasa Ramadhan dengan menyebutkan beberapa hadis berkaitan tentang fadhilah dari puasa Ramadhan yang pahalanya begitu melimpah.
Bahkan dalam hadist qudsi disebutkan bahwa puasa dan amal ibadah yang dilaksanakan, disandarkan kepada Allah Swt, dan hanya Allah saja yang layak memberikan balasan terbaik bagi orang yang berpuasa.
Pada bagian kedua, Imam al Ghazali menyebutkan mengenai beberapa hukum yang berkaitan dengan fiqih puasa, dengan menyebutkan rukun, dan hal-hal yang bisa membatalkan puasa. Selain itu, beliau masih dalam Mukhtashar Ihya Ulumuddin membagi derajat dan tingkatan bagi orang-orang yang berpuasa, mulai dari puasa umum, puasa khusus dan puasa khusus dari yang khusus. Sedangkan dibagian terakhir dari karyanya tersebut Imam al Ghazali menjelaskan tentang hal-hal yang mubah yang sepatutnya dihindari ketika seseorang berpuasa. Pada bagian akhir beliau menjelaskan mengenai puasa-puasa sunnah dalam setahun.
Selain Al Ghazali, ada ulama lainnya seperti Syekh Abu Bakar Syattha al Dhimyathi dalam karyanya Hasyiah I’anah Thalibin menyebutkan sebuah hadits penting yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Baihaqi dalam KitabSyu’abul Iman dari sahabat Rasulullah Saw Salman al Farisi, sebuah hadits yang panjang redaksinya mengenai keutamaan bulan Ramadhan. Hadits yang dimaksudkan itu juga dinukil pula oleh Pakar Hadits Maroko Syekh Abdullah Shiddiq al Ghumari dalam bukunya yang berjudul Silsilah Saadah al Ghumari.
Redaksi hadits tersebut berbunyi “wahai sekalian manusia, sungguh kalian dinaungi oleh bulan yang penuh dengan keagungan dan keberkahan. Pada bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah Swt menjadikan puasa di bulan itu sebagai sebuah kewajiban, dan mendirikan malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang melaksanakan satu amalan sunnah di bulan itu, sama dengan amalan fardhu di bulan lainnya, dan barangsiapa yang beramal fardhu, sama dengan tujuh kali amalan fardhu di bulan lainnya. Ianya bulan kesabaran, dan kesabaran pahalanya adalah surga…..hingga akhir hadits”.
Di antara isi redaksi hadits tersebut di atas adalah Rasulullah Saw menyebutkan bahwa bulan Ramadhan di dalamnya ada Rahmat Allah, terutama pada fase sepuluh pertama, sedangkan pada fase pertengahan ada ampunan, dan pada bagian akhir puasa ada kebebasan dari api neraka.
Walaupun memang harus diakui ada ulama yang memandang bahwa hadits tentang pemetaan fase Ramadhan pertama rahmat, fase kedua ampunan dan fase ketiga kebebasan dari api neraka adalah Dhaif (lemah) kualitas haditsnya. Namun pendapat kita memilih pandangan kebolehan mengamalkan hadits di atas karena bersandar kepada para Imam-imam hadits yang telah disebutkan yang memandang kebolehan beramal dengan hadits riwayat Imam Ibnu Khuzaimah.
Apalagi bila memperhatikan kepada subtansi hadis, maka sama sekali tidak berbenturan dengan hadist-hadits yang lain, terutama hadits yang sahih. Semua sepakat bahwa di dalam Ramadhan mencakup berbagai macam karunia Allah, baik yang sifatnya ampunan, ganjaran pahala yang berlipat, rahmat Allah Swt, maupun kebebasan dari api neraka. Yang menjadi persoalan hanyalah mengenai pemetaan saja, atau fase-fase yang menurut hemat penulis, tidaklah subtantif untuk dipersoalkan, karena secara kandungan hadits tersebut tidak bermasalah.
Lain halnya dengan ulama kontemporer dari Syiria yaitu Syekh Musthafa Khin, Syekh Musthafa al Bugha, Syekh Ali Syarbaiji yang memberikan porsi yang besar untuk pembahasan puasa, mulai dari defenisi puasa, dalil pensyariatan, hikmah-hikmah, syarat, rukun, hal-hal yang membatalkan puasa, adab-adab berpuasa yang diakhiri dengan pembahasan iktikaf sebagaimana yang yang terdapat dalam Kitab Fiqh al Manhaji.
Khusus dalam pembahasan adab-adab berpuasa, para ulama tersebut menjelaskan beberapa amalan yang sangat dianjurkan dilaksanakan untuk menggapai Rahmat Allah di bulan Ramadhan. Di antara amalan yang disebutkan adalah; mendahulukan berbuka ketika telah tiba waktu berbuka, berbuka dengan kurma atau bila tidak ada kurma maka dengan air putih, membaca doa ketika berbuka, mengakhirkan makan sahur, tidak berbekam dan bercelak pada siang hari, meninggalkan perkataan, perbuatan dan hal-hal yang tidak patut.
Semua amalan yang dianjurkan, maupun yang diperintahkan untuk ditinggalkan bermuara kepada bagaimana menggapai rahmat Allah Swt dan menjauhi murka-Nya. Pertanyaan berikutnya adalah amalan apa yang dilaksanakan sehingga seseorang bisa menggapai rahmat Allah?. Dalam hal ini, Rasulullah Saw, menjelaskan banyak sekali amalan yang menyebabkan seseorang mendapat rahmat Allah Swt, tentunya dengan melaksanakan semua tuntunan Rasulullah Saw dalam berpuasa.
Pada siang Ramadhan misalnya, ketika sedang berpuasa, seorang yang berpuasa mengisi harinya dengan menjaga puasa agar tidak batal, mulai dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari disertai dengan niat tulus ikhlas karena mengharap ridha Allah Swt. Hamba tersebut mengisi harinya dengan membaca Al-Qur’an, mentadaburi maknanya, dan bahkan memaknai isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupannya sehari-hari.
Selain membaca Al-Qur’an, ia juga bisa melaksanakan amalan i’tikaf yang sangat disukai oleh Rasulullah Saw, memberikan paket berbuka bagi orang yang berpuasa Ramadhan, atau bahkan ia bersedekah, karena sedekah yang paling utama adalah sedekah yang diberikan dalam bulan Ramadhan. Rasulullah Saw terkenal dermawan, namun ketika Ramadhan tiba, beliau bertambah-tambah kedermawananannya seperti angin yang bertiup.
Ibadah lainnya yang bisa dilaksanakan pada siang hari adalah melatih diri dengan kesabaran karena sabar ganjarannya ialah surga. Dalam keadaan perut lapar karena berpuasa, maka potensi marah tentu memungkinkan untuk terjadi. Namun berpuasa yang benar, bisa meredam amarah yang berasal dari nafsu.
Banyak sekali amalan yang bisa dilaksanakan untuk menggapai karunia Rahmat Allah Swt di bulan Ramadhan.Apalagi pada malam bulan Ramadhan, seseorang menggapai karunia Allah dengan mendirikan malam dengan berbagai amal ketaatan yang disebutkan dalam banyak hadits ialah shalat malam atau shalat tarawih witir, yang disertai dengan ibadah-ibadah lainnya termasuk pula tadarus Al-Qur’an, tafakur dan amalan lainya. Amalan-amalan yang telah disebutkan,berpotensi mendapatkan Rahmat Allah Swt apabila disertai dengan penuh keimanan dan niat yang tulus karena mengharapridha Allah Swt saja. Sehingga Allah Swt melihat para hamba-Nya dengan pandangan kasih-sayang dan ampunan.
Rahmat Allah sebagaimana disebutkan dalam berbagai riwayat hadits begitu luas. Rahmat-Nya meliputi seluruh para hamba-Nya yang mengharap karunia Allah Swt dengan sungguh-sungguh dengan berbagai ketaatan di bulan Ramadhan. Dengan doa dan munajat yang senantiasa dipanjatkan, zikir-zikir yang membasahi lisan, maka limpahan karunia rahmat akan digapai.
Ramadhan sebagai bulan yang dikususkan dengan berbagai bonus pahala dari Allah Swt, tentunya dimaknai dengan kesungguhan dengan terus-menerus demi menjemput karunia yang Allah Swt yang dijanjikan melalui lisan Rasul-Nya. Tidak ada waktu yang dilalui di bulan yang mulia ini, melainkan hendaknya dihiasi dengan agenda-agenda ketaatan dan kepatuhan kepada Allah Swt. Karena waktu yang telah berlalu tidak pernah kembali hingga hari kiamat kelak.
Ramadhan yang kita rasakan sekarang juga begitu istimewa, mengingat telah banyak momentum waktu yang dilalui, mulai dari masa pandemi yang telah dihadapi oleh umat manusia di seluruh dunia, dan ditahun ini kita telah kembali bisa melaksanakan ibadah Ramadhan dengan perasaan senang dan penuh sukacita tentu. Maka semestinya jangan dilewatkan Ramadhan melainkan bisa dimaknai secara maksimal, agar berbagai cobaan yang melanda, diganti dengan rahmat dan kasih sayang daripada Allah Swt.
Keistimewaan Ramadhan tidak akan habis untuk dibahas dan diperbincangkan, karena inilah bulan yang dikhususkan bagi umat Islam untuk memaksimalkan berbagai macam ketaatan.Maka siapapun yang senang dengan kebaikan, maknailah bulan ini dengan berbagai kebaikan yang akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Swt. Sedangkan orang yang biasa melanggar di bulan lainnya, di bulan yang mulia ini kurangi dan hentikanlah kesalahan tersebut, mari bertaubat!.
Rasanya tidak mampu dijabarkan begitu luasnya karunia rahmat Allah Swt yang dititipkan di bulan Ramadhan. Tidak akan kering tinta untuk menulis kemuliaan dan keistimewaan di bulan yang mulia ini. Yang pasti, semua kita memiliki potensi yang sama untuk menggapai karunia Rahmat Allah Swt, maka bersungguh-sungguhlah menjemput berbagai macam bonus pahala yang Allah Swt titipkan di bulan yang mulia ini. Tidak ada kata malas atau pun terlambat dalam beramal, karena Allah Swt menunggu para hamba-Nya untuk datang kepada-Nya dengan segenap kesungguhan.
Mari berlomba-lomba menjemput rahmat dan ampunan Allah Swt, dan surga-Nya yang begitu luas yang dipersiapkan bagi hamba-hamba Nya yang bertaqwa. Karena sangat miris dan disayangkan, bila bulan Ramadhan berlalu, kita belum termasuk dalam golongan hamba-Nya yang mendapatkan berbagai pemberian yang diberikan oleh Allah Swt. Bahkan amat rugi bagi orang-orang yang menyia-nyiakan bulan yang penuh kemulian ini.