Dengarkan Artikel
Oleh Fathur Rahman Zahri Pohan
Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi Bisnis Islam, UIN Ar- Raniry, Banda Aceh
Di tengah keramaian lapangan Tugu Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh tampak sosok dua anak kecil yang berbeda dari keramaian pengunjung lain. Firza, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, menggenggam erat tangan adiknya, Nur Jannah. Terkadang Firza juga kerap memangku adiknya, saat adiknya tersebut tertidur, yang baru berusia 3 tahun. Dengan membawa karung goni lusuh di tangan mereka, mereka berjalan menyusuri lapangan untuk mencari botol bekas yang bisa dijual kembali.
Penulis yang sedang mendapat tugas melakukan observasi atau mengamati kehidupan para pengemis yang saat ini banyak ditemukan di kota Banda Aceh, langsung mendekati kedua anak kecil tersebut.
Saat mendekati mereka dan berbincang singkat, penulis mengetahui alasan di balik aktivitas ini. Firza dan Nur Jannah ternyata bukan anak yatim piatu; mereka masih memiliki kedua orang tua. Namun, kondisi kesehatan ibunya yang sedang sakit dan ekonomi keluarga yang sulit membuat mereka harus turun ke jalan demi membantu kebutuhan hidup sehari-hari.
Firza bercerita bahwa ibunya mengalami luka di kaki yang terus bernanah, membutuhkan biaya pengobatan yang besar, sedangkan ayahnya adalah seorang pengangguran.
Perjuangan Hidup Sehari-hari
Setiap hari, Firza dan adiknya berangkat dari rumah mereka di Alue Naga menuju Lapangan Tugu USK. Dari sore hingga pukul 10 malam, mereka berjalan dari satu sudut ke sudut lainnya, dan ketika mereka sudah mendapatkan botol plastik yang mereka cari, mereka akan istirahat duduk di bawah pohon di pinggir jalan. Mungkin mereka berharap ada orang baik yang memberi sedikit bantuan, atau sekadar menemukan botol plastik yang bisa dijual.
Saat jam menunjukkan pukul 10 malam, sang ayah datang menjemput mereka pulang. Pendapatan yang mereka peroleh dari mengemis sekitar Rp30.000 hingga Rp50.000 per hari. Uang ini biasanya digunakan untuk membeli beras, minyak makan, dan kebutuhan pokok lainnya.
📚 Artikel Terkait
Terkadang, mereka menerima bantuan berupa makanan, yang cukup membantu untuk mengurangi beban belanja harian. Firza berharap bisa mengumpulkan cukup uang untuk biaya operasi ibunya, agar ibunya bisa sembuh dan keluarga mereka bisa hidup lebih baik.
Pengalaman hidup Firza dan adiknya, Nur Jannah, menggambarkan betapa kerasnya perjuangan yang harus mereka hadapi dalam keterbatasan. Di usia yang masih sangat belia, mereka terpaksa memikul beban yang seharusnya tidak mereka alami, hanya demi untuk membantu perekonomian keluarga yang serba kekurangan. Kisah mereka memberikan gambaran yang jelas tentang realitas pahit yang dialami oleh banyak keluarga miskin di tengah kota Banda Aceh.
Selain faktor kemiskinan, kondisi fisik dan ayah mereka yang menganggur menjadi tantangan besar dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Kisah Firza dan Nur Jannah seharusnya menjadi cermin bagi kita semua mengenai pentingnya perhatian yang lebih besar dari pemerintah daerah. Tidak hanya dalam memberikan bantuan sesaat, tetapi juga dalam menciptakan kebijakan yang dapat membuka peluang bagi keluarga-keluarga yang terjebak dalam kemiskinan. Salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan keterampilan atau modal usaha bagi orang tua yang berusaha mencari nafkah. Hal ini akan membantu meningkatkan perekonomian keluarga secara berkelanjutan, sehingga anak-anak seperti Firza dan Nur Jannah tidak perlu lagi terpaksa mengemis di jalanan.
Selain itu, masyarakat juga memiliki peran yang sangat besar dalam mengurangi ketergantungan pada kegiatan mengemis. Solidaritas sosial yang lebih tinggi di kalangan warga dapat menciptakan lingkungan yang peduli, di mana mereka tidak hanya memberikan belas kasihan sesaat, tetapi turut mendorong program pemberdayaan ekonomi yang lebih luas.
Dengan demikian, ketika seseorang menghadapi keterbatasan fisik atau ekonomi, mengemis tidak menjadi satu-satunya solusi yang terlihat untuk bertahan hidup.
Masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk memberikan alternatif yang lebih baik dan lebih manusiawi bagi mereka yang terjebak dalam kesulitan. Dengan perhatian dan dukungan yang lebih besar, Firza, Nur Jannah, dan anak-anak lainnya dapat menjalani hidup yang lebih layak dan memiliki kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih cerah, dengan program bantuan sosial dan akses pengobatan bagi keluarga kurang mampu dapat menjadi harapan baru bagi Firza dan Nur Jannah, agar mereka bisa hidup layak tanpa harus mengemis di jalanan.
Pengamatan ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya bersyukur atas kehodupan yang kita miliki dan pentingnya solidaritas dan keperdulian sosial. Semoga dengan penelitian ini dapat menjadi perhatian pemerintah agar bisa membantu mereka meraih masa depan yang lebih cerah, serta mewujudkan harapan Firza untuk melihat ibunya kembali sehat.
29 September 2024
Banda Aceh, Lapangan Tugu USK.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

















