Rosi Meilani
Berdomisili di Worcester, Inggris
Semula perempuan kelahiran Jakarta ini ingin memulai bisnis penyedia makanan Indonesia (Grocery) pada tahun 2008. Namun saat itu Inggris Raya sedang mengalami krisis ekonomi, maka ia menahan keinginannya sampai perekonomian Inggris sedikit membaik.
Setelah ia cukup mempelajari seputar bisnis ini dari koleganya yang berjualan di Eropa, seperti Jerman dan Belanda, mulailah Tiwi merintis usahanya bersama sang suami, Jhon Pryce seorang pria Australia yang bekerja di Inggris.
Hal pertama yang ia pikirkan saat membuka usaha diawal tahun 2010 ini adalah ingin memenuhi kebutuhan grocery/makanan Indonesia bagi warga negara Indonesia yang bermukim di Inggris Raya, yang jumlahnya kian banyak. Untuk memanfaatkan technology yang ada, maka ia membuka usahanya tersebut secara online.
Melalui websitenya di http://www.indodirectfoods.com/ ia menjalankan bisnis tersebut di sela-sela pekerjaan utamanya di salah satu law firm di Canary Wharf, London. Bulan berganti tahun, bisnisnya kian berkembang. Kian berkembang pula konsumennya. Perusahaan yang dinamai IDF atau Indo Direct Food ini tak hanya melayani pembeli dari tanah Inggris saja, tapi juga dari negara-negara Eropa lainnya, termasuk Rusia.
Bahkan menurut penuturan warga Hounslow, London ini, ada juga konsumennya yang berasal dari Australia. Tentu saja itu di luar dugaannya. Mengingat pesanan bumbu instant yang dipesan pelangganannya tersebut lebih dekat jika didapatkan dari Indonesia. Namun, itulah teknologi. Internet khusunya. Jika seseorang sudah berada di depan komputer dan browsing barang yang diinginkan, lalu digiring masuk ke dalam sebuah website sesuai dengan pencariannya, maka terpisah benua pun bukan masalah lagi.
Terlebih ongkos pengiriman Inggris-Australia lebih murah dibandingkan Indonesia-Australia. Hal tersebut didukung oleh kinerja paket pengiriman barang dari Australia-Inggris yang ternyata lebih murah dibanding pengiriman barang dari Indonesia- Australia. Mungkin karena Australia adalah negara persemakmuran Inggris. Mungkin.
Selain melalui penjualan online, perempuan yang terlibat sebagai relawan di London Olympic 2012 ini pun berjualan pada gelaran-gelaran komunitas warga Indonesia di Inggris Raya. Jika dirata-ratakan dalam setahunnya ia bisa mengelar standnya sebanyak 5-6 kali. Berjualan di event seperti ini lebih menyenangkan ketimbang berjualan online. Karena selain bisa meraup keuntungan dalam jumlah besar dalam waktu seharian, hal itupun bisa dijadikan ajang silaturahmi dengan warga negara Indonesia lainnya yang tinggal di Inggris Raya. Tentu saja secara otomatis pengembangan sayap bisnis dilirik oleh konsumen baru.
Perempuan yang telah 12 tahun bermukim di Inggris ini pun pernah pula membuka standnya pada acara penjajakan kemitraan pebisnis Inggris di Kedutaan RI. Walaupun pada saat itu ia tidak mengantongi keuntungan Pounsterling yang banyak, namun caranya tersebut sangat efektif untuk berpromosi kepada para pebisnis Inggris. Waktu itu para konsumen sangat tertarik akan kopi luwak yang ditawarkannya. Juga bumbu-bumbu instant olahan anak bangsa. Pancilan promo itu pun disambut beberapa konsumen yang sekaligus pebisnis, manakala mereka bertanya: “Kalau sudah habis (barang yang mereka beli), saya bisa membelinya dimana?” Tentunya itu sebuah pertanyaan besar yang memberikan harapan besar pula.
Selain penjualan online dan gelaran stand, Tiwi dibantu oleh suaminya yang berpengalaman sebagai seorang marketing, mulai merambah bisnisnya ke retail-retail Asia.Toko terbesar yang ia suplai adalah Wing Yip Asian Store, berpusat di kota London yang kemudian disebarkan ke beberapa toko cabang lainnya. Selain memasok ke Wing Yip Asian Store ia pun memasok ke New Loon Moon (China town London), Longdan Oriental supermarket (Shoreditch – London dan Kingston Upon Thames – Surrey), KW Oriental Supermarket (Leamington Spa – Warwickshire), Chinatown Oriental Supermarket (Southampton).
Menurutnya, 8 barang dagangan terlaris adalah: Aneka kecap, aneka saos, mie instant, bumbu instant, kerupuk, cemilan, kerupuk dan gula merah. Untuk memenuhi kebutuhan pasarnya, ia memasoknya langsung dari Indonesia yang dilakukan setiap enam bulan sekali. Sebanyak satu container.
Selain mengimport barang dari Indonesia, Tiwi pun mengambil barang dagangannya dari Belanda yang setiap sebulan sekali ia lakukan. Termasuk tempe. Menyoal tempe, ternyata makanan rakyat Indonesia ini tak lagi menjadi primadona bagi orang Indonesia saja, namun mulai diminati orang bule. Terbukti dalam setiap kali mengambil barang dari Belanda, setidaknya 1.000 – 1.100 bungkus tempe ukuran 400 gram termasuk di dalamnya.
Untuk menampung semua barang dagangannya, perempuan yang berusia 42 tahun ini menyewa sebuah ware house atau gudang yang tak jauh dari rumahnya. Tiwi pun melayani teman dan pelanggannya yang sengaja datang ke ware house tersebut. Namun harus janjian terlebih dahulu dan dilakukan di akhir pekan.
Di hari kerja, biasanya Tiwi mengepak pesanan pelanggan onlinenya sepulang bekerja lalu kurir langganannya siap mengambil barang yang siap diantarkan kepada para konsumen.
Sejauh ini ia cukup senang dengan bisnis yang sangat menjanjikan keuntungan besar ini. Namun ia enggan menyebutkan secara persis keuntungan perbulannya.
Seperti bisnis lainnya, kendala selalu ada. Beberapa diantranya ia mengeluhkan kerja sama dengan beberapa supplier/pemasok barang dagangannya dari Indonesia. Mereka tidak menjunjung tinggi profesionalisme kerja. Pernah suatu ketika seorang suppliernya batal mengirimkan barang pesanannya tepat sehari sebelum barang tersebut diambil oleh kurir dengan alasan yang sangat tidak masuk akal. “Maaf pesanan ibu tidak bisa kami layani,” begitu katanya dengan nada ringan. Meski geram, ia tidak bisa berbuat apa. Padahal jika berbisnis di Inggris, hal tersebut bisa saja dituntut.
Pernah pula ia memesan barang dari sebuah perusahaan besar di Indonesia. Namun kesempatan emas yang akan menguntungkan perusahaan tersebut malah membuat calon pembeli menjadi gemas, bahkan terlintas untuk membatalkan dalam jumlah besar gara-gara setiap kali menelephon saat pemesanan dan konfirmasinya selalu diping-pong oleh lebih dari 3-4 nomor telephone dan orang yang berbeda. Mengemaskan.
Kedepannya ia menginginkan kerja sama yang baik dari para supplier Indonesia agar bisnisnya semakin lancar dengan varian barang dagangannya yang makin bertambah, agar kerinduan makanan khas Indonesia makin terpenuhi bagi seluruh warga negara Indonesia yang bermukim di Inggris. Jadi, meski kami tinggal di Inggris, makanan Indonesia bukan perkara sulit lagi.