Dari Alumni SMANSA Bima, NTB, untuk Saudara Kami di Aceh: Ketika Empati Menemukan Jalannya
Aceh

Dari Alumni SMANSA Bima, NTB, untuk Saudara Kami di Aceh: Ketika Empati Menemukan Jalannya

Oleh Redaksi
December 24, 2025
0

Oleh Muhamad Irwan Bencana tidak pernah datang sendirian. Ia selalu membawa rangkaian persoalan yang panjang, berlapis, dan kerap tak terlihat...

Baca SelengkapnyaDetails
Inisiasi Gerakan Pemulihan Pasca Banjir Bandang
#Sumatera Utara

Sampai Kapan Menormalisasi Bencana Ini sebagai Takdir?

Oleh Feri Irawan
December 24, 2025
0

Oleh Feri Irawan Bencana Hydrometeorologi meninggalkan luka yang tak bisa sembuh dalam sekejap. Infrastruktur rusak, alam menanti pemulihan, dan ekonomi...

Baca SelengkapnyaDetails
Antologi Puisi

10 Sajak Pilihan Terbaik Pulo Lasman Simanjuntak Jelang Akhir Tahun

Oleh Redaksi
December 24, 2025
0

Pulo Lasman Simanjuntak KOLAM KEMATIAN seikat perjalanandimulai dari petakuku-kuku waktumenggelisahkansekujur tubuhku tak lagi mampumenghisapmulut mataharibernyanyi kidung pagiharisepi makin terkurungpada batin...

Baca SelengkapnyaDetails
Robohnya Sekolah Kami di Tanah Gayo
#Cerpen

Robohnya Sekolah Kami di Tanah Gayo

Oleh Redaksi
December 24, 2025
0

Oleh Hamdani Mulya Suara syair Didong Gayo yang bersenandung syahdu tiba-tiba menghilang perlahan tenggelam, dibawa suara arus gemuruh banjir bandang...

Baca SelengkapnyaDetails
  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    166 shares
    Share 66 Tweet 42
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    156 shares
    Share 62 Tweet 39
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    146 shares
    Share 58 Tweet 37
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    52 shares
    Share 21 Tweet 13
POTRET Online
  • Home
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
POTRET Online
No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Kirim Tulisan

Bencana Alam atau Pembiaraan Negara?

Azharsyah IbrahimOleh Azharsyah Ibrahim
December 11, 2025
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh: Prof. Dr. Azharsyah Ibrahim, S.E.Ak., M.S.O.M.*

Banjir bandang yang menghantam Pulau Sumatra pada penghujung November 2025 lalu bukan sekadar peristiwa alam biasa. Ia adalah cermin yang memantulkan wajah asli sistem kebencanaan kita yang rapuh, lamban, dan penuh dengan ego sektoral yang mematikan.

Data dari Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor yang dikelola BNPB per Kamis, 11 Desember 2025, pukul 16.40 WIB, mencatat angka-angka yang menyayat hati: 986 jiwa meninggal dunia, 224 orang masih dinyatakan hilang, 5.100 orang mengalami luka-luka, dan 157.900 rumah rusak. Provinsi Aceh menyumbang angka korban jiwa tertinggi dengan 403 orang meninggal.

Angka-angka tersebut bukan sekadar statistik karena di balik setiap digit tersebut terdapat kisah manusia. Ada ayah yang tidak sempat memeluk anaknya, ibu yang kehilangan seluruh keluarganya, anak-anak yang menjadi yatim piatu. Tragedi ini seharusnya menjadi alarm keras bagi kita semua bahwa mitigasi bencana harus dilakukan secara serius dan proaktif, bukan reaktif setelah korban berjatuhan.

Luka Lama yang Kembali Menganga

Bagi masyarakat Aceh, tragedi ini bukan sekadar bencana alam. Ia membuka kembali luka lama tentang hubungan Aceh dengan pemerintah pusat yang kerap diwarnai kekecewaan.

Sejarah mencatat, ketika Republik Indonesia baru lahir dan terancam kolaps akibat Agresi Militer Belanda, rakyat Acehlah yang tampil di garis depan. Pada 1948, masyarakat Aceh mengumpulkan dana dan emas untuk membeli dua pesawat pertama Republik Indonesia—yang kemudian diberi nama “Seulawah” RI-001 dan RI-002. Sumbangan itu menjadi simbol kesetiaan Aceh kepada Indonesia yang masih bayi. Aceh juga menjadi satu-satunya wilayah di Sumatra yang tidak pernah jatuh ke tangan Belanda selama perang kemerdekaan.

Namun, apa yang diterima Aceh sebagai balasan? Konflik berkepanjangan selama puluhan tahun, dan kini ketika bencana melanda, respons pemerintah pusat terasa lamban dan setengah hati. Masyarakat Aceh merasa ditinggalkan, dibiarkan berjuang sendiri menghadapi keganasan alam. Rasa kecewa itu kian mengkristal ketika pemerintah dilaporkan menolak tawaran bantuan dari komunitas internasional, sebagaimana pernah terjadi pada bencana-bencana sebelumnya dengan dalih “mampu menangani sendiri.”

📚 Artikel Terkait

3 Miracles Sleeping Prince , The Big Apple & Iran

Begini Cara Cetak KK Secara Mandiri, Warga Banda Aceh Tak Perlu Ke Disdukcapil

The Never- Ending Shuffle: Indonesia’s Education Curriculum Can’t Catch a Break

Sebanyak 77 Warga Binaan Dilakukan Verifikasi NIK oleh Disdukcapil Banda Aceh

Pertanyaan yang beredar di kalangan masyarakat: mengapa pemerintah begitu enggan membuka pintu bagi bantuan internasional? Apakah ada yang hendak disembunyikan? Dugaan yang menguat adalah kekhawatiran akan terungkapnya fakta bahwa deforestasi masif di hulu sungai-sungai Aceh dalam beberapa tahun terakhir menjadi penyebab utama bencana ini. Data Global Forest Watch menunjukkan Aceh kehilangan lebih dari 700.000 hektare tutupan hutan primer sejak 1990, dengan laju deforestasi yang justru meningkat dalam dekade terakhir. Kawasan Ekosistem Leuser yang seharusnya dilindungi terus digerogoti oleh alih fungsi lahan dan aktivitas ilegal.

Mencari Penyebab Sebenarnya

Benar bahwa bencana hidrometeorologi ini dipicu oleh curah hujan ekstrem dan Siklon Tropis. Namun, dampak yang sedemikian masif justru menjadi bukti nyata bahwa sistem pertahanan kita terhadap bencana sangat rapuh. Birokrasi kita lamban bergerak, dan koordinasi antar-lini pemerintahan masih terjebak dalam ego sektoral. Kerusakan ekologis di hulu—akibat alih fungsi lahan, pertambangan ilegal, dan perambahan hutan—adalah bom waktu yang akhirnya meledak. Sayangnya, penegakan hukum tata ruang masih lemah dan tebang pilih. Muncul dugaan di masyarakat bahwa sejumlah perusahaan yang bertanggung jawab atas kerusakan hutan ini memiliki afiliasi dengan pejabat-pejabat penting di pemerintahan. Jika dugaan ini benar, maka penolakan bantuan internasional bisa jadi adalah upaya menutupi fakta memalukan tersebut.

Kelemahan paling fundamental terlihat pada kapasitas aparatur lokal. Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2024 menempatkan Aceh dalam kategori “Risiko Tinggi” dengan skor 144,29. Namun, ketika bencana datang, sejumlah kabupaten dan kota justru “lumpuh” dalam 24 jam pertama. Data menunjukkan ketimpangan fiskal yang menggelikan. Di banyak daerah, alokasi anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) dan anggaran rutin BPBD sangat minim; beberapa bahkan mencatat angka di bawah Rp100 juta per tahun untuk logistik kebencanaan. Akibatnya, ketika bencana datang, gudang logistik daerah kosong. Sebagai contoh, warga terdampak di Aceh Tamiang dan Aceh Utara kesulitan mengakses air bersih dan pangan selama berhari-hari. Infrastruktur pengendali banjir pun gagal fungsi. Jebolnya tanggul sungai dan tidak efektifnya kolam retensi mengindikasikan bahwa pembangunan fisik selama ini tidak dibarengi audit kelayakan dan pemeliharaan yang ketat. Kerusakan 299 jembatan dan 323 fasilitas pendidikan adalah indikasi kualitas infrastruktur yang tidak resilient.

Koordinasi penanganan bencana masih carut-marut. Distribusi bantuan logistik kerap menumpuk di posko induk kabupaten, namun gagal menembus kecamatan terisolasi akibat ketiadaan alat berat atau bahan bakar. Masalah penetapan “Status Bencana Nasional” juga kembali mencuat. Di tengah kehancuran yang melintasi tiga provinsi, pemerintah pusat terkesan ragu menetapkannya. Perdebatan administratif memakan waktu berharga, sementara kapasitas fiskal dan manajerial daerah sudah kolaps. Membiarkan daerah berjuang sendirian dengan dalih “prosedur” adalah bentuk pengabaian negara.

Bagaimana Solusinya?

Sudah saatnya kita menagih tanggung jawab negara dengan perubahan paradigma fundamental. Pertama, reformasi anggaran kebencanaan daerah harus dipaksakan. Pemerintah pusat perlu mewajibkan persentase minimal APBD untuk mitigasi dan kesiapsiagaan. Kedua, pangkas birokrasi penetapan status darurat. Berikan diskresi penuh dan perlindungan hukum bagi pejabat daerah untuk mengambil keputusan taktis saat krisis. Ketiga, integrasikan data risiko bencana ke dalam tata ruang secara mengikat. Izin pemanfaatan lahan yang melanggar peta risiko bencana harus dipidana tegas. Keempat, usut tuntas keterlibatan korporasi dan pejabat dalam deforestasi yang menjadi akar penyebab bencana ini. Jangan biarkan mereka lolos dari pertanggungjawaban hukum.

Bagi Aceh, bencana ini bukan hanya soal alam yang murka. Ini adalah ujian kesetiaan Indonesia kepada daerah yang pernah menyelamatkannya di masa-masa paling sulit. Jika negara terus abai, jangan salahkan jika kekecewaan masyarakat Aceh semakin dalam. Kita tidak butuh lebih banyak rapat koordinasi atau kunjungan seremonial. Kita butuh negara yang hadir dengan sistem yang bekerja cepat, transparan, dan berperikemanusiaan. Jangan biarkan rakyat terus menjadi korban karena kelalaian birokrasi dan keserakahan segelintir elite. Cukup sudah.

*Penulis adalah Guru Besar Manajemen Syariah UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 92x dibaca (7 hari)
Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng
Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng
18 Jun 2025 • 81x dibaca (7 hari)
Bencana dalam Perspektif Islam
Bencana dalam Perspektif Islam
15 Dec 2025 • 70x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 68x dibaca (7 hari)
Bencana Alam atau Pembiaraan Negara?
Bencana Alam atau Pembiaraan Negara?
11 Dec 2025 • 63x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share7SendShareScanShare
Azharsyah Ibrahim

Azharsyah Ibrahim

Short Biography Prof. Dr. Azharsyah Ibrahim, SE., Ak., M.S.O.M. adalah Guru Besar Manajemen Syariah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Meraih S-1 di Ekonomi/Akuntansi dari Universitas Syiah Kuala (2001), S-2 Operations Management dengan beasiswa Fulbright di Amerika Serikat (2008), dan menyelesaikan program doktoral Manajemen Syariah di University of Malaya pada 2015. Memiliki sejumlah publikasi akademik yang dapat diakses online. Di kampus, menjabat sebagai Kepala Satuan Pengawasan Internal (SPI) dan Editor in Chief dua jurnal ilmiah terakreditasi. Selain itu, aktif sebagai editor dan reviewer di jurnal nasional dan internasional bereputasi, termasuk yang terindeks Scopus dan Web of Science, serta menjadi narasumber di berbagai pertemuan ilmiah. Prof. Azharsyah berdomisili di Limpok, Aceh Besar, dan dapat dihubungi melalui email: azharsyah@gmail.com.  

Please login to join discussion
#Sumatera Utara

Kala Belantara Bicara

Oleh Tabrani YunisDecember 23, 2025
Puisi Bencana

Kampung- Kampung Menelan Maut

Oleh Tabrani YunisNovember 28, 2025
Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    166 shares
    Share 66 Tweet 42
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    156 shares
    Share 62 Tweet 39
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    146 shares
    Share 58 Tweet 37
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    52 shares
    Share 21 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Edisi Desember 2025

Oleh Redaksi
December 5, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Postingan Selanjutnya

Lima Sajak Pilihan Indonesia Darurat Korupsi

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

© 2025 potretonline.com

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Kirim Tulisan

© 2025 potretonline.com

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00