Dengarkan Artikel
Oleh Muhamad Ihwan
Hari ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) diperingati bukan hanya sebagai institusi militer yang menjaga kedaulatan, tetapi juga sebagai kekuatan sosial, kemanusiaan, dan diplomasi. Jejaknya terhampar luas, dari hutan-hutan Aceh di masa konflik, dari darurat kemanusiaan pascatsunami 2004, hingga ke misi perdamaian dunia di Lebanon, Kongo, dan Gaza. Semua itu, jika diikat dalam arsip, menjadi mozaik sejarah bangsa yang tak ternilai.
Sayangnya, tidak semua arsip perjalanan TNI terdokumentasi utuh. Banyak peristiwa besar masih tercecer, bahkan ada yang hilang. Di sinilah peran lembaga kearsipan menjadi penting: mengumpulkan, merawat, dan membuka jejak-jejak itu agar tidak terhapus dari memori kolektif bangsa.
Jejak TNI di Aceh: Dari Konflik ke Damai
Aceh menyimpan kisah penting keterlibatan TNI. Selama puluhan tahun, prajurit ditempatkan di tanah Rencong dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Operasi militer yang berlangsung sejak 1976 meninggalkan ribuan catatan: dari laporan operasi, surat perintah, hingga kesaksian prajurit. Arsip-arsip ini bukan sekadar dokumen teknis, melainkan bahan pembelajaran bagaimana negara menghadapi konflik separatis yang berakar dalam sejarah.
Namun, sejarah TNI di Aceh tidak berhenti pada perang. Perjanjian damai Helsinki 2005 yang mengakhiri konflik panjang juga melibatkan peran TNI: menarik pasukan non-organik, mendukung proses reintegrasi, dan memastikan keamanan di tengah transisi. Jejak arsip ini, jika terawat, akan menunjukkan transformasi TNI dari kekuatan tempur menjadi pilar perdamaian.
Dari Tsunami ke Solidaritas
Ketika gelombang tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, TNI bergerak cepat. Prajurit yang sebelumnya identik dengan operasi militer kini berubah menjadi relawan kemanusiaan: mengevakuasi korban, membuka akses jalan, hingga mengawal distribusi bantuan internasional.
Ribuan foto, laporan lapangan, hingga arsip koordinasi dengan lembaga internasional membuktikan peran TNI dalam sejarah kemanusiaan terbesar di Indonesia. Sebagian arsip itu kini tersimpan di Balai Arsip Statis
dan Tsunami Aceh (BAST ANRI), namun banyak pula yang belum terdokumentasi dengan baik. Padahal, arsip bencana ini tidak hanya mencatat luka, tetapi juga memperlihatkan solidaritas nasional yang menjadikan TNI sebagai garda terdepan penolong rakyat.
TNI di Arena Dunia: Dari Lebanon hingga Paris
Perjalanan TNI tidak hanya tercatat di tanah air. Dalam diplomasi luar negeri, pasukan Garuda sudah lama menjadi wajah Indonesia di kancah internasional. Misi perdamaian di Lebanon, Sudan, Kongo, hingga Gaza menunjukkan bahwa tentara Indonesia tidak hanya menjaga tanah air, tetapi juga ikut menegakkan perdamaian dunia.
📚 Artikel Terkait
Arsip misi ini merekam cerita heroik: bagaimana prajurit TNI membangun rumah sakit lapangan di Afrika, melindungi warga sipil di Timur
Tengah, atau menjaga garis demarkasi di perbatasan konflik. Namun, catatan tersebut masih tersebar di berbagai unit, belum terkumpul dalam satu narasi nasional yang utuh. Jika kelak dihimpun, arsip itu dapat menjadi modal diplomasi lunak Indonesia, memperlihatkan bahwa bangsa ini berkontribusi nyata bagi dunia.
Bahkan, dalam konteks simbolik, keterlibatan TNI juga tampak ketika kontingen Indonesia dikirim mengikuti upacara militer di Paris beberapa waktu lalu. Kehadiran itu bukan sekadar seremoni, melainkan representasi bahwa Indonesia diakui dalam lingkaran negara-negara dunia, dan TNI adalah wajah militernya.
Dari Senjata ke Cangkul: TNI dan Ketahanan Pangan
Kini, peran TNI merambah ke ranah yang jarang dibayangkan: ketahanan pangan. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, prajurit terjun langsung ke sawah, kebun singkong, hingga ladang jagung. Dari Aceh, Jawa, Kalimantan, hingga Papua, TNI menjadi mitra petani, mengolah tanah tidur, mengoperasikan alat pertanian, hingga mendukung program kedaulatan pangan.
Ini adalah babak baru transformasi TNI: dari kekuatan tempur menjadi kekuatan produktif. Arsip tentang keterlibatan prajurit di lahan pertanian kelak akan memperlihatkan dimensi baru militer Indonesia: tentara yang tidak hanya memegang senjata, tetapi juga cangkul demi menjaga perut rakyatnya tetap kenyang.
Arsip Sebagai Penjaga Ingatan Bangsa
Semua peran TNI ini di medan konflik, bencana, diplomasi, dan ketahanan pangan akan hilang begitu saja jika tidak dikelola dalam sistem kearsipan nasional. Arsip bukan sekadar dokumen, melainkan bukti otentik perjalanan bangsa.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak arsip penting TNI yang masih tercecer, baik di satuan militer, lembaga pemerintah, maupun koleksi pribadi. Padahal, jika dihimpun dan dikelola, arsip-arsip itu bisa menjadi sumber kajian akademik, bahan pembelajaran generasi muda, hingga alat diplomasi Indonesia di dunia internasional.
Di Aceh, ANRI melalui BAST telah berusaha menyelamatkan arsip tsunami dan konflik. Tetapi pekerjaan masih panjang: rekam jejak operasi militer, misi perdamaian, hingga keterlibatan TNI dalam diplomasi global perlu ditata. Menjaga arsip TNI berarti menjaga memori kolektif bangsa tentang bagaimana militer kita bertransformasi dari perang, bencana, hingga perdamaian.
Penutup: TNI dan Masa Depan Sejarah
Perjalanan TNI adalah perjalanan bangsa: penuh luka, penuh solidaritas, penuh dedikasi. Dari hutan Aceh hingga jalanan Gaza, dari tenda pengungsian pascatsunami hingga ladang singkong program pangan, TNI selalu hadir. Semua itu harus disimpan, ditulis, dan dijaga dalam arsip, agar generasi mendatang tidak hanya mendengar cerita, tetapi juga membaca bukti.
Arsip TNI adalah arsip bangsa. Ia mencatat transisi sejarah: dari konflik ke damai, dari bencana ke kebangkitan, dari isolasi ke diplomasi dunia. Jejak itu bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan modal bangsa untuk menatap masa depan dengan lebih percaya diri.
Dan di sinilah, kerja sama ANRI dan TNI menjadi penting: bukan hanya menyimpan kertas dan foto, tetapi merawat ingatan kolektif, agar dunia tahu bahwa TNI bukan sekadar tentara, melainkan wajah kemanusiaan Indonesia di panggung sejarah.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

















