Dengarkan Artikel
Oleh: Ansariah, S.Pd
Guru SDN 3 Bandar Baru, Pidie Jaya
Bulan Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriah dan memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat Islam. Di bulan Muharam, banyak peristiwa penting terjadi dalam sejarah Islam, sehingga menjadikannya bulan yang penuh dengan keutamaan dan kemuliaan.
Tanggal 10 Muharam adalah hari istimewa yang dirayakan oleh umat Islam, yaitu Hari Asyura. Hari Asyura merupakan hari yang selalu dirayakan dan telah menjadi tradisi unik di kampung. Di kampung saya, kami membuat bubur Asyura.
Sebelum itu, warga kampung saya mengadakan kesepakatan untuk menjadwalkan memasak bubur Asyura di pinggir jalan. Setelah menyepakati waktu, masing-masing warga kampung membawa bahan yang ada di rumah untuk berbagi dalam proses memasak. Apalagi, untuk memasak bubur Asyura dibutuhkan banyak jenis bahan: mulai dari aneka sayuran, ubi-ubian, kacang-kacangan, hingga rempah-rempah pilihan. Setiap bahan memiliki makna tersendiri—melambangkan keanekaragaman dan persatuan.
Sejak pagi di hari kesembilan Muharam, warga kampung menyiapkan bahan-bahan untuk bubur Asyura yang luar biasa. Tapi ini bukan sekadar bubur biasa. Semua warga berkumpul di balai dekat jalan tempat memasak bubur. Masing-masing membawa bahan, pisau, dan talenan—siap memotong sayuran dan kacang-kacangan. Setelah selesai memotong, semua bahan dimasukkan ke dalam kuali besar. Asap mengepul, membawa aroma rempah yang menggoda.
📚 Artikel Terkait
Yang paling penting adalah proses pengadukan. Bubur harus diaduk terus-menerus agar tidak gosong dan semua bahan tercampur sempurna. Ini semua merupakan wujud syukur atas rezeki yang diberikan oleh Allah.
Anak-anak berlarian riang, tak sabar menunggu bubur matang. Suasana gotong royong begitu kental, mencerminkan semangat kebersamaan yang menjadi tradisi di kampung. Proses pembuatan bubur Asyura memang membutuhkan kesabaran dan kerja sama. Pagi menjelang siang… bubur pun matang. Warnanya cokelat keemasan, dengan potongan sayuran dan kacang-kacangan yang beraneka ragam membentuk mozaik yang indah dan aroma yang semerbak.
Kemudian bubur ditempatkan di wadah-wadah kecil dan dibagikan ke seluruh rumah di kampung. Tidak hanya untuk keluarga, tetapi juga untuk tetangga, sanak saudara, bahkan orang-orang yang melintas di jalan.
Bubur Asyura bukan hanya sekadar makanan, melainkan simbol sedekah, kerukunan, dan rasa syukur. Siang harinya, di setiap rumah, keluarga-keluarga berkumpul menikmati bubur Asyura bersama. Kisah-kisah tentang kebaikan, persatuan, dan makna Hari Asyura mengalir begitu saja.
Bubur Asyura bukan hanya warisan kuliner, tetapi juga warisan nilai-nilai luhur yang harus terus dijaga dan dilestarikan. Di setiap suapan bubur itu, tersimpan aroma kebersamaan dan kerukunan yang takkan lekang oleh waktu.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

















