• Terbaru
Membedah Sejarah, Merawat Ingatan

Ayah, Luka Pertamaku

July 8, 2025
Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

Benang Kusut Personal Branding dan Pencitraan

November 12, 2025

Teladan Pahlawan Sebagai Cermin Moral Generasi Muda

November 11, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 11, 2025

Benarkah Matematika Mata Pelajaran Horor?

November 11, 2025

Kepemimpinan, Kecantikan, dan Penampilan Perempuan Dibentuk oleh Budaya Patriarki

November 11, 2025

Kasino Pertama di Uni Emirat Arab: Antara Diversifikasi Ekonomi dan Dilema Identitas Islam

November 11, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 11, 2025

Pahlawan dan Peradaban

November 11, 2025

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Mengoreksi Adab Kemanusiaan Kita ( Hari Pahlawan)

November 10, 2025

Menimbang Relativisme Pahlawan

November 10, 2025

Kehebohan Miss Universe 2025: Drama, Sponsor, dan Suara Perempuan

November 10, 2025
Wednesday, November 12, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Login
  • Register
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
POTRET Online
No Result
View All Result

Ayah, Luka Pertamaku

RedaksiOleh Redaksi
July 8, 2025
0
Reading Time: 3 mins read
Membedah Sejarah, Merawat Ingatan
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Nurkamari

Guru MTs Tastafi, Pidie Jaya, Alumnus Jabal Ghafur, Pidie

Aku tumbuh bukan dari cinta yang utuh, tapi dari luka yang dibiarkan terbuka.
Dan luka pertamaku… adalah kamu, Ayah.

Kau adalah alasan kenapa aku selalu merasa ada yang hilang, bahkan ketika semua orang bilang aku punya segalanya.
Kau adalah sosok yang seharusnya pertama kali mengajariku arti cinta dan perlindungan,
tapi kau justru menjadi orang pertama yang membuatku merasa ditinggalkan.

Ayah,
kau tahu betapa menyakitkannya menjadi anak perempuan yang tidak pernah tahu rasanya duduk di pangkuan ayahnya sendiri?
Yang tidak pernah tahu bagaimana rasanya dicium keningnya dan dipanggil “sayang” oleh lelaki pertama yang seharusnya mencintainya tanpa syarat?

Kau tidak pernah tahu,
karena sejak awal…
kau memilih tidak hadir.

Bukan karena mati.
Bukan karena takdir.
Tapi karena kepergian yang kau pilih sendiri.

Dan aku, anak kecil yang bahkan belum tahu cara membenci, dipaksa menerima kenyataan bahwa sosok bernama ayah hanyalah bayangan dalam pikiranku.
Bayangan yang tidak pernah benar-benar ada.

📚 Artikel Terkait

Menanam Cerita di Tanah Jati:Menumbuhkan Inspirasi dari Hutan Blora

Mengutip Pembelajaran di Perjalanan

Puisi-Puisi Nyakman Lamjame

Kontribusi Umat Islam Terhadap Peradaban Dunia

Aku menunggu…
Dulu aku sering berdiri di depan jendela, menatap jalanan yang kosong.
Berharap kau muncul.
Berharap kau datang meski hanya untuk sekadar melihatku dari jauh.

Tapi yang datang hanya senyap.
Dan aku mulai menyadari…
kau tak pernah menganggapku cukup berharga untuk diperjuangkan.

Ayah,
kau tahu apa yang paling menyakitkan?
Bukan karena kau pergi.
Tapi karena kau pergi tanpa pernah menoleh.
Tanpa pernah menanyakan apakah aku baik-baik saja.
Tanpa pernah memastikan bahwa aku tumbuh dengan hati yang utuh.

Padahal aku tidak baik.
Aku patah sejak kecil.
Dan retaknya tidak pernah sembuh.

Setiap kali melihat teman sebayaku bermain dengan ayah mereka,
hatiku seperti disayat.
Aku ingin tertawa, tapi selalu ada air mata yang siap jatuh kapan saja.
Aku ingin kuat, tapi aku terlalu rapuh untuk terus berpura-pura.

Aku tidak tahu seperti apa pelukan seorang ayah.
Tapi aku tahu bagaimana rasanya iri.
Bagaimana rasanya menahan tangis sendirian.
Bagaimana rasanya mencoba tidur di malam hari dengan dada penuh pertanyaan:
“Kenapa bukan aku yang kau peluk? Kenapa bukan aku yang kau jaga?”

Kau adalah luka pertamaku, Ayah.
Luka yang tak bisa ditambal siapa pun.
Luka yang terus kubawa ke mana pun aku pergi.
Luka yang diam-diam membentuk siapa aku hari ini
seorang perempuan yang takut mencintai terlalu dalam,
karena takut ditinggalkan… seperti kau meninggalkanku.

Aku tidak membencimu.
Aku hanya kecewa.
Kecewa karena kau bahkan tidak memberi kesempatan untukku mengenalmu.
Kecewa karena aku tumbuh tanpa pernah punya kenangan tentangmu hanya rasa sakit yang tidak pernah selesai.

Ayah…
jika kau membaca ini suatu hari nanti,
ketahuilah bahwa anak perempuanmu pernah sangat merindukanmu.
Merindukan sesuatu yang bahkan tidak pernah ia miliki.
Dan sampai hari ini,
meski harapanku telah berkali-kali mati,
di dalam dada ini…
masih ada satu ruang kecil yang belum tertutup tempat luka itu tinggal dengan tenang.

Karena bagaimana pun aku mencoba melupakan,
kau tetap akan jadi nama pertama yang mengajarkanku,
bahwa cinta pertama tidak selalu indah.
Karena kadang…
cinta pertama bisa jadi luka terdalam.
Dan itu adalah kamu, Ayah.
Luka pertamaku.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 209x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 193x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 160x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 151x dibaca (7 hari)
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 147x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    152 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya
Perempuan Perkasa

Perempuan Perkasa

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00