https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Wednesday, October 1, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Fiksi

Di Tepi Ramadan

Redaksi Oleh Redaksi
7 months ago
in Fiksi
Reading Time: 7 mins read
A A
0
9
Bagikan
94
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Kumpulan Puisi (PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA)

Editor: Leni Marlina

/1/

DI TEPI RAMADHAN

Puisi oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]

Di tepi Ramadhan,
seseorang berusaha mengingat.
Sebuah kota yang pernah berwajah cinta,
sekarang memeluk bayangan yang tak lagi utuh.
Seorang ibu mengubur sebutir kurma
di tempat suaminya dulu berdiri.

Tubuh bergerak ke depan,
tetapi bayangannya tetap tertawan di belakang.
Ia berbicara,
tetapi suaranya berasal dari abad lain,
dari reruntuhan yang tak sempat menghafal ayat terakhir.

Namun—
mereka yang terusir membangun rumah dari matahari yang dipinjam.
Komunitas menggambar peta kepulangan
dengan garam yang mengering di pipi anak-anak.
Seorang ilmuwan berlutut di tepi sungai,
menyebut namanya dengan nada seorang muadzin,
bersumpah menghidupkannya kembali.

Padang, Sumatera Barat
Ramadhan, 2022

/2/

Bersimpuh di Depan Keindahan-Mu

‎Puisi oleh
‎Anies Septivirawan
‎
‎[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Jawa Timur, Kreator Era AI]
‎——————————————-

Aku bersimpuh di depan keindahan-Mu
‎ya Allah
‎kudirikan mesjid nan agung di hatiku
‎di tiap hela napasku
‎kugelar sajadah rindu
‎di atas batu senja

‎Tak usah Engkau tunggu
‎ia setia selalu menjemputmu
‎sembari berbisik lirih:
selamat tinggal jejak napas
‎yang tertanam bersama akar
‎pepohonan masa depan

Kutepis reranting cemas tentang
wajah ayu itu
adalah air sungai mengalir menuju muara batinku yang telah menghampar samudera kasih menunggu-Mu.

‎Situbondo, Jawa Timur

Ramadhan, 2025


Anies Septivirawan merupakan seorang penulis dan juga penikmat seni dan budaya yang lahir pada 5 September 1969, dan tinggal di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Ia menulis sejak SMP hingga saat ini dan sudah menulis 3 buku antologi puisi tunggal, serta antologi bersama.

/3/

Bulan Ramadhan Seolah Menggantung

Puisi oleh Leni Marlina

Tak ada kata pertama,
hanya hembusan napas yang tersenggal,
terlalu berat untuk menjadi suara.

Di langit yang retak,
bulan Ramadhan seolah menggantung,
cahaya yang seharusnya penuh berkah,
tetapi di tanah yang terlipat perang,
puasa adalah perut kosong yang tak dijanjikan sahur.

Hutan terbakar sebelum ia tahu dirinya api.
Sungai mengering sebelum ia sempat berdoa.
Seorang anak lahir ke dunia yang sudah resah,
dalam adzan yang menggema dari reruntuhan.

Namun di sini—
sepasang tangan menggali tanah yang hangus,
menekan sebutir benih harapan ke jantung bumi.
Seorang ibu mengajarkan anaknya bahasa hujan,
doa yang berembun di bibirnya,
sama sunyinya dengan langit yang enggan menangis.

Tak ada gulungan wahyu yang terbakar.
Tak ada tinta yang memudar di halaman sejarah.
Kata-kata bertahan dalam luka yang tak dibiarkan membusuk.

Padang, Sumatera Barat
Ramadhan, 2022

/4/

Gurindam Ramadhan

Puisi oleh Saunir Saun

[PPIPM – Indonesia; Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI Sumbar]

Kalau kau seorang penganut Islam,
Pasti tahu ada kewajiban di bulan Ramadan

Kalau kau seorang penganut Islam,
Pasti tahu makna puasa Ramadan

Kalau kau seorang penganut Islam,
Pasti sudah sering dengar ayat yang mewajibkan puasa Ramadan

Kalau kau seorang penganut Islam,
Mungkin tahu di surat mana terdapat ayat puasa Ramadan

Kalau kau sering mendengarkan uraian puasa Ramadan,
Pasti tahu ayat yang mulai dengan “Kutiba alaikumush-shiyaam”

Kalau kau sering dengar ayat “Kutiba alaikumush-shiyaam”,
Pasti tahu artinya “diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadan)”

Kalau kau sudah tahu makna “diwajibkan”,
Pasti kau takut meninggalkan

Kalau kau tahu tujuan diwajibkan puasa Ramadan,
Pasti kau senang mengerjakan satu bulan, tanpa paksaan

Kalau kau tahu puasa Ramadan untuk mencapai ketakwaan,
Pasti kau mengerjakannya dengan penuh kesungguhan

Kalau kau tahu takwa itu derajat paling tinggi di sisi Tuhan Yang Maha Esa
Pasti kau bersungguh-sungguh mengejarnya

Kalau kau tahu puasa juga diwajibkan kepada umat terdahulu
Pasti kau tidak ada ragu terhadap Tuhan-mu

📚 Artikel Terkait

Sampah Banda Aceh Akan Dijadikan Listrik

Praktik Buruk dan Merugikan Oleh Para Pengemis

Kenapa Warga Ramai Menolak Program Transmigrasi?

Tadarus di Bawah Cahaya Lampu Masjid

Kalau kau masih mau meninggalkan puasa
Berarti kau telah melawan ketentuan Alloh Subhaanahu wa Taala

Kalau kau tahu tujuan puasa Ramadan,
Pasti kau takut meninggalkan

Kalau kau tahu bulan Ramadan itu adalah bulan penuh berkah
Tentu kau tidak mau berlengah-lengah

Kalau kau tahu di dalamnya ada malam istimewa
Tentu kau akan ikut mengejarnya dengan gembira

Kalau kau tahu amalan fardhu diganjar sama seperti 70 amalan fardhu pada hari lainnya,
Pasti kau gunakan bulan Ramadan ini untuk beramal sepenuhnya

Kalau kau tahu bulan Ramadan adalah bulan kesabaran berbalas surga,
Tentu kau akan melatih dirimu bersabar sebaik-baiknya

Kalau kau tahu bulan Ramadan itu penuh rahmat, ampunan, dan bebas dari api neraka
Pastilah kau tak ingin menyia-nyiakannya

Kalau kau sadari bulan istimewa seperti Ramadan hanya satu tahun sekali
Tentu kau ingin memanfaatkannya baik sekali karena kau tak ingin rugi

Kalau kau mengerti apa yang telah kau baca,
Tentu kau akan senang dan bahagia melakukan puasa.

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan bagi yang menjalankannya.
Mohon maaf lahir dan batin.

Rumahku, Sumatera Barat,

27 Februari 2025

Saunir Saun merupakan seorang penulis dan juga pensiunan Dosen Departemen Bahasa dan Sastra Inggris, FBS, Universitas Negeri Padang dan Universitas Muhammad Yamin Solok. Penulis dianugerahi penghargaan Penyair Prolifik Tahun 2023 dari Satu Pena Sumbar. Penulis juga dikenal dengan salah satu bukunya yang berjudul “Goresan Puisi di Hari Tua” dan novel “Lelaki yang Berhijrah”. Selain itu ia sudah menulis
7 buku kumpulan puisi berjudul “55 Puisi-Puisi Berhikmah’ (jilid 1-7) dan masih ada ratusan judul puisi yang belum dibukukan.

/5/

Mihrabku di Tanah Banjir

Puisi oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]

Di bawah langit yang tak henti menangis,
kusujudkan tubuhku di pangkuan sunyi,
mihrabku bukan marmer bercahaya,
melainkan rumah reyot yang terendam,
dindingnya lusuh menampung luka,
atapnya bocor membaca langit—
seperti ayat-ayat yang pecah
di atas lantai yang hanyut bersama doa.

Kugelar sajadah dari lumpur,
di antara ranjang yang mengapung hampa,
di antara cangkir puasa yang terbalik,
di antara nyala lilin yang gemetar
menahan dingin dan lapar.
Ramadhan mengetuk pintu kota
yang jendelanya gemerlap cahaya,
tapi di rumah kami yang tenggelam setengah,
hanya bayangan bulan yang menemani sahur.

Air naik bersama kesabaran,
mengunyah perabotan yang tak seberapa,
menghapus jejak kaki ayah
yang pergi mencari rezeki
di lorong-lorong yang tak mengenal namanya.
Anak-anak menggigil di pelukanku,
mata mereka cawan yang retak,
menggenggam harapan serapuh nyala
di lampu jalan yang digenangi nasib.

Waktu tak lagi punya batas,
antara siang dan malam hanya kehampaan,
antara lapar dan kenyang hanya angan.
Tapi doa tetap melayang,
menjulang lebih tinggi dari atap kami,
melampaui banjir, melampaui duka,
melampaui batas-batas dunia—
sebab Tuhan tetap terang
di tengah gulita yang melanda.

Maka biarlah kami tetap tegak,
sebab setiap kesedihan yang menyusup di dada
telah tumbuh menjadi akar langit,
dan setiap langkah menuju hari esok
adalah titian cahaya yang tak bertepi.

Padang, Sumatera Barat
Ramadhan, 2022

/6/

RAMADHANKU, 1979

Puisi oleh Muslimin

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Jatim, Kreator Era AI]

teduh rimbun bambu pinggir kali
semilir angin pulas berselimut sarung melintir
menunggu maghrib buka puasa
kenang masa kanak kala itu
kolak pisang es serbat menu jitu
bedug bertalu luap gemuruh jiwa trenyuh
hari raya kaos celana olahraga baru
murah semampu bapak tukang becak
kadang celana baju paman bekas berterima
tiada nelangsa tawa gempita

malam tadarus masjid kayu
secangkir kopi menyimak luruh larut sungguh
masjid zahrotunnur, laki-laki bocah merenda mimpi
tidur beralas ubin berbantal kayu
lalar keliling blusukan kampung
bedug tong kosong ditabuh rancak gemuruh
sahur sayur kangkung ikan asin nikmat terlalu
ramadhanku memutih papan rumahku
menyuci segala khilaf salah langkahku

Lamongan, Jawa Timur

19 Februari 2025


Muslimin, panggilan Cak Mus. Lahir di Lamongan, Jatim, 20 Mei 1969. Setamat dari SMAN 2 Lamongan, kuliah di IKIP Negeri Surabaya jurusan Bahasa Indonesia. Mengajar sejak 1991 di MTs A. Wahid Hasyim Tikung, SMP-SMA Tashwirul Afkar Sarirejo, SMP Islam Tikung, PKBM Mahayana dan PKBM Mizan Lamongan. Aktif di PERGUNU Lamongan dan Lembaga Bahtsul Masail MWC NU Tikung Lamongan.

/7/

Tangan-Tangan yang Berpuasa

Puisi oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]

Sungai tak pernah tahu bahwa ia adalah air.
Laut tak pernah tahu bahwa ia sedang tenggelam.

Peta dunia digambar ulang dengan ketidakhadiran—
jarak antara dua masjid yang runtuh,
ruang tempat doa pernah bertaut sebelum dindingnya dirobohkan.

Namun tangan-tangan yang berpuasa tidak diam.
Mereka melukis kembali batas-batas harapan.
Generasi baru menghafal nama-nama burung
yang dulu terbang di atas tanah yang kini tandus.
Para aktivis mencatatkan sketsa kota-kota
di mana akar tumbuh menembus aspal,
di mana udara tak lagi tersedak oleh keserakahan.

Paru-paru bumi runtuh—
tetapi napas Ramadan tetap suci.
Lebah-lebah kehilangan jalan pulang—
tetapi kita menanam peta mereka di bunga-bunga doa.
Udara berubah menjadi kaca—tetapi seseorang sedang belajar membuatnya segar dalam sujud.

Padang, Sumatera Barat
Ramadhan, 2022

/9/

Dari Kilomoter Nol Menuju Fitrah

Puisi oleh Zulkifli Abdy
[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Aceh, Kreator Era AI]


Dari kilometer nol
Kita nol kan kelalaian
Kita nol kan kesalahan
Kita nol kan kemunafikan
Kita nol kan perbuatan dosa

Dari kilometer nol
Kita menjalankan ibadah puasa
Kita selalu berbuat kebajikan
Kita biasakan bersedekah
Kita berzikir dan berdoa

Dari kilometer nol
Kita perteguh iman dan taqwa
Kita jadikan diri insan kamil
Kita mohon ampun dosa
Kita pun menuju fitrah.

Lamteumen Timur, Aceh

6 Maret 2025

Zulkifli merupakan penulis/penyair kelahiran Jambi dan berdomisili di Aceh sejak 1970. Ia seorang Sarjana Ilmu Komunikasi; menekuni dunia kepenulisan secara otodidak sejak remaja; menghasilkan artikel dan menulis puisi dengan semangat sastra yang kuat. Menulis baginya bukan sekadar aktivitas, tetapi juga cara menuangkan perasaan dan menggantikan catatan harian.

/9/

Mohoh Kesembuhan Dari Penyakit Zaman

Puisi oleh Leni Marlina

[PPIPM-Indonesia, Poetry-Pen IC, Satu Pena Sumbar, Kreator Era AI, FSM, ACC SHILA]

Di Ramadhan ini,
Jika dirimu sakit,
Jika namamu disebut terbalik,
akankah kau kembali sebelum duka melekat padamu?

Jika waktu dihentikan saat sujud,
akankah sejarah dapat diulang dari ayat yang benar?

Di suatu tempat,
jam pertama masih berdetak,
tetapi jarumnya bergerak berlawanan arah,
seperti Ramadhan yang datang
untuk menghapus jejak luka,
tetapi menemukan bumi yang tetap berdarah.

Di suatu tempat,
kota tenggelam ke laut,
sementara anak-anaknya bermimpi tentang sayap.
Di suatu tempat,
seorang ilmuwan menggenggam obat
untuk penyakit yang tak kunjung sembuh.

Namun di sini—
para inovator membalik gelombang dengan dinding-dinding hijau.
Para dokter menulis ulang aturan tentang siapa yang berhak hidup.
Masa lalu tak menghapus kita—
kita membentuknya kembali menjadi sesuatu yang layak dihuni,
dengan tangan yang masih berdoa,
dengan hati yang tetap beriman,
karena hanya kepada Tuhan kita memohon kesembuhan,
dari berbagai penyakit zaman.

Di Ramadhan ini,
kita berjuang untuk kebersihan dan kesehatan fisik dan hati.

Padang, Sumatera Barat
Ramadhan, 2022


Kumpulan puisi Leni Marlina di atas (puisi no.1, 3, 5, 7, 9) di atas awalnya ditulis oleh Leni Marlina hanya sebagai hobi dan koleksi puisi pribadi tahun 2022. Setelah beberapa tahun kemudian, puisi tersebut direvisi kembali serta dipublikasikan pertama kalinya melalui media digital tahun 2025.

Leni Marlina merupakan anggota aktif Komunitas Penulis Indonesia, SATU PENA cabang Sumatera Barat. Ia juga merupakan anggota aktif Komunitas Penyair & Penulis Sastra Internasional ACC di Shanghai, serta dipercaya sebagai Duta Puisi Indonesia untuk ACC SHILA (Shanghai Huifeng International Literary Association). Selain itu, Leni terlibat dalam Victoria’s Writer Association di Australia. Sejak tahun 2006, ia telah mengabdikan diri sebagai dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Leni juga merupakan pendiri dan pemimpin sejumlah komunitas digital yang berfokus pada sastra, pendidikan, dan sosial-digital, di antaranya:

  1. World Children’s Literature Community (WCLC): https://shorturl.at/acFv1
  2. Poetry-Pen International Community
  3. PPIPM-Indonesia (Pondok Puisi Inspirasi Pemikiran Masyarakat), the Poetry Community of Indonesian Society’s Inspirations: https://shorturl.at/2eTSB; https://shorturl.at/tHjRI
  4. Starcom Indonesia Community (Starmoonsun Edupreneur Community Indonesia):
    https://rb.gy/5c1b02
  5. Linguistic Talk Community
  6. Literature Talk Community
  7. Translation Practice Community
  8. English Languange Learning, Literacy, Literary Community (EL4C)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Tags: #Puisi
Share4SendShareScanShare
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Related Postingan

Fiksi

Jerit Tangis Belantara Leuser

Oleh Redaksi
2021/12/23
0
52

Dok PribadiKarya Hamdani MulyaLeuser menangis dalam isak tak terkiraMendesah karena pohon yang tumbangdan ranting yang dicincangLeuser menjerit menggelegar seperti suara...

Baca SelengkapnyaDetails

Lentera Kalbu

Rasa Yang Hilang

Postingan Selanjutnya
Untaian Puisi Marzelan Perindu Seni

Untaian Puisi Marzelan Perindu Seni

Memaknai Berbuka dengan Seteguk Air

Memaknai Berbuka dengan Seteguk Air

‎Kafe, Rumah Singgah Bagi Peradaban Manusia Modern

Secangkir Teh, Sejumput Doa

Secangkir Teh, Sejumput Doa

Belajar dari  Sang Gagak

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

🔥 Artikel Paling Banyak Dibaca

Kabar Redaksi
Kabar Redaksi
👁️ 1,649 pembaca 📅 2 Feb 2025
Mengelabui Kata Mulia Untuk Senantiasa Istiqamah
Mengelabui Kata Mulia Untuk Senantiasa Istiqamah
👁️ 1,874 pembaca 📅 7 Sep 2025
Menanti Buah Hati di Negeri Orang
Menanti Buah Hati di Negeri Orang
👁️ 1,782 pembaca 📅 11 Sep 2025
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan Indonesia dalam Pelatihan Beauty Queen yang Berbudaya dan Berkepribadian Indonesia
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan Indonesia dalam Pelatihan Beauty Queen yang Berbudaya dan Berkepribadian Indonesia
👁️ 1,374 pembaca 📅 7 Sep 2025
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00