Dengarkan Artikel
Oleh Hanisah Binti Muhammad
Mahasiswa semester V, Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi Bisnis Islam, UIN Ar- Raniry, Banda Aceh
Fenomena pengemis di kota Banda Aceh tidak lagi sekedar meminta-minta di jalanan dengan penampilan yang lusuh maupun seadanya. Kini muncul pengemis yang mengenakan kostum animasi seperti kartun anak-anak. Salah satu yang menarik perhatian penulis adalah pengemis yang memakai kostum karakter ‘Mickey Mouse’ yang terlihat di sekitar SPBU Lamnyong, Banda Acehbpada 5 September 2024 yang lalu.
Kehadiran sosok ini mengundang berbagai macam bentuk reaksi masyarakat setempat. Ketika penulis menanyakan pendapat masyarakat terhadap hal ini, ada sebagian yang menganggap itu sebagai bentuk kreativitas untuk menghibur orang, ada pula yang beranggapan bahwa ia sebuah bentuk eksploitasi dan masalah sosial.
Fenomena pengemis berkostum ini dapat ditemui di beberapa titik strategis di Banda Aceh seperti di SPBU Lamnyong, seorang perempuan yang berumur sekitar 40-an, tampak mengenakan kostum Mickey Mouse, karakter ikonik yang dikenal hampir di seluruh dunia. Kostum yang dikenakan tampak rapi, dan kotak donasi yang dibawa dihiasi kain renda, menambah kesan estetika pada penampilan sang pengemis.
Namun, di balik keceriaan kostum tersebut, terselip kisah yang mengundang berbagai pertanyaan.
Melalui pengamatan ini, terlihat bahwa perempuan tersebut tampak sehat, tubuh badannya dan mampu bekerja, namun memilih mengemis. Hal ini, menimbulkan tanda tanya besar. Apa alasan sebenarnya di balik keputusan mereka untuk menjalankan aksi tersebut?
📚 Artikel Terkait
Sebagai bagian dari upaya menggali lebih dalam, penulis mencoba melakukan wawancara dengan pengemis yang berkostum Mickey Mouse tersebut. Hasil wawancara, perempuan tersebut mengungkapkan bahwa ia telah menjalani profesi ini selama dua tahun. Menariknya lagi, ia tidak sendiri. Ternyata, ia bagian dari komunitas pengemis berkostum yang tersebar di berbagai titik di Banda Aceh.
Dalam komunitas tersebut, setiap anggota memiliki kostum animasi tertentu dan biasanya berpencar untuk mencari lokasi yang ramai agar lebih efektif dalam menarik perhatian publik.
Ketika ditanya alasan ia memilih jalan ini sebagai sumber penghidupan, perempuan itu tampak enggan menjawab. Ia juga menolak memberikan informasi lebih lanjut tentang komunitas mereka, seolah ingin menjaga privasi atau melindungi “rahasia” komunitas tersebut. Ketika ditanyakan lebih lanjut terkait jadwal operasi mereka, perempuan tersebut mengatakan bahwa tidak ada jadwal tetap dan kehadiran mereka bersifat acak.
Keberadaan komunitas pengemis yang seperti ini seolah menjadi simbol dari kesenjangan sosial yang masih ada di tengah masyarakat. Pengemis yang terlihat sehat dan mampu bekerja memilih untuk mengandalkan belas kasihan orang lain dibandingkan berusaha untuk mencari pekerjaan tetap. Ketika ditanyakan apakah ada yang mau untuk keluar dari komunitas tersebut, perempuan tersebut enggan untuk keluar dari komunitas pengemis itu.
Keengganan mereka untuk berbagi informasi dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak justru menimbulkan sebuah kecurigaan dan tanda tanya. Apakah ada faktor lain yang mendorong mereka tetap mengemis dengan cara ini, atau hanya sekadar pilihan karena kemudahan yang ditawarkan oleh profesi tersebut?
Melihat fenomena ini, penting bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah yang lebih proaktif. Mungkin saja, di balik keputusan mereka untuk mengemis, ada alasan ekonomi yang mendesak atau kurangnya akses ke pekerjaan layak. Pemerintah bisa memberikan program pelatihan kerja atau bahkan menciptakan lapangan kerja yang bisa mengakomodasi masyarakat yang membutuhkan, sehingga mereka tidak perlu lagi bergantung pada pemberian orang lain.
Fenomena pengemis berkostum animasi di Banda Aceh mengingatkan kita bahwa ada banyak aspek dalam kehidupan masyarakat yang perlu ditangani dengan bijaksana. Kreativitas yang mereka tunjukkan, meski menghibur dan menarik perhatian, tidak mengubah fakta bahwa mereka tetap menjalani hidup sebagai pengemis. Pemerintah daerah bersama masyarakat perlu bekerja sama dalam upaya pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan agar mereka yang berada dalam kondisi serupa dapat hidup lebih bermartabat dan produktif, bukan hanya mengandalkan belas kasih sesama.
Dengan adanya perhatian dari berbagai pihak, semoga fenomena ini dapat berubah dari sekadar kreativitas dalam mengemis menjadi inspirasi untuk solusi sosial yang lebih baik dan memberikan dampak positif bagi semua kalangan di Banda Aceh.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

















