• Terbaru
JINGGA ADA UNTUK SENJA

JINGGA ADA UNTUK SENJA

September 21, 2024

Memaknai Hari Pahlawan: Moral dalam Kebebasan Digital yang Harus Dikawal

November 18, 2025

Kafka dan Trio RRT Di Depan Hukum

November 17, 2025

🚩🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

November 17, 2025

Penjor vs Kabel PLN

November 17, 2025

Kebugaran dan Kebersamaan di Bawah Langit Paya Kareung

November 17, 2025

Otsus Aceh di Persimpangan Jalan

November 16, 2025

Pendapat Prof Jimly Soal Ijazah Jokowi

November 16, 2025

Korupsi di Sektor Kesehatan: Dari Nasionalisme STOVIA hingga Penjara KPK

November 16, 2025

Malam Layar Puisi Anak Muda 2025

November 16, 2025

Prasasti Kebon Kopi

November 15, 2025

Bullying, Feodalisme, dan Ekstremisme

November 16, 2025

Dari Sumber Daya ke Sumber Daya Damai

November 15, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
Tuesday, November 18, 2025
POTRET Online
  • Login
  • Register
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

JINGGA ADA UNTUK SENJA

RedaksiOleh Redaksi
September 21, 2024
0
Reading Time: 5 mins read
JINGGA ADA UNTUK SENJA
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Kanzila Sari

Taruni Kelas XI Desain Pemodelan Busana  SMKN 1 Jeunieb

Senja adalah bagian waktu dari hari atau keadaan setengah gelap di bumi sesudah matahari terbenam,  ketika piringan matahari secara keseluruhan telah hilang dari cakrawala. Waktu ini dimulai setelah matahari tenggelam saat cahaya masih terlihat di langit, hingga datangnya waktu malam, saat cahaya merah benar-benar hilang.

Aku sendirian, ya aku sendirian di dunia yang fana ini. Aku selalu berpikir apakah dunia memang membutuhkan orang sepertiku? Duduk termenung di atas bukit setelah pulang sekolah menatap sang cakrawala, menanti sebuah senja. Yang terpenting aku merasa tidak sendiri di sini tersenyum ke arah sahabatku yang telah tiba. Aku telah banyak berbagi kisah kepadanya, suka duka yang aku rasakan meskipun masih banyak kesedihan yang aku ceritakan. Ia adalah pendengar yang baik menyemangati di saat aku terpuruk. Ialah sahabat terbaik yang aku miliki. Senja.

“ Kau tahu senja??” Aku membuka suara, cahaya pun menyinari wajahku seperti menyuruhku untuk melanjutkan ucapanku.

“Hari ini mereka melakukannya lagi padaku lihatlah bajuku sampai kotor karenanya!!” Menunjuk seragamku yang penuh noda dengan nada kesal. “Hmm Aku tahu. Aku tak akan membalas mereka, tenang saja” Aku tersenyum menikmati kebersamaan bersama senja.

“Eh? kau akan pergi sekarang? Cepat sekali. Baiklah aku juga harus pulang, membersihkan rokku aku berdiri menatap kepergiannya.

Terima kasih telah mendengar ceritaku senja. Lalu aku mengambil tas dan bergegas pulang melalui puluhan anak tangga.

Kini senja telah berganti dengan kegelapan dan kesunyian yang membuatku nyaman. Suara angin malam dan langkah kaki yang aku ciptakan begitu menyenangkan. Di saat sedang asyik berjalan, langkahku terhenti tatkala melihat persimpangan jalan yang telah merenggut nyawa sahabatku. Wira, sahabat terbaikku sebelum adanya senja.

Di saat itu, Yona melemparkan diari milik Wira ke tengah jalan. Yona memang sering membully kami berdua. Di saat Wira melihat diary miliknya ada di tengah jalan, ia pun bergegas mengambilnya dan tiba tiba sebuah mobil melaju dengan cepat ke arah Wira. Aku yang melihat Wira akan diserempet pun bergegas berlari berniat menolong Wira, namun dengan tidak berperasaan Yona dengan sengaja menyandung kakiku hingga aku terjatuh dengan keras.

“Wiraaaa!!” teriakku kala melihat tubuh Wira terhempas sejauh 3 meter.

Aku segera bangkit dan berjalan ke arah di mana tubuh Wira berada. Aku pun menangis sambil memeluk tubuh yang dipenuhi oleh  darah itu. Lalu, aku menatap sendu ke arah Yona yang diam terpaku melihat jasad Wira dan ia segera berlari pergi meninggalkan kami berdua.

Dan yang membuatku semakin sedih adalah  orang-orang yang saat itu hanya melihat sambil berbisik-bisik tanpa ada niatan untuk menolong Wira

dan hari itu merupakan hari terakhir  aku melihat Wira.

“Hai Senja!!” kata seorang pemuda yang tiba-tiba menepuk pundakku. Aku pun segera menghapus buliran bening yang tak tahu sejak kapan mengalir. Aku berusaha terlihat baik-baik saja. Lalu aku menatap sang pemuda dengan tatapan, siapa kau?, Kenapa kau ada di sini? Lebih baik kau pergi saja, tapi tak diperdulikan oleh pemuda itu.

“Kita sekelas, aku duduk di bangku belakangmu. Namaku Jingga. Aku ingin memulai pertemanan denganmu  Senja”. Tanpa menurunkan senyum di wajahnya, ia mengulurkan tangannya ke wajahku. Aku hanya memalingkan wajahku kembali  menatap ke arah  persimpangan jalan itu lagi.

Apa yang sudah dari tadi mengalihkan pandanganmu, Senja? Apa  persimpangan jalan itu?” Tanyanya lagi tanpa peduli. Aku yang tak suka jika ia berada di dekatku.

📚 Artikel Terkait

BUKU SASTRAWAN ACEH SEBAGAI MATERI MUATAN LOKAL SEKOLAH

Pemuja Tahta

AKU BENCI SEMBILAN NAGA

“ Awas POTRET” Jangan (hanya) Dibaca

“Kau tahu? Aku punya kenangan buruk di sana?” Pemuda bernama Jingga itu menunjuk persimpangan jalan yang sedari tadi aku pandang.

Kejadiannya sudah cukup lama. Sewaktu aku masih kecil, Ibuku mengalami kecelakaan di sana. Seperti terkena sengatan listrik, aku mulai tertarik mendengarkan ceritanya. Waktu itu ada sebuah truk yang kehilangan kendali sedang  menuju ke arahku. Aku yang masih kecil itu pun tidak tahu bahwa ada truk yang sedang melaju kencang, tiba tiba Ibuku mendorongku kedepan. Aku

menghindari truk itu. Dan aku selamat dari maut,tapi sebagai gantinya, aku kehilangan ibuku. Dan kau tahu orang-orang pada saat itu yang hanya menatapku dengan kasihan tanpa ada niatan untuk menolong ibuku yang sedang sekarat. Setelah kematian ibuku, aku menyalahkan diriku sendiri atas kepergiannya, namun ayahku mengatakan bahwa itu yang terbaik untuk ibu maupun kami”. Tidak ada cairan bening yang turun  matanya, namun aku tahu bahwa matanya  menunjukkan kesedihan yang mendalam.

‘Ah maaf, kenapa aku jadi menceritakan kejadian sedih itu di hari pertemanan kita” ia berusaha  tersenyum. Orang tuli pun tahu bahwa itu senyum palsu. Aku tak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya menepuk pundaknya beberapa kali lalu berjalan meninggalkannya.

Rumahku berjarak tak jauh dari persimpangan jalan itu. Rumah itu adalah rumah  peninggalan orang tuaku. Aku memasuki rumah, aku masih mencerna cerita pemuda tadi, siapa namanya? Rangga?

Angga? Jingga? Ah entahlah.

Mendengarkan ceritanya itu membuatku semakin membenci semua manusia di dunia ini. Teman-temanku dan juga diriku sendiri, hanya Senja yang aku sayangi.

     

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sebulan sudah aku mengenal Jingga. Pemuda itu selalu menggangguku. Entah di sekolah atau di luar sekolah. Dia menceritakan kejadian-kejadian tentang dirinya, leluconnya yang menurutku tak lucu. Dia selalu mencari perhatianku, tapi sayangnya aku sama sekali tak meresponnya. Tapi dia tak pernah menyerah sampai aku mau menerima dirinya di sampingku.

“Hai Senja”  seperti biasa aku hanya berdehem pelan. “Apa kau menyukai tempat ini? ” tanyanya dan mengambil duduk di dekatku. “Hm” seperti biasanya, sepulang sekolah aku akan selalu mengunjungi sahabatku. Aku tidak terkejut pemuda itu ada di sini.

“Senja, apa kau menganggapku sebagai temanmu?” Pertanyaannya kali ini mampu mengalihkan atensiku ke arahnya. Aku mengangguk singkat kurasa begitu

Senja mulai berlabuh di langit barat/ Keheningan menyelimuti kami berdua, hingga Jingga mengucapkan sebuah Kalimat yang cukup membuatku sedih.

“Aku akan pergi”

“Ayahku dipindah tugaskan ke Tokyo. Karena aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi di sini, aku harus ikut ayahku,tanpa menunggu aku menjawab, ia dengan cepat menjelaskan alasan ia pergi.

“Apakah lama? ” tanyaku. Lalu menundukkan kepalaku sambil menyembunyikan kesedihan.

“Entahlah, aku rasa aku akan melanjutkan sekolah di sana. Akan sering  mengirim e-mail kepadamu, aku tidak akan pernah melupakanmu. Aku berjanji” sambil mengacungkan jari kelingkingnya ke arahku, dengan sedikit ragu aku menautkan jari kelingkingku.

“Janji?”

“Hm,ya aku janji! ” ucapnya yakin.

Hari itu senja menjadi saksi janji kami berdua. Di bawah senja yang  terindah di  dalam hidupku itu, Tuhan telah memberikan pengganti sahabatku yang tiada. Aku akan menjadi sahabat yang terbaik bagi Jingga dan tak akan pernah membiarkan nyawa sahabatku hilang lagi.

“Jingga, boleh aku bertanya? Tanya ku sambil menatap paras pemuda yang ada di depanku ini.

Kenapa kau mau berteman dengan orang sepertiku? ” Hening, tak ada jawaban dari bibir pemuda itu. Hingga beberapa detik kemudian ia baru menjawab

“Emm, karena Jingga ada untuk Senja..” ia tersenyum kearahku setelah membalas pertanyaanku tadi.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 114x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 103x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 87x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 86x dibaca (7 hari)
Hari Ampunan
Hari Ampunan
1 Mar 2025 • 76x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    153 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya
Kenakalan Remaja Semakin Meresahkan

Kenakalan Remaja Semakin Meresahkan

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

INFO REDAKSI

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

October 7, 2025

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

September 10, 2025

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00
Go to mobile version