https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Sunday, May 25, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Aceh

Pekan Kebudayaan Aceh, Jalan Pemulih Luka

Redaksi Oleh Redaksi
1 year ago
in Aceh, Artikel, kebudayaan, Literasi, PKA, POTRET Budaya
Reading Time: 5 mins read
A A
0
5
Bagikan
51
Melihat

 

Oleh Ir. Fikar W.Eda , M.Sn
Penyair dan Jurnalis

Saya ingin memaknai event besar Pekan Kebudayaan Aceh, event budaya yang digerakkan sejak 1958. Saya tertarik menelusuri pemikiran di balik gagasan penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Aceh yang kemudian disingkat PKA, yang menurut saya perlu kita jadikan acuan, bahwa kebudayaan memiliki peran besar dalam mendorong kemajuan masyarakat, menjaga harkat dan martabat, serta memperkuat jalinan sosiologis masyarakat.

Saya menelusuri semua  ini dengan membongkar sejumlah dokumen  di Arsip dan Pepurstakaan Aceh, dokumen surat kabar, dan wawancara dengan pihak yang mengetahui betul jalan PKA karena yang bersangkutan terlibat langsung dalam perhelatan budaya tersebut.

##

Inilah catatan saya.
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) kembali diselenggarakan untuk yang ke tujuh kalinya, pada 5-15 Agustus 2018, dan dijadwalkan PKA 8 pada 2023.

 Kegiatan budaya ini  pertama kali dilaksanakan pada  1958,  dilanjutkan PKA 2 Tahun 1972, PKA 3 1988, PKA 4 2004, PKA 5 2009, dan PKA 6 pada 2013, PKA 7 2018.

Pekan Kebudayaan adalah ruang ekspresi masyarakat seluruh Aceh, bukan saja untuk tujuan pembangunan bidang kebudayaan, melainkan juga tujuan ekonomi dan  jembatan pemulihan luka  sosial Aceh.

Gubernur Aceh periode 1957-1964, Prof.  A. Hasjmy menilai  PKA telah berhasil mengembalikan harga diri dan martabat orang Aceh. Ia merujuk pada kenyataan yang terjadi pada 1953, ketika pecah peristiwa Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Gerakan tersebut oleh Pemerintah masa itu dan golongan-golongan yang mendukungnya, dianggap sebagai  gerakan pengkhianatan terhadap  Indonesia. Akibatnya, tulis Hasjmy,  martabat dan harga diri orang Aceh, dicabik-cabik oleh gelombang cemoohan, yang berkesudahan orang-orang Aceh merasa malu menjadi “orang Aceh.”

Luka Aceh itulah yang kemudian dipulihkan melalui jalan budaya dengan menggelar  PKA pada 1958, menyusul ditingkatkannya status Aceh menjadi daerah istimewa  yang memberikan hak-hak otonomi khusus dalam bidang agama, pendidikan, dan adat budaya.

“Adalah satu kenyataan bahwa PKA telah berjasa dalam usaha mengembalikan harga diri orang Aceh,”  tulis Hasjmy lagi,  selaku Ketua Umum Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA)  dalam  buku “Menjenguk Masa Lampau, Menjangkau Masa Depan Kebudayaan”  terbitan 1991.

Guru Besar universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Prof. DR. Darwis A Soelaiman, MA, menyebut jalan budaya sebagai pilihan paling manusiawi dan memiliki harkat tinggi untuk memulihkan  “luka” Aceh yang terlanjur menganga akibat kecamuk perang dan konflik masa DI/TII.

“Melalui jalan budaya, masyarakat memperlihatkan eksistensinya, menjangkau masa depannya, dan menghibur dirinya,” kata Prof Darwis dalam satu percakapan menjelang tengah malam di kediamannya Sektor Timur, Kopelma Darussalam, Banda Aceh. Dalam pepatah Aceh dirumuskan sebagai “ubat sosah piyasan beu na.”

Menurutnya, jalan budaya selain “pemulih luka” sekaligus perekat antarmasyarakat, memperlihatkan keberagaman, dan merancang masa depan. “Di dalamnya tertera martabat dan harga diri. Jalan kebudayaan bukan semata soal kesenian, melainkan jauh lebih luas lagi, yakni peradaban,  termasuk ilmu pengetahuan, teknologi, pandangan dan sikap hidup,” demikian Prof Darwis. Alasan itulah, menurut Darwis., sehingga ide penyelenggaraan Pekan Kebudayaan mendapat respon dan dukungan luas.

Masyarakat,  mahasiswa dan kalangan terpelajar Aceh di perantauan kala itu, menyumbangkan berbagai gagasan mengisi kebangkitan Aceh pasca konflik DI/TII.

A. Hasjmy, Sjamaun Gaharu, dan  Teuku Hamzah adalah “tokoh tiga serangkai” di balik penyelenggaraan PKA 1 1958. Waktu itu Hasjmy menjabat Gubernur Aceh, Letkol Sjamaun Gaharu Panglima Kodam Daerah  Aceh, dan Mayor T. Hamzah Kepala Staf Kodam Daerah Militer Aceh dan Ketua Umum PKA 1. Ketiganya berhasil meletakkan jembatan budaya yang merekatkan cita-cita Aceh bermartabat sejak era itu sampai era digitalisasi terkini.

Setahun setelah itu, pada 1959, Presiden Soekarno datang ke Aceh, meresmikan Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, yang kelak menjadi tonggak terpenting dalam pendidikan generasi Aceh.

Semangat memilih jalan budaya  kembali menjalar dalam dada dan kepala kaum terpelajar Aceh pada periode berikutnya. Era Orde Lama (Orla) berlalu, digantikan Orde Baru (Orba).

Orde Lama di bawah ke kepemimpinan Soekarno dengan jargon “politik sebagai panglima” ditinggalkan. Beralih ke orde pembangunan dinakhodai Jenderal Soeharto.

Menyahuti napas baru itu, di Aceh juga mulai terjadi perubahan. Aceh  tak tinggal diam. Aktivitas sosial budaya menggeliat lagi. Rentang waktu sejak 1958 sampai 1966 dengan segala peristiwa  sosial dan politik, membuat Aceh tak leluasa mengembangkan diri, meski telah diberi status istimewa di bidang pendidikan, adat, dan agama. Keadaan Aceh masa itu sungguh sulit, seolah terisolasi dari perkembangan dunia luar. Selain memang kondisi sosial dan politik nasional juga tidak stabil.

Darwis A Soelaiman melukiskan masa itu sebagai sebuah keadaan yang mengungkung. Dengan perubahan rezim, seolah ada harapan baru untuk mengisi pembangunan. Memberi makna baru dalam derap kehidupan masyarakat Aceh.

“Kegiatan seni budaya kembali tumbuh dengan semangat berbeda,” kenang Prof. Darwis. Sebuah organisasi kesenian pun didirikan, namanya Lembaga Pembina Seni Budaya Aceh atau LPSBA  pada 1967. Di dalamnya terdapat banyak nama yang memiliki semangat menyala membangun negeri, selain Darwis ada Sahlan Saidi, Sofyan Ras Burhani, Anwar Zeats, Mohd Junaidi, Rusli Mahaday, Muchtar A Iskandar, dan banyak nama lain.

Nurdin Sufie, tokoh Gayo, orang tua dari Wagub Aceh sekarang, Nova Iriansyah, ketika itu memimpin organisasi Himpunan Seni Budaya Islam atau HSBI dan beberapa organisasi kesenian lainnya,  kembali bergiat dengan semangat baru. Di Unsyiah hadir Pusat Kesenian Syiah Kuala atau PKS. Kegiatan kesenian marak, terpusat di Balai Teuku Umar.

“Jalan budaya kembali menjadi menjadi pilihan cemerlang untuk membuka isolasi Aceh,” kata Darwis mengenai gagasan menyelenggarakan kembali PKA pada 1972.

T Hamzah yang sudah menjadi Brigjen dan menjabat Panglima Kodam Aceh menyampaikan kembali idenya untuk  menggelar PKA 2. Itu dia sampaikan dalam satu pertemuan dengan pengurus LPSBA saat memberi sambutan dalam acara Ceramah Sastra di Bioskop Garuda Banda Aceh. Ide ini tentu disambut antusias. Tapi Teuku Hamzah sendiri tak lama setelah itu pindah ke Jakarta. Namun ide itu terus bergaung. Gubernur Aceh Muzakir Walad, Rektor Unsyiah A. Madjid Ibrahim, dan  Dekan Fakultas Ekonomi Unsyiah Ibrahim Hasan sepakat gagasan “menempuh jalan budaya”  mulai dijalankan.

Sebagai “jalan pembuka” didatangkan penyair dan dramawan WS Rendra dengan kelompok Bengkel Teater Rendra ke Aceh. Mementaskan “Kasidah Barzanji” di depan Masjid Raya Baiturrahman dan drama Sophocles  “Oedipus Rex” di Perbasi Peunayong Banda Aceh pada Oktober 1971.  Itulah untuk pertama sekali depan Masjid Raya dijadikan tempat pentas teater. Bengkel Teater Rendra juga diajak mentas keliling Aceh, Sabang, Bireuen, dan Langsa. Rendra juga ceramah di Universitas Syiah Kuala serta latihan teater bersama di Lhok Nga bersama sejumlah seniman Aceh. Rendra sendiri kemudian menulis syair “Universitas Syiah Guru Kami” yang dijadikan hymne Unsyiah diarranseme Mochtar Embut.

“Kedatangan Rendra dan Bengkel Teater mengubah banyak hal di Aceh. Seolah sebagai angin segar. Mengingat Aceh ketika itu sangat terisolir,” kenang Darwis Soelaiman, yang menjadi salah seorang panitia inti kedatangan Rendra.

Pilihan mendatangkan Rendra, sebab dia dianggap tokoh yang mampu membawa perubahan. Tokoh pendobrak. Ia sedang top di Indonesia sebagai seniman yang kritis dan humanis.

Tak lama berselang, setelah kedatangan Rendra bersama 28 orang anggota kelompoknya, PKA 2 digelar pada 20 Agustus sampai 2 September 1972. Seluruh kegiatan dipusatkan di Blang Padang.

Adalah Darwis A. Soelaiman yang ketika itu memimpin LPSBA diminta oleh Gubernur Muzakir Walad  menyiapkan  bahan PKA 2 dan diangkat sebagai Sekretaris Umum PKA 2 dan PKA 3 tahun 1988. “LPSBA semacam ‘think thank’ PKA 2,” ujar Darwis. Sedangkan pada PKA 1 persiapan dilakukan oleh Lembaga Kebudayaan Aceh (LKA) dibentuk 1957, diketuai Mayor T. Hamzah.

Melihat urgensinya jalan budaya, Pekan Kebudayaan Aceh lalu ditetapkan sebagai agenda lima tahunan dan  merupakan  mata rantai kebudayaan yang saling terikat sejak PKA 1 sampai PKA 3. “Pengikatnya adalah menegakkan harkat dan martabat Aceh di nasional dan dunia,” kata Darwis Soelaiman.

Pekan Kebudayaan Aceh Sejak PKA 1, PKA 2,PKA 3, dan seterusnya sampai PKA 7, menurut Darwis S Soelaiman terletak pada benang merah  “menegakkan harkat dan martabat Aceh” di panggung nasional dan dunia. Tugas ini memang berat, di tengah gelombang hipokrisi, korupsi, narkoba, intrik politik yang menyeruak secara nasional. Menjalar kemana-mana, termasuk Aceh. “Tapi harus kita lalui,” kata Darwis lagi.

Dalam bahasa yang lain, Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah ingin mengandalkan jalan budaya dalam menyelesaikan beragam persoalan dan mendorong laju pembangunan di Aceh. “Melalui jalan budaya akan menciptakan perdamaian dan kebersamaan. Ini yang akan kita tumbuhkan,” kata Nova Iriansyah yang kemudian dilantik sebagai Plt Gubernur Aceh. Persoalan-persoalan yang didekati dengan jalan budaya memberi ruang penghargaan dan kesetaraan. “Beda dengan pendekatan politik,” kata Nova yang memilih menyelenggarakan touring Pra PKA menggunakan Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI) Aceh. Sesuatu yang tidak biasa.

Nova Iriansyah juga  menyadari bahwa Aceh berada dalam lalu lintas pergaulan antarbangsa. Dan karenanya Aceh harus mampu mengembalikan kekuatan budayanya. “Dalam PKA kali ini akan mengundang delegasi asing secara khusus, beberapa negara Islam di seluruh dunia. Mereka diberi ruang berekspresi. Apabila dalam PKA yang lalu-lalu lebih  menampilkan Khasanah lokal, kali ini kita beri ruang kepada delegasi kesenian asing,” katanya,  selain  juga mengundang  seluruh provinsi di Indonesia. Ia ingin memberi penekanan khusus bahwa, PKA 7 ini bukan hanya mengemban misi budaya, melainkan juga membopong misi ekonomi dan penguatan masyarakat. Selamat  datang para tetamu budaya yang mulia.()

Share2SendShareScanShare
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Postingan Selanjutnya
Berharap Kepada Manusia, Harus Siap Kecewa

Berharap Kepada Manusia, Harus Siap Kecewa

UNDANGAN KE HELSINKI

UNDANGAN KE HELSINKI

ZAMAN EDAN, ZAMAN GILA

ZAMAN EDAN, ZAMAN GILA

CORPORATE IDENTITY: UPAYA MEMBANGUN CITRA IDENTITAS DIRI

CATATAN KECIL DI BALIK HARAPAN BESAR

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Edisi Mei

Oleh Redaksi
May 10, 2025
0
346

27 tahun yang lalu (1998) nilai tukar rupiah terhadap dolar, dari Rp 2,575.00 berangsur turun menjadi Rp 16.000 pada Maret...

Baca SelengkapnyaDetails
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Tema Lomba Menulis Maret 2025

March 22, 2025
342

Responden Terpilih

March 14, 2025
124
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Pemenang Lomba Menulis Februari 2025

March 2, 2025
360

Jajak Pendapat #KaburAjaDulu

February 22, 2025
232

SELAKSA

  • All
  • Tabrani Yunis
Jejak Kelelawar

Jejak Kelelawar

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/24
0
69

Oleh Tabrani Yunis  Burung-burung kelelawar datang berkunjung Berkerumun -kerumun saling sambung Terbang tinggi jauh melambung Langit terang kelihatan mendung Burung-burung...

Gerimis Turun Menjelang Petang

Gerimis Turun Menjelang Petang

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/18
0
71

Oleh Tabrani Yunis Mendung berarak menjelang petang Kala mentari bergegas pulang Berbalut pelangi jingga luas membentang Diguyur gerimis bergoyang kencang ...

Merevitalisasi PDIA, Merawat Ingatan Membangun Ketangguhan

Merevitalisasi PDIA, Merawat Ingatan Membangun Ketangguhan

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/17
0
91

Oleh Tabrani Yunis Perasaan hati bercampur aduk, kala masuk ke ruang pertemuan di gedung  BAST -ANRI atawa gedung Balai Arsip Statis...

Bhoi Morica: Inovasi Kue Tradisional Aceh Oleh 3 Mahasiswi USK Sebagai Solusi Anti-Stunting dan Anti-Cacingan

Bhoi Morica: Inovasi Kue Tradisional Aceh Oleh 3 Mahasiswi USK Sebagai Solusi Anti-Stunting dan Anti-Cacingan

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/16
0
182

Oleh: Tabrani Yunis Bhoi Morica merupakan inovasi pangan fungsional berbasis kue tradisional Aceh yang dikembangkan sebagai solusi lokal untuk mengatasi...

Populer

  • Memaknai Kekhususan Hari Jum’at

    Abu Syech Mud; Syekhul Masyayikh Ulama Dayah Aceh Periode Awal. 

    10 shares
    Share 4 Tweet 3
  • Bunda Literasi di Era Artificial Intelligence

    10 shares
    Share 4 Tweet 3
  • Nol Saldo di Masjid Jogokariyan; Literasi Keuangan

    9 shares
    Share 4 Tweet 2
  • Jejak Kelelawar

    7 shares
    Share 3 Tweet 2
  • Puisi-Puisi Abdul Aziz Ali. Ipoh, Perak, Malaysia

    8 shares
    Share 3 Tweet 2
POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00