Meskipun baru sebatas rencana, hal ini tetap menjadi terobosan besar bagi gerakan anti-polusi lingkungan di seluruh dunia.
Menurut laporan dari Plasticoceans.org, setiap tahunnya kita menghasilkan hingga 300 juta ton plastik. Dari jumlah tersebut, sekitar 25 juta ton plastik ‘disumbangkan’ oleh negara-negara di Uni Eropa, dengan tingkat daur ulang yang kurang dari 30 persen.
Sekitar 10 juta ton plastik diperkirakan dibuang ke lautan setiap tahunnya, membahayakan keseimbangan ekosistem dan kehidupan biota di dalamnya.
“Sampah plastik merupakan isu besar yang tidak bisa ditolak, dan Eropa harus bergerak bersama untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Frans Timmermans, Wakil Presiden dari European Comission.
Dalam proposal peraturan terbaru, European Commission berencana untuk melarang peredaran beberapa produk plastik sekali pakai. Belum ada daftar yang jelas mengenai produk-produk yang akan dilarang.
Namun situs resmi Uni Eropa sudah menyebut beberapa barang seperti cotton bud plastik, alat makan plastik, piring plastik, sedotan plastik, pengaduk minuman, serta tongkat untuk balon mainan.
Uniknya, botol minum sekali pakai dipastikan tidak masuk dalam daftar barang yang akan dilarang, meskipun disebut-sebut sebagai sampah plastik paling umum di lautan.
Di sisi lain, EU akan memberi insentif bagi perusahaan untuk mengembangkan alternatif bahan yang lebih mudah didaur-ulang untuk produk-produk tersebut.
Meskipun tergolong ekstrem, Timmermans memastikan bahwa peraturan ini tidak akan menyulitkan masyarakat. Ia memastikan bahwa sebelum proses pelarangan hanya diberlakukan jika sudah tersedia produk pengganti yang lebih ramah lingkungan, dengan harga terjangkau.
Masyarakat pun bisa tetap melaksanakan kegiatan harian seperti sedia kala, tanpa adanya gangguan yang berarti.
“Anda tidak akan melihat cotton bud plastik sekali pakai di rak supermarket, namun (Tetap bisa menemukan) cotton bud dari material yang lebih ramah lingkungan,” ujar Timmermans. “Anda masih bisa melakukan piknik, meminum koktail (Dengan sedotan) dan membersihkan telinga seperti sebelumnya.”
Dilansir dari CNN.com, gabungan perusahaan yang tergabung di Plastics Europe berargumen bahwa meskipun proposal ini didukung oleh ‘objektivitas tinggi’, mereka berpikir bahwa pelarangan ini ‘bukanlah solusi’ dan ‘produk alternatif bisa jadi tidak sebersih yang dikira’.
Tentu saja, hasil akhir dari proposal ini hanya bisa dilihat setelah dibahas dan disetujui oleh negara-negara anggota Uni Eropa. Namun, keberadaan proposal ini tetap memberi harapan bagi masa depan perlindungan lingkungan di seluruh dunia. Khususnya untuk mengurangi sampah plastik yang sulit untuk didaur ulang.
Harapannya, proposal ini dapat memberi contoh bagi negara lain untuk mengikuti jejak komitmen Uni Eropa untuk memastikan dunia yang bebas polusi di masa depan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?