Dengarkan Artikel
Oleh Feri Irawan*
Kepala SMKN 1 Jeunieb
Perubahan besar kembali menyambangi dunia pendidikan kejuruan di Indonesia atau SMK.
Kali ini, pergantian struktur kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang kena rombakan total.
Lewat Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025, pemerintah secara resmi mengubah isi dari Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.
Sekarang pelajaran di SMK makin banyak, jam belajarnya makin padat, bahkan ada mata pelajaran baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Yang pertama langsung terasa dari dokumen resmi adalah jumlah jam pelajaran (JP) yang melonjak signifikan. Di kelas X saja, total jam belajar siswa bisa menembus 1.800 JP dalam setahun. Bandingkan dengan sebelumnya yang rata-rata masih di bawah 1.500 JP.
Tidak hanya kuantitas, jenis mata pelajaran pun bertambah. Saat ini, siswa SMK tidak hanya belajar teori dan praktik kejuruan, tetapi juga harus menekuni Projek Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial, Kreativitas, Inovasi, dan Kewirausahaan (KIK), Koding dan Kecerdasan Artifisial (AI), hingga Muatan Lokal yang bisa berbenturan teknologi, bahasa, sampai budaya lokal.
Masuknya koding dan AI ke dalam kurikulum SMK bukanlah sekadar tren pendidikan global, melainkan kebutuhan nyata untuk mempersiapkan lulusan SMK yang mampu menghadapi tantangan masa depan. Kebijakan ini membuka peluang besar bagi SMK untuk bertransformasi menjadi pusat inovasi, serta bagi guru SMK untuk berkembang menjadi fasilitator pembelajaran digital yang adaptif.
Pertanyaannya adalah “Apakah semua SMK siap mengajar AI?” Jawabannya, belum tentu.
Belajar Coding dan AI membutuhkan alat-alat yang canggih, sarana internet yang bagus. Sementara kita ketahui, belum seluruh SMK memiliki sarana itu.
Data BPS 2023 menunjukkan akses internet di desa hanya 59,33 persen, jauh tertinggal dari kota yang mencapai 76,30 persen. Artinya tantangan AI bukan hanya soal sinkronisasi dan penguasaan teknologi, tetapi juga ketimpangan infrastruktur digital yang berpotensi memperlebar jurang kualitas pendidikan antarwilayah.
Hal ini dipertegas Mendikdasmen Abdul Mu’ti. Menurut Pak Menteri, mata pelajaran pilihan coding dan AI ini hanya akan diberlakukan di sekolah yang sudah memiliki sarana yang mumpuni.
Abdul Mu’ti juga mengakui, Kemendikdasmen belum memiliki solusi terkait dukungan fasilitas teknologi yang akan diberikan pada sekolah. Kementeriannya, saat ini tengah mempelajari model dan materi pembelajaran dari sekolah-sekolah yang sudah menerapkannnya.
Di sisi lain, sebagian besar guru SMK belum memiliki kompetensi mengajar materi AI yang kompleks. Tanpa pelatihan khusus, mereka akan kesulitan menyampaikan konsep yang benar, bahkan bisa menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Akibatnya, tujuan pembelajaran bisa meleset dan guru semakin terbebani.
Sementara, banyak siswa SMK yang masih lemah dalam kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Materi AI memerlukan pemahaman logika, algoritma, dan matematika tingkat lanjut. Memaksakan pelajaran AI bisa mengalihkan fokus dari pemeliharaan fondasi utama yang jauh lebih mendesak.
Tentunya, tanpa strategi pedagogi yang matang, pelajaran AI berpotensi menjadi simbolik saja atau sekadar tren. Siswa mengajarkan istilah-istilah teknis tanpa benar-benar memahami makna dan prinsipnya. Hal ini akan mengurangi efektivitas pembelajaran dan menyia-nyiakan waktu proses belajar.
Oleh karena itu, kesuksesan implementasi mata pelajaran koding dan AI tidak hanya bergantung pada kebijakan tertulis, tetapi pada kesiapan infrastruktur, kompetensi guru, dan dukungan pelatihan yang berkelanjutan. Jika tantangan-tantangan ini tidak diantisipasi dengan baik, tujuan mulia kebijakan ini justru berisiko menimbulkan kesenjangan pendidikan yang semakin lebar.
Tentunya, kolaborasi antara pemerintah, sektor teknologi, dan komunitas pendidikan menjadi kunci dalam merumuskan solusi atas tantangan AI di lapangan.
Jika dilakukan secara cermat dan inklusif, pelajaran AI dalam kurikulum SMK dapat membuka jalan bagi lulusan SMK. Sehingga mereka lebih melek teknologi, sekaligus penting dan berdaya saing global.
📚 Artikel Terkait
Satu perubahan mencolok lainnya adalah durasi Praktik Kerja Lapangan (PKL).
Dalam Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025 dijelaskan bahwa PKL bukan lagi sekadar kegiatan tambahan, namun sudah menjadi mata pelajaran resmi yang masuk ke dalam struktur kurikulum, dengan alokasi Jam Pelajaran (JP) yang jelas
Untuk program SMK 3 tahun, PKL dilaksanakan paling sedikit selama 1 semester atau 16 minggu efektif (setara sekitar 4 bulan).
Sedangkan untuk program SMK 4 tahun khususnya di kelas XIII, PKL dialokasikan hingga 1.216 JP.
Jika dirata-rata dengan asumsi 46 JP per minggu, maka waktu PKL bisa tembus 26 minggu atau sekitar 10 bulan atau sekitar 1.216 JP. Ini jadi rekor tersendiri dalam sejarah pendidikan vokasi kita.
Kebijakan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah ingin memberikan siswa pengalaman dunia kerja yang lebih nyata, bukan hanya sebagian waktu yang terbatas. Selain itu,
meningkatkan kesiapan lulusan SMK, agar lebih kompeten secara teknis maupun etika kerja. Dan juga memperkuat hubungan sekolah dengan dunia industri, agar pembelajaran relevan dengan kebutuhan pasar.
Meski terlihat ideal, implementasinya tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak semua sekolah punya akses ke industri atau mitra kerja yang cukup. Sementara di beberapa daerah masih minim perusahaan yang bisa menampung siswa PKL dalam jumlah besar. Agar PKL tidak hanya jadi formalitas maka perlu pengawasan dan sistem penilaian yang jelas.
Kurikulum baru menekankan pendekatan menyeluruh: siswa tidak hanya digenjot keterampilan teknis (technical skills), tapi juga kemampuan berpikir kreatif, inovatif, dan kewirausahaan.
Oleh karena itu, muncul mata pelajaran “Kreativitas, Inovasi, dan Kewirausahaan (KIK)” yang bersifat wajib di SMK.
KIK bukan sekadar pelajaran teori, tapi berbasis project-based learning. Jadi siswa dituntut bikin produk, solusi, atau jasa yang relevan dengan dunia nyata.
Meski terdengar progresif, kurikulum ini tetap mempertahankan Muatan Lokal sebagai bagian integral.
Sekolah bisa memasukkan pelajaran lokal seperti seni, prakarya, bahasa daerah, sampai kearifan lokal sebagai pelajaran mandiri atau bagian dari tema kokurikuler.
Kurikulum SMK saat ini jelas mengalami transformasi besar. Jumlah pelajaran makin banyak, kontennya makin modern, dan pendekatannya makin hands-on.
Tanpa implementasi yang serius dan dukungan menyeluruh, bisa saja siswa SMK malah kewalahan, bukan berkembang.
Pendidikan kejuruan harus tetap berpijak pada kenyataan, bahwa tidak semua sekolah punya akses dan kemampuan yang sama.
Yang jelas, siswa SMK hari ini bukan lagi “pelajar pinggiran”. Mereka disiapkan untuk jadi garda depan SDM unggul.
Struktur Kurikulum Kelas X
Mengutip dari laman resmi kurikulum.kemdikbud.go.id, struktur Kurikulum Merdeka SMK 2025 untuk siswa kelas X terdiri dari mata pelajaran umum dan kelompok mata pelajaran kejuruan.
Untuk mata pelajaran umum ada Pendidikan Agama Islam/agama lainnya dan Budi Pekerti, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK). Kedua mata pelajaran ini masing-masing memiliki alokasi intrakurikuler per tahun 90 dan alokasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila per tahun 18. Total JP per tahun 108.
Ada mata pelajaran Sejarah, Pendidikan Pancasila, dan Seni Budaya (Seni Musik, Seni Rupa, Seni Teater, Seni Tari). Ketiganya memiliki alokasi intrakurikuler dan alokasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila per tahun masing-masing yakni 54 dan 18. Dengan total JP per tahun masing-masing 72.
Selanjutnya, ada Bahasa Indonesia dengan alokasi intrakurikuler per tahun 108 dan alokasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila per tahun 36.
Total JP per tahun 144.
Sementara, untuk Kelompok Mata Pelajaran Kejuruan, ada
Matematika, Bahasa Inggris, dan Informatika. Alokasi waktu intrakurikuler dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila per tahun per mata pelajaran sebesar 108 dan 36. Total JP per tahun per mapel 144.
Ada Projek Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial dengan alokasi intrakurikuler per tahun 162 dan alokasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila per tahun 54.
Total JP per tahun 216.
Untuk Dasar-Dasar Program Keahlian, alokasi intrakurikuler per tahun sebesar 432, dengan total JP per tahun 432. Terakhir, Muatan Lokal dengan alokasi intrakurikuler per tahun 72. Total JP per tahun 72.
Demikian sekilas kurikulum merdeka untuk SMK tahun 2025. Semoga bermanfaat.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini


















