Dengarkan Artikel
Oleh: Anies Septivirawan
Berkegiatan sastra, dalam hal ini menulis fiksi (prosa, puisi, novel, cerita pendek), dan non fiksi adalah kegiatan yang menuntut otak kita berpikir positif dan hati menjadi lembut.
Setelah ada kelembutan di dalam hati, maka organ tubuh manusia yang bernama “hati” akan menuntun seluruh anggota tubuh yang lain untuk berperilaku, berperangai dan bertindak lembut, baik, serta bermanfaat pada setiap gerakan bagi diri, pun bagi sesama makhluk ciptaan Tuhan, semesta alam raya.
Seandainya manusia tidak melakukan dan tidak berkegiatan yang demikian, mungkin saja otak dan hati mereka akan dihinggapi “virus” perangai hewani yang mengandalkan kekuatan fisik tanpa mengandalkan akal dan hati yang bening ketika ditimpa persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka yang akan terjadi adalah kecamuk perang batin di dalam dirinya, dan perang atau bentrok fisik antara kedua belah pihak karena berebut “siapa yang paling benar”.
Dan hal itu akan selalu berlangsung terjadi di muka bumi selama belum ada kiamat. Begitu juga yang telah terjadi di bumi Tuhan yang bernama Situbondo, Jawa Timur.
Peristiwa kekerasan fisik itu berawal pada Minggu pagi, di sebuah pelabuhan di Situbondo, matahari masih bersinar rendah menyentuh permukaan air pantai pelabuhan Kalbut.
Peristiwa kekerasan itu menimpa pada seorang anak di bawah umur yang dipukul oleh temannya yang kekuatan fisiknya tidak sebanding hingga menyebabkan rasa sakit.
Hal itu bermuara di rumah sakit dan kantor polisi, karena kedua orang tua sang korban mencurahkan rasa sakit hatinya kepada kepolisian setempat.
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini


















