Dengarkan Artikel
Oleh Rosadi Jamani
Di bawah langit mendung sepak bola Indonesia, drama terbaru mengguncang panggung. Arya Sinulingga, salah satu Exco PSSI, berdiri di tengah badai hujatan, ancaman, dan tentu saja meme-meme yang terlalu kejam untuk disebut seni. Alasannya? Pemecatan Shin Tae-yong. Pelatih Korea kesayangan bangsa. Sang pembawa harapan. Sang penenun mimpi. Kini tersingkir.
Arya tak tinggal diam. Ia mengangkat pedangnya atau lebih tepatnya, ponselnya dan menulis, “Saya akan melaporkan akun-akun penyebar hoax, fitnah, dan ujaran kebencian ke polisi!” Sebuah deklarasi perang yang terdengar gagah. Tapi tunggu dulu. Warganet, yang terkenal tanpa takut, justru menjawabnya dengan komentar, “Coba aja, Pak. Kami tunggu.”
Lalu dimulailah perang.
Arya maju dengan dalih moralitas, “Kritik silakan, tapi jangan hoax!” Warganet balas menyerang dengan pasukan meme bertopeng anonim. Narasi dibangun, teori konspirasi digoreng. Ada mafia, ada iluminati, bahkan ada alien yang diam-diam memecat Shin Tae-yong dari balik layar. Sungguh, sepak bola Indonesia bukan sekadar olahraga. Ini adalah opera sabun tanpa jeda iklan.
Arya mencoba menjelaskan. Katanya, keputusan memecat Shin Tae-yong adalah pengorbanan besar. PSSI harus membayar kompensasi puluhan miliar. “Ini uang beneran, bukan daun monopoli,” ujarnya penuh penekanan. Tapi apa peduli warganet? Mereka tetap berseru, “Kami cuma mau STY balik!”
Arya menambahkan, “Kalau kami mau aman, pelatih lama dibiarkan saja. Tapi ini demi masa depan sepak bola Indonesia!” Masa depan? Sebuah konsep yang terlalu abstrak untuk warganet yang hidup di hari ini, sekarang, detik ini. Mereka tak butuh masa depan. Mereka butuh Shin Tae-yong di sini, saat ini, lengkap dengan jaket hitam dan senyum misteriusnya.
Di akhir narasinya, Arya menyerukan mantra sakral, “Semua ini demi merah putih!” Sebuah kalimat yang biasanya memancing haru, tapi kali ini tenggelam di antara suara keyboard dan notifikasi komentar penuh sumpah serapah.
Warganet, seperti biasa, tak peduli. Mereka terus menggugat. Mereka menuntut jawaban. Mereka menciptakan gelombang badai yang tak akan surut, bahkan jika Arya melapor ke polisi, interpol, atau sekalian ke PBB.
Sepak bola Indonesia adalah epik tanpa kesimpulan. Arya bertahan. Warganet menyerang. Shin Tae-yong sudah pergi, tapi bayangannya tetap menghantui. Drama ini tak akan selesai. Karena di negeri ini, bola memang bundar, tapi konfliknya selalu berputar-putar tanpa akhir.
Di tengah semua itu, kita tetap menonton. Karena, mau seabsurd apa pun dramanya, sepak bola Indonesia adalah hiburan terbaik yang tak pernah kita minta, tapi selalu kita terima.
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar