Oleh Tabrani Yunis
Sebagai orang tua dari tiga anak, Ananda Nayla Tabrani Yunis, Aqila Azalea Tabrani Yunis dan Arisya Anum Tabrani Yunis, sering sekali terpaksa harus merepet dengan ketiga anak ketika berhadapan dengan masalah makanan. Merepet karena berbeda selera makan. Sang ayah yang merupakan generasi baby boomer, punya selera dengan makanan-makanan rumahan. Maksudnya makanan yang dimasak di rumah dengan menu makanan yang lebih sehat, karena tidak menggunakan micin atau penyedap dan pengawet. Juga bukan makanan cepat saji atau fast food. Ketika membeli ikan pun cenderung memilih ikan segar, terhindar dari kemungkinan penggunaan boraks. Bahkan memilih ikan yang tergolong enak.
Begitu pula halnya dengan kebutuhan sayuran, yang membantu memperhatikan kecukupan gizi dan vitamin. Ditambah lagi dengan kebutuhan akan buah-buahan, sehingga ajaran untuk memenuhi kebutuhan empat sehat, lima sempurna, pun bisa terpenuhi di keluarga. Tentu saja, sebagai orangtua yang tergolong dalam kategori generasi baby boomer sudah lama belajar mengenai makanan sehat.
Jadi, bagi generasi baby boomers memakan makanan-makanan yang alami, seperti ubi (casava), ketela, sagu, pisang, janeng dan sejenisnya adalah hal yang sudah biasa dan bahkan bisa memakan segala jenis makanan, baik sebagai makanan pokok, maupun sebagai makanan pengganti beras dan makanan tambahan. Ya, generasi baby boomers adalah generasi yang bisa dan terbiasa memakan segala macam makanan, baik jenis, rasa. Bisa memakan yang manis, hambar, asin, asam, hingga yang pahit seperti daun pepaya dan lain-lain. Sehingga makanan kaum baby boomers sangat banyak ragam atau jenis serta rasa yang bisa dinikmati sekaligus menjadi obat. Bervariasi dan alaminya makanan generasi baby boomers, secara kesehatan bisa lebih baik dan bahkan memiliki daya hidup ( survival) yang lebih baik. Lebih siap dalam menghadapi bencana kelaparan.
Namun, kebiasaan dan pola makan kaum baby boomers ini sangat jauh berbeda dengan anak-anak generasi zaman now. Barangkali para pembaca bisa mengamati atau bahkan sudah tahu perilaku pola makan anak di rumah sehari-hari. Ya, mari kita amati lagi pola makan, atau konsumsi mereka di rumah. Bisa jadi, apa yang penulis hadapi dengan ketiga anak di rumah dan dalam kehidupan sehari -hari. Ada pola makan yang sama dengan anak-anak penulis selama ini dibandingkan dengan kaum generasi baby boomers.
Bila kita cermati atau amati pola makan anak-anak sekarang, kita menemukan beberapa fakta. Pertama, generasi zaman now yang juga masuk dalam kategori generasi Z dan A, sesuai dengan perkembangan zaman, generasi ini yang sedang diserang dengan berbagai macam ragam makanan siap saji, dibandingkan dengan makanan yang disiapkan di rumah. Mereka lebih suka makanan fast food itu, tanpa peduli dengan segala macam bahan yang menakutkan, seperti penyedap, pengawet dan perwarna dan lain-lain, baik makanan olahan lokal. Bahkan mereka merasa lebih bangga dan merasa bergengsi mengonsumsi makanan global tersebut, walau dikatakan itu dengan sebutan junk foods, seperti di negeri asalnya. Namun, mereka tidak peduli.
Kedua, kecenderungan generasi milenial, generasi Z dan A sangat suka mengonsumsi beragam makanan daging ayam potong yang dikemas dalam kemasan ayam geprek, ayam penyet dan lain-lain yang sesungguhnya bisa membahayakan kesehatan, karena dikonsumsi terus menerus. Mereka tidak suka mengkondisi ikan yang begitu banyak jenis dan ragamnya, serta lebih sehat dan dibutuhkan oleh tubuh. Anehnya, ketika ayam tidak tersedia, mereka tetap memilih tidsk makan. Ini adalah pola konsumsi makanan yang tidak baik dan tidak sehat. Mereka cenderung memiliki keterbatasan konsumsi makanan daging dan telur yang mengandung protein.
Bukan hanya itu, dalam hal konsumsi sayur juga mengalami disrupsi. Banyak anak dan remaja yang berstatus generasi milenial, Z atau A yang tidak suka makan sayur-sayuran hijau yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh tubuh yang ingin sehat. Namun, kenyataannya banyak orangtua yang kesulitan menegajak anak-anak mereka mengonsumsi sayur -sayuran. Memang aneh rasanya.
Lebih aneh lagi, ketika Allah memberikan kita nikmat buah-buatan yang banyak mengandung manfaat bagi kehidupan kita, banyak pula anak atau kaum generasi milenial, Z dan A yang tidak suka makan buah. Mereka juga sangat terbatas mengonsumsi buah-buahan. Padahal, mengonsumsi buah-buahan yang cukup, banyak membantu hidup menjadi sehat. Dalam kondisi semacam ini, ketika mengalami sakit dan disarankan untuk konsumsi buah, maka akan sulit dilakukan, walau diolah dalam bentuk jus atau sejenisnya. Tidak pula mengherankan bila di kalangan generasi ini hanya mengenal atau mengonsumsi jus jeruk, sementara jus-jus yang lainnya tidak menjadi kebutuhan.
Kecenderungan lain, dalam hal konsumsi minuman. Cobalah amati minuman anak-anak kita, generasi masa kini. Kita juga akan temukan banyak fakta yang membuat kita khawatir. Betapa tidak, jenis minuman yang mereka konsumsi cenderung mengikuti perkembangan industri minuman dalam kemasan kaleng, plastik atau kotak yang mengandung banyak zat yang dapat merusak kesehatan para konsumen. Minuman-minuman seperti ini menjadi trend konsumsi generasi masa kini, tanpa menghiraukan akibat masa depan mereka.
Nah, begitu dahsyatnya perubahan pola konsumsi atau pola makan generasi masa kini yang sesungguhnya banyak membawa akibat buruk bagi mereka kini dan di masa mendatang. Dikatakan demikian, karena ada banyak kemungkinan buruk yang bakal dihadapi oleh generasi milenial, generasi Z dan A ke depan. Misalnya, ketika generasi ini tidak terbiasa lagi memakan makanan yang dianggap jadul, seperti ubi rebus, pisang rebus, jagung rebus, sagu dan sejenis lainnya, kelak ketika negeri ini mengalami musibah atau perang, maka mereka akan berhadapan dengan kesulitan makan.
Ya, terbatasnya jenis makanan, minuman, buah dan sayur pada diri generasi ini, membuat daya tahan hidup ( survival ) mereka akan sangat rapuh dan mudah mati, seperti nasib ayam potong. Mereka tidak bisa makan makanan apa yang tersedia dalam keterbatasan. Seharusnya kepada generasi ini diberi tahu bahwa kondisi dunia saat ini bukan sedang baik-baik saja. Mereka harus sadar bahwa di depan mata sudah terlalu banyak ancaman bencana, seperti bencana alam yang disebabkan oleh ulah tangan manusia. Di hadapan mata pula kita melihat perebutan sumber daya alam semakin dahsyat yang bisa membawa kembali dunia dalam kancah perang dan penjajahan baru.
Nah, di negeri kita tercinta saat ini, ancaman krisis ekonomi pun telah terasa. Kita bisa amati bagaimana tingkat daya beli masyarakat yang terus melemah dan berkurang. Harga-harga bahan pokok menukik naik. Beras yang menjadi makanan pokok saat ini semakin mahal, sementara pendapatan masyarakat tidak bertambah, sehingga pemerintah lewat Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan sudah meminta masyarakat untuk konsumsi beras alternatif. Bukankah Ini sebuah pertanda atau indikator bahwa negeri ini, kondisi ekonomi dan sumber makanan utama kita sedang dalam keadaan yang sedang baik-baik saja?
Selayaknya kini kita bijak dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Alangkah bijak bila setiap orang tua mau membekali anak-anak generasi sekarang untuk bijak memilih makanan dan minuman. Ajak dan ajari mereka mengonsumsi banyak variasi makanan dan minuman sehat, tidak instant dan banyak penyedap serta pewarna serta bahan-bahan berbahaya lainnya. Hal ini penting karena apabila terjadi krisis, mereka akan bisa bertahan hidup karena masih bisa memakan makanan-makanan dan minuman alternatif yang bisa saja berupa pisang rebus, jagung rebus, dan lain-lain yang mudah didapatkan dan diproses. Ya, mari kita bijak menikmati nikmat Allah. Jangan biasakan mengonsumsi racun di meja makan, atau di dalam makanan kita. Semoga