Dengarkan Artikel
:Refleksi Kritis atas ART TALK Verleden–Heden: Seni, Kemerdekaan, dan Jejak Sejarah
Oleh Aceng Syamsul Hadie
Seniman di Cirebon, Jawa Barat
Dalam atmosfer yang penuh semangat dan intelektualitas, rangkaian ART TALK Verleden–Heden yang digelar di Sekolah Indonesia Den Haag, Wassenaar, bukan sekadar diskusi seni—ia adalah panggung refleksi sejarah, identitas, dan kemerdekaan Indonesia melalui lensa seni rupa.
Dari arsip hingga intermedia, dari seniman diaspora hingga akademisi lokal, acara ini menyatukan generasi dan lintas disiplin dalam satu ruang dialog yang luar biasa.
Sejak masa kolonial, seni telah menjadi medium ekspresi dan perlawanan. Pameran dan diskusi dalam Verleden–Heden menegaskan bahwa seni bukan hanya estetika, tetapi juga alat kesadaran kolektif.
Dalam konteks Indonesia, seni rupa telah berperan dalam membentuk narasi kebangsaan, mengarsipkan trauma sejarah, dan mengartikulasikan harapan masa depan.
Seni rupa, dalam berbagai bentuknya, telah menjadi saksi bisu perjalanan bangsa. Dari lukisan-lukisan Raden Saleh yang menggambarkan perjuangan hingga karya-karya modern yang mengkritisi ketimpangan sosial, seni selalu menjadi cerminan dari dinamika masyarakat. Dalam konteks globalisasi, seni Indonesia menghadapi tantangan untuk tetap relevan tanpa kehilangan identitasnya.
Art Talk I – Re-Scale Indonesia (5 Juli 2025)
Sesi ini membuka cakrawala tentang diplomasi budaya Indonesia di Eropa Timur, melalui presentasi Teija Gumilar, dosen di Bydgoszcz University, Polandia. Ia memaparkan proyek Taman Mini Indonesia di Dolina Charlotty sebagai legacy monumental Indonesia di Eropa Tengah.
Diskusi yang dipandu oleh Prof. I Wayan Adnyana (Rektor ISI Bali) menyoroti bagaimana arsitektur dan seni tradisional menjadi simbol keberadaan Indonesia di luar negeri.
Proyek ini tidak hanya menjadi simbol diplomasi budaya, tetapi juga mengundang pertanyaan kritis tentang bagaimana seni dan arsitektur dapat merepresentasikan identitas nasional di luar konteks geografisnya. Apakah seni tradisional cukup untuk menggambarkan kompleksitas Indonesia modern? Atau, apakah kita memerlukan pendekatan yang lebih inklusif dan kontemporer?
Art Talk II – Navigating Networks (12 Juli 2025)
Sesi ini menggali tantangan dan peluang sirkulasi seni kontemporer Indonesia di Eropa, khususnya Belanda. Tokoh-tokoh penting yang hadir:
Sander Salim (Gallery Lukisan, Belanda) – Menjelaskan strategi galeri dalam mengangkat seni Indonesia
📚 Artikel Terkait
Rifky Effendy (Orbital Dago, Bandung) – Menyoroti dinamika pasar seni dan kuratorial lokal
Maarten Slof (TROEF Leiden) – Menyambungkan seni Indonesia dengan audiens Eropa
Sujud Dartanto – Mengangkat isu dokumentasi dan arsip sebagai fondasi otentikasi karya
Diskusi ini memperlihatkan bahwa seni Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal provenance, dokumentasi, dan tekanan pasar, namun tetap menunjukkan resiliensi dan daya tarik global.
Dalam konteks ini, penting untuk merenungkan bagaimana seni Indonesia dapat menavigasi jaringan global tanpa kehilangan akar lokalnya. Apakah pasar seni global memberikan ruang yang adil bagi seni dari negara berkembang? Atau, apakah seni Indonesia hanya menjadi komoditas dalam sistem kapitalisme global?
Art Talk III – Intermedia Networkings
Sesi ini menjadi titik kulminasi eksplorasi media baru dan seni interdisipliner. Dimulai dengan video screening mengenang Krisna Murti (1957–2023), pionir seni video Indonesia yang telah mengubah cara kita memahami seni sebagai kritik sosial dan budaya.
Tokoh-tokoh yang memeriahkan sesi ini:
Agung Hujatnika – Mengulas warisan pemikiran Krisna Murti
Intan Rizky Mutiaz – Menjelaskan integrasi media baru dalam pendidikan seni
Isha Hening – Menampilkan perspektif desain gerak dan visual digital
Tromarama – Kolektif seni media yang menggabungkan teknologi dan narasi lokal
Thomas Berghuis – Menyambungkan praktik seni Indonesia dengan konteks kuratorial global
Penampilan Isa Perkasa dalam dua sesi performance art menjadi penutup yang menggugah, menghidupkan tubuh sebagai medium kritik dan kontemplasi.
Sesi ini menggarisbawahi pentingnya media baru dalam memperluas cakrawala seni Indonesia. Namun, ia juga mengundang refleksi: sejauh mana teknologi dapat menjadi alat pembebasan, dan kapan ia menjadi alat penindasan?
Kesimpulan: Seni sebagai Arsip Hidup
ART TALK Verleden–Heden bukan hanya perayaan seni, tetapi juga pengarsipan sejarah dan identitas Indonesia. Ia menunjukkan bahwa seni adalah ruang negosiasi antara masa lalu dan masa kini, antara lokal dan global, antara tradisi dan teknologi. Dalam konteks kemerdekaan, seni menyumbang kesadaran, membentuk narasi, dan membuka ruang dialog lintas generasi.
Namun, refleksi ini tidak berhenti di sini. Seni adalah proses yang terus berkembang, sebuah dialog yang tidak pernah selesai. Dalam dunia yang semakin terhubung, seni Indonesia memiliki peluang untuk menjadi suara yang kuat di panggung global, tetapi hanya jika ia tetap setia pada akar dan nilai-nilainya.
Sebagai penutup, mari kita renungkan: bagaimana seni dapat terus menjadi alat pembebasan di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian? Bagaimana kita dapat memastikan bahwa seni tidak hanya menjadi cerminan, tetapi juga agen perubahan?[]
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini



















