https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Friday, October 24, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Artikel

Gratis kata MK (apakah) Titik atau Koma?

Redaksi Oleh Redaksi
5 months ago
in Artikel
Reading Time: 2 mins read
A A
0
8
Bagikan
77
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel


Catatan Paradoks; Wayan Suyadnya

Mahkamah Konstitusi telah bicara. Satu kalimat panjang—tegas, final, dan mengikat: pendidikan dasar gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Bunyinya jelas, seperti lonceng pagi yang membangunkan harapan lama: bahwa semua anak bangsa, tanpa kecuali, berhak belajar tanpa dibebani ongkos. Pendidikan Dasar adalah wajib belajar 9 tahun. SD dan SMP.

Di balik kalimat yang gagah itu, negeri ini tetap berjalan dengan huruf-huruf kecil: pungutan sukarela, iuran bulanan, sumbangan yang dipaksa, seragam wajib, tapi tidak atas nama sekolah, tapi komite, kadang juga koperasi sekolah, atau atas nama yang dilogikakan dengan dalih partisipasi.

Maka publik bertanya—dalam diam dan lelah: apakah putusan MK ini titik, atau koma?

Di kota-kota yang katanya beradab. Uang komite masih dikutip. Bupati/walikota, atau pejabat turunannya seperti Dinas Pendidikan tampak pura-pura tidak tahu. Padahal jelas ada pengawas. Jika tak tahu, fungsi pengawasan dipertanyakan. Tidak efektif. Pengawasan tak kerja, tak tahu ada pungutan uang komite?

Bupati/walikota yang konon berjuang membela rakyat, kepala sekolah yang konon pahlawan tanpa tanda jasa, membiarkan ada uang komite. Atau jangan-jangan sumber idenya justru dari sang kepala sekolah?

Jika ada yang bertanya, mereka tak menjawab, karena pura-pura tidak tahu, mereka nyaman bermain di ruang abu-abu. Kalau terpaksa menjawab, kepala sekolah akan bilang; itu urusan komite. Sungguh abu-abu. Ruang di mana logika hukum dan kenyataan saling mencibir.

Jika terus dibiarkan, apa bedanya pungutan oleh negara dan pemerasan oleh sistem? Ini dunia pendidikan. Dunia di mana generasi bangsa digembleng dan tumbuh dari sini.

📚 Artikel Terkait

Jayapura

Sudahkah Anda Kentut Hari Ini?

REVOLUSI KONSTITUSI

🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

Oleh karenanya agar jadi baik, agar generasi ke depan punya harapan, jangan biarkan ada benalu hidup pada dunia pendidikan. Bukankah benalu adalah racun bagi generasi?

Jangan ada pungli sekecil apa pun pada dunia pendidikan. Jangan biarkan ada tradisi yang tidak sehat. Jika pendidikan dasar itu hak, orang tua/wali jangan ditagih? Apalagi diminta melalui peserta didik, sangat tidak mendidik.

Soal seragam juga idem. Jika negara wajib membiayai, mengapa seragam masih harus dibeli dari toko yang direkomendasikan sekolah, dengan model yang hanya dijahit oleh tukang jahit yang “kebetulan” satu arus dengan yang berkepentingan? Apa bedanya kebijakan dengan konspirasi, jika hasil akhirnya tetap merugikan rakyat?

Mahkamah telah mengetuk palu. Palu itu harus bergema. Tidak boleh tidak terdengar. Mengikat untuk semua anak bangsa.

Jangan lagi ada tafsir karena belakangan banyak yang lebih suka tafsir daripada aturan. Undang-undang dibaca sesuka selera, bisa dibelokkan untuk kepentingan dagang.

Untuk pendidikan, harus mendidik, memberikan edukasi. Semua harus melaksanakannya. Tafsir gratis jangan digoreng dengan mengatakan hanya untuk yang miskin, tergantung kemampuan sekolah. Jangan lagi beralasan bantuan baru bisa turun kalau memenuhi kriteria.

Amar putusan jelas, negara diwajibkan menjamin. Bukan menimbang. Bukan menawar. Jadi tak ada alasan goreng-menggoreng. Gratis bukan murah. Gratis bukan diskon. Gratis berarti negara hadir.

Dengan begitu anak-anak jangan lagi ada yang membawa beban. Jangan lagi ada anak-anak yang membawa nota pembayaran ini itu dari sekolah.

Bagaimana dengan uang komite yang sudah dibayar? Apakah dikembalikan? Apakah diakui sebagai salah atau kesalahan? Kita tunggu saja. Yang jelas putusan MK harus titik, tidak lagi koma.

Putusan MK jangan lagi dibiarkan menggantung di langit, harus membuni, jatuh ke tanah menjadi realitas. Sebab, pendidikan bukan soal sekolah. Ia harga diri bangsa, tempat masa depan bangsa dipertaruhkan.

Denpasar, 28 Mei 2025

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Sarana dan Prasarana Sekolah; Fondasi Utama Pendidikan Berkualitas
Sarana dan Prasarana Sekolah; Fondasi Utama Pendidikan Berkualitas
20 Oct 2025 • 54x dibaca (7 hari)
Garis Waktu yang Hilang
Garis Waktu yang Hilang
2 Oct 2025 • 53x dibaca (7 hari)
Kembalikan Marwah Guru Sebagai Orang yang Dihormati Bukan Dicaci
Kembalikan Marwah Guru Sebagai Orang yang Dihormati Bukan Dicaci
16 Oct 2025 • 48x dibaca (7 hari)
The Hidden Crisis: Sexual Violence in Pesantren Is Three Times Higher Than in Regular Schools
The Hidden Crisis: Sexual Violence in Pesantren Is Three Times Higher Than in Regular Schools
21 Oct 2025 • 38x dibaca (7 hari)
Dialog di Antara Kaki-kaki Langit bersama Ananda Sukarlan
Dialog di Antara Kaki-kaki Langit bersama Ananda Sukarlan
19 Oct 2025 • 34x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share3SendShareScanShare
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Related Postingan

Artikel

Selayaknya Orang Tua dan Guru Tahu Tentang Multiple Inteligence

Oleh Redaksi
2021/05/18
0
51

Oleh Amrhamni, M.PdGuru SMK Penerbangan AcehSekitar sebulan yang lalu saya dan beberapa orang tua yang juga merupakan abang kelas, berdiskusi...

Baca SelengkapnyaDetails

Tulisan Madrasah di Ujung Sampah Membuat Kemenag Turunkan Pasukan

RKPA Aceh 2026: Antara Janji Kosong dan Sandiwara Anggaran

Postingan Selanjutnya

"Puisi Pagi Ini" Karya D. Zawawi Imron: Refleksi Sosial dan Kemanusiaan

Ketika Manusia Dianggap Tak Lagi Perlu, AI Mengambil Alih

Ketika Manusia Dianggap Tak Lagi Perlu, AI Mengambil Alih

BENGKEL OPINI RAKyat

BENGKEL OPINI RAKyat

Tragedi Pelamar Kerja, 2.517 Lowongan, Pelamar 25 Ribu

Tragedi Pelamar Kerja, 2.517 Lowongan, Pelamar 25 Ribu

Kepemimpinan Multidimensional Dedi Mulyadi

Nomocracy in Practice

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00