https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Saturday, November 8, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Puisi Essay

Ar-Razi: Lentera di Tengah Gelombang

Gunawan Trihantoro Oleh Gunawan Trihantoro
8 months ago
in Puisi Essay, ulama
Reading Time: 2 mins read
A A
0
5
Bagikan
51
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Cahaya Ilmuwan Muslim, Warisan yang Abadi (5)


Oleh Gunawan Trihantoro

Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Ia lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925. Ar-Razi sejak muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy. Selanjutnya ia juga memimpin Rumah Sakit Muqtadari di Baghdad. [1]


Di Rayy, kota yang terbakar matahari,
seorang anak menatap langit dengan mata haus,
Muhammad bin Zakariya, darah dan nama yang kelak menggema
melintasi lorong-lorong waktu.

Ayahnya, sang penenun kain, berbisik,
“Ilmu, Nak, adalah benang emas yang takkan pernah putus.”

Tapi dunia abad ke-9 bukan tempat yang ramah bagi rasa ingin tahu.
Perpustakaan adalah benteng yang dijaga dogma,
sedangkan tubuh manusia, seperti kitab yang dikunci rapat.
Ar-Razi memilih pisau bedah sebagai kunci,
mengiris tabir keangkuhan, mencari jawaban
di balik denyut nadi dan demam yang membara.

-000-

“Mengapa kau habiskan waktu untuk kotoran manusia?”
tanya seorang ulama, menunjuk tabung urine di tangannya.
Ar-Razi tersenyum,
“Dalam warna kuning ini ada peta penyakit,
lebih jujur daripada kata-kata para bijak.”

Baghdad, 900 Masehi.
Di Baitul Hikmah yang megah, ia menumpahkan racikan
dari kamar besi alkimia,
merubah raksa menjadi obat,
kegelapan menjadi diagnosis.

“Cacar bukan kutukan,” serunya,
“tapi musuh yang bisa dikenali,
dicegah dengan jarum dan kesabaran.”

Suatu malam, saat lilin meleleh di atas meja kayu,
ia menulis di Al-Hawi,
“Kebenaran adalah anak yatim,
tapi kebodohan punya banyak bapak.”

📚 Artikel Terkait

Bias Gender dalam Fenomena Korupsi

Nuansa Kasih yang Terjerat

Eksistensi AI Memberi Edukasi Kepada Para Penguasa yang Korupsi

Rika Fatimah : Tantangan Agar Tetap Sustainable, Bagi Model G2RT DIY

-000-

Para filsuf mengepungnya,
“Kau terlalu memuja akal, Ar-Razi!
Di mana iman?”
Dia menunjuk seorang ibu yang menangis
memeluk anaknya yang kejang,

“Tuhan memberiku akal
untuk menghentikan air mata ini,
bukan berdebat tentang surga
sementara bumi merintih.”

Di rumah sakit Muqtadiri,
ia menggiring revolusi,
tempat tidur pasien diatur menghadap matahari,
luka dicuci dengan air mawar,
dan kegilaan diobati dengan musik,
bukan rantai.

“Jiwa yang sakit,” katanya,
“adalah luka yang bisa dibedah
dengan melodi.”

-000-

925 Masehi. Mata itu akhirnya buta,
tapi pikirannya tetap membara seperti alkimia.
Sebelum wafat, ia berbisik pada muridnya:
“Catat ini,
penyakit menular lewat udara,
logam bisa menjadi obat,
dan langit,
langit selalu lebih luas
dari kitab mana pun.”

Kini, 12 abad kemudian,
dunia masih minum dari sumurnya,
Kimia modern yang lahir dari retortanya,
Psikoterapi dalam gendangnya yang merdu,
Etika kedokteran yang ia tulis dengan darah
dan air mawar.

Di laboratorium-laboratorium mutakhir,
suaranya masih berdesir,
“Ragu-ragulah,
karena keraguan adalah jalan
menuju cahaya.”



Rumah Kayu Cepu, 25 Maret 2025

CATATAN:
[1] Puisi esai ini ditulis dengan inspirasi dari biografi Ar Razi di https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Zakariya_ar-Razi.
Abu Bakar Muhammad bin Zakariya ar-Razi (865-925 M), dikenal di Barat sebagai Rhazes, adalah polymath Persia yang menjadi pionir dalam:
a. Kedokteran: Karya Al-Hawi (Ensiklopedia Medis) menjadi rujukan Eropa selama berabad-abad. Ia membedakan cacar dan campur, serta memperkenalkan metode observasi klinis.
b. Kimia: Mengklasifikasi zat kimia menjadi mineral, nabati, dan hewani. Menemukan asam sulfat dan alkohol.
c. Filsafat: Menolak dogma, mendorong metode skeptisisme empiris.
d. Psikologi: Perintis terapi musik untuk gangguan mental.

Pemikirannya memengaruhi Ibnu Sina, Roger Bacon, hingga Renaissance Eropa. Kini, namanya diabadikan di kawah bulan “Rhazes” dan penghargaan medis internasional.

“Dia adalah Galileo-nya dunia Islam,
yang berani mengatakan,
‘Lihatlah, kebenaran ada di ujung pisau bedahmu,
bukan di ujung pedang.'”

  • From “The Physician’s Ode” (2023)

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
Ketika Kemampuan Memahami Bacaan Masih Rendah
27 Feb 2025 • 120x dibaca (7 hari)
Kala Anak Negeri, Tak Mengenal Negerinya
Kala Anak Negeri, Tak Mengenal Negerinya
13 Mar 2025 • 111x dibaca (7 hari)
Mengenal Cryptocurrency: Mata Uang Digital yang Semakin Popular
Mengenal Cryptocurrency: Mata Uang Digital yang Semakin Popular
15 Mar 2025 • 97x dibaca (7 hari)
Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 86x dibaca (7 hari)
Perempuan Penggenggam Pasir
Perempuan Penggenggam Pasir
5 Mar 2025 • 66x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share2SendShareScanShare
Gunawan Trihantoro

Gunawan Trihantoro

Gunawan Trihantoro adalah seorang penulis kelahiran Purwodadi tahun 1974. Ia merupakan alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang mulai aktif menulis sejak masa kuliahnya. Karya-karyanya telah terbit di berbagai media cetak dan online. Gunawan aktif dalam berbagai komunitas kepenulisan, termasuk Satupena, Kreator Era AI, dan Komunitas Puisi Esai Jawa Tengah. Selain itu, ia juga berkontribusi sebagai penulis buku-buku naskah umum keagamaan dan moderasi beragama di Kementerian Agama RI selama periode 2022–2024. Hingga kini, Gunawan telah menghasilkan puluhan buku, baik sebagai penulis tunggal maupun penulis bersama, yang memperkuat reputasinya sebagai salah satu penulis produktif di bidangnya.

Related Postingan

Puisi Essay

Sebait Puisi, Secangkir Kopi

Oleh Anies Septivirawan
2025/08/11
0
54

Oleh: Anies Septivirawan‎‎‎Di suatu pagi, Agustus 2025, pada awal bulan kemerdekaan negeri kita, ada seorang teman sekolah mengirim puisi pendek...

Baca SelengkapnyaDetails

Badai di Bawah Pohon Pecan

Sastra: Nafas Panjang Kemanusiaan

Postingan Selanjutnya
Juwita yang Pergi dalam Sunyi

Juwita yang Pergi dalam Sunyi

🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

Memburu Naskah Perjanjian Antara Kerajaan   Aceh dengan Amerika Serikat  

Memburu Naskah Perjanjian Antara Kerajaan Aceh dengan Amerika Serikat  

Menggali Makna Laylatul Qadr Dengan Filsafat (11)

BENGKEL OPINI RAKyat

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00