Oleh Nita Juniarti
Mereka bertanya tentang emansipasi
Media, mengumbar nafsu amarah
Jalanan, menyulut kemarahan
teriak-teriak membahana “emansipasi….emansipasi”
Apalagi yang mereka tuntut?
Bukankah mereka sudah boleh memanjat kelapa? Katanya emansipasi
Bukankah mereka sudah boleh berkarir?
Landasannya emansipasi.
Lalu kenapa setiap disuruh memanjat pinang mereka nyengir dengan senyum palsu “Itu pekerjaan laki-laki”
Lantas kenapa ย di jalan raya, di media, di spanduk-spanduk bau busuk menyengat di simpang jalan itu diteriakkan emansipasi? Padahal teori emansipasi itu telah lama membumi. Lantas kenapa mereka masih bertanya, Kapan emansipasi berlaku?
Labil jawabannya, aneh tingkahnya, pongah gayanya bersuara, padahal buta mata,
telinga tak mengerti ucapan “annisa” dalam kalam yang maha mulia.
Licik
Oleh Nita Juniarti*
Bulan separuh tersenyum licik
Ia sudah menjadi penghianat
Penghianat pada waktu
Matahari menangis sedih hingga langit semerah darah
Ia terlukai oleh penghianatan bulan
โApakah Aku kerasukan setan?โ
Tanya bulan tetap licik
Matahari meringgis sakit
Buih senja menjadi saksi
Bulan telah berkhianat
Matahari tersakiti
Alam gelap, duka mata
*Penulis adalah pendiri Komunitas literasi, Sigupai Mambaco, Aceh Barat Daya