https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Wednesday, May 14, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Cerbung

Ratapan Anak Pinggir Sungai

Bagian Ke Tiga

Redaksi Oleh Redaksi
2 years ago
in Cerbung, Literasi, Sastra
Reading Time: 3 mins read
A A
0
5
Bagikan
50
Melihat

Oleh Munawir Abdullah

HUJAN sudah mulai turun, pertanda kemarau telah meninggalkan kampungku. Tubuhku yang kedinginan, telah kubaluti dengan kain sarung semalam. Aku duduk bersila kaki di depan pintu, sambil manatap ke langit. Hujan semakin deras, kedinginan semakin merasuki tubuhku. Aku masih duduk di depan pintu, badan terasa malas untuk aku gerakkan.

Adzan pun berkumandang, pertanda malam telah siap menemaniku. Aku bergegas mengambil payung untuk pergi ke Meunasah (surau). Lalu aku angkatkan kain sarung setengah lutut, agar tidak kebasahan percikan hujan. Kedinginan magrib itu, tidak mengurangi shaf shalat di Meunasah kampungku.

“Wir, nampaknya kita sudah tidak tidur malam ini”, belum sempat aku jawab sapaan dia, suara iqamahtelah berbunyi. Aku hanya sempat menganggung, sambil tersenyum padanya. Sebenarnya, aku sudah tahu maksud perkaataan itu. Tetapi karena berbarengan dengan suara iqamah, aku tidak langsung menanggapinya, hanya membalas dengan seyuman sambil mengangguk-angguk. Magrib itu, aku dan dia shalat berjamaah di Meunasah seperti biasa.

Kegelisahan orang kampungku hanya dua. Di saat kemarau, gagal panen. Di saat hujan, banjir tiba. “Ia War, begadang lagi kita” aku menyambung kembali percakapan yang semput terputus suara Iqamah tadi. Penjang lebar aku berbicara dengan Anwar setelah selesai shalat berjamaah.

Poin yang aku tangkap dari percakapan itu, Pak Geusyik (Kepala Desa) telah menyampaikan keluh kesah warga sama Pak Amir. Selaku camat di Kecamatanku. Akar persoalannya tentang predatorperusak bumi, yang didirikan di samping Kulam Cet Tambi itu. Kebutulan, Anwar ikut dengan Pak Geusyik tadi saing waktu berjumpa dengan Camat.

“Wir, Pak Amir tidak bisa berbuat apa-apa. Itu semua kewenangannya di tingkat Kabupaten”. Aku menghelakan nafas dalam-dalam saat mendengar ucapan Anwar. Hasil pertemuan Pak Geusyik dengan Camat belum membuahkan hasil.

Secara hirarki, Pak Camat tidak mungkin melewan atasannya di Kabupaten. Aku dan Anwar sangat paham tentang itu. Makanya dalam pertemuan itu, Anwar hanya diam saja.

Setiba di rumah, aku kembali termenung. Menghayati kembali percakapanku dengan Anwar di Meunasah tadi. “Memanglah dia itu, sudah diajarkan huruf dan angka oleh mamakku, masih juga menyusahkan orang kampungku”. Dialah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas kemurkaan Kulam Cet Tambi. Setelah predator itu dia berikan izin untuk mengeruk isi bumi.

“Mohon perhatian kepada semua penduduk Gampong Cet Tambi, hujan semakin deras, air sungai sudah meulai meluap, mohon semua perabotan rumah tangga untuk dinaikkan ke tempat yang lebih tinggi” suara Apa Man itu terdengar sengat jelas di telingaku melalui pengeras suara Meunasah.

Begitu aku turun ke bawah, Ayah dan Mamak sudah sibuk mengangkat barang rumah ke tempat yang lebih tinggi. Rupanya Ayah sudah duluan tahu, selesai shalat magrib tadi, ayah tidak langsung pulang ke rumah. Ayah masih duduk di Meunasah sambil berbincang-bincang dengan warga. Mereka juga mengamati perkembangan air sungai, yang terletak pas di pinggir Meunasah.

Suara Apa Man tadi melalui pengeras suara, rupanya atas kesepakatan Ayah bersama warga untuk di umumkan kepada warga.

“Cepat kamu turun ke bawah, bantu angkat ini, biar tidak di bawa air nanti” pinta mamak dengan suara yang tinggi. Aku langsung turun, sambil mengamati gerak langkah mamak yang super panik itu. Dari cara gerekkannya, seakan-akan luapan air sudah memenuhi seisi rumahku.

Ayah juga ikut membantu mamak, tapi ayah lebih tenang dalam menghadapi agenda rutinitas kiriman alam ini.

Setelah semua perabotan itu kami angkat ke atas. Kami beristirahat di pekat malam yang penuh was-was itu. Repetan mamak di depan lilin, sekali-kali terdengar. Sudah menjadi hal yang lumrah di kampungku. Pemadaman listrik berbarengan dengan datangnya kemurkaan dari Kulam Cet Tambi. Repatan mamak itu, terkadang membuat Aku senyam-senyum di dalam hati.

***

Keesokan harinya, aku langsung menjumpai Anwar. “War, kampung kita tidak mungkin selalu begini, masak di saat musim hujan dan kemarau sama-sama membawa petaka. Apakah seburuk ini kampung kita? Aku yakin tidak”

Aku berusaha menyampaikan keluhanku pada Anwar. “Apa yang harus kita lakukan, Pak Amir saja sudah angkat tangan” timpa Anwar atas keluhanku. Semua warga kampungku sepakat, petaka itu merupakan oleh-oleh dari predator perusak bumi, yang berdiri di samping Kulam Cet Tambi itu.

“Kita harus menjumpai Bupati, pabrik itu harus keluar dari kampung kita” aku berusaha untuk menyakinkan Anwar. “Mana mungkin kita jumpai dia, agendanya sudah sangat padat, tidak sempat dia menjumpai kita”.

“Jangan pesimis kau War, kita coba aja dulu, siapa tahu dia berbaik hati untuk menjumpai kita” aku berusaha untuk menyakinkan Anwar.

Setelah panjang lebar aku berdebat dengan Anwar, akhirnya dia sepakat untuk menjumpai Bupati.

“Ok, kita besok akan menjumpai Bupati, mudah-mudahan dia bersedia untuk menemui kita” kata Anwar dengan penuh semangat.

Aku merasa senang karena Anwar sudah bersedia menemaniku untuk menjumpai penguasa di kampungku. Sambil pulang aku berguman dalam hati. “Mudah-mudahan pertemuan besok, Bupati bersedia untuk memindahkan predator itu ke lokasi lain, yang tidak merusak bentang alam”

Share2SendShareScanShare
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Postingan Selanjutnya
Cross-cultural Studies dan Rihlah Ilmiah

Menyelami Kehidupan Bangkok

Bike to work,why not?

CATATAN NANIK S DEYANG

Bangsa yang Kehilangan Gerakan Kebudayaan

Bangsa yang Kehilangan Gerakan Kebudayaan

Ratapan Anak Pinggir Sungai

Ratapan Anak Pinggir Sungai

Cross-cultural Studies dan Rihlah Ilmiah

Mudahnya Mencari Makanan Halal di Thailand

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Edisi Mei

Oleh Redaksi
May 10, 2025
0
271

27 tahun yang lalu (1998) nilai tukar rupiah terhadap dolar, dari Rp 2,575.00 berangsur turun menjadi Rp 16.000 pada Maret...

Baca SelengkapnyaDetails
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Tema Lomba Menulis Maret 2025

March 22, 2025
323

Responden Terpilih

March 14, 2025
120
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Pemenang Lomba Menulis Februari 2025

March 2, 2025
348

Jajak Pendapat #KaburAjaDulu

February 22, 2025
228

SELAKSA

  • All
  • Tabrani Yunis

Gerimis Pagi ini

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/13
0
89

Oleh Tabrani Yunis Gerimis pagi ini turun berembun pagi  Membasahi jalan dan lorong-lorong sunyi Burung-burung diam bersembunyi  Senyap tanpa ada...

Elegi Negeri Nan Gelap Padam

Elegi Negeri Nan Gelap Padam

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/12
0
60

Oleh Tabrani Yunis Kelam  menyeruak malam terasa semakin gelap padam Anak -anak negeri terdiam dipeluk malam Ditelan gelap  pekat nan tak mampu...

Digitalisasi Fakta dan Situs Sejarah Aceh di Era Digital

Digitalisasi Fakta dan Situs Sejarah Aceh di Era Digital

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/05
0
118

Oleh Tabrani Yunis Seperti biasa,malam Minggu, kala ada waktu senggang, mengajak anak dan istri ke warung kopi atau cafe. Maka,...

Revitalisasi Pelajaran Sejarah dan Geografi Dalam Pendidikan kita

Revitalisasi Pelajaran Sejarah dan Geografi Dalam Pendidikan kita

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/02
0
79

Oleh Tabrani Yunis Ketika melintasi jalan Teuku Umar bersama anak yang paling kecil, Arisya Anum Tabrani Yunis, ia melihat sebuah...

Populer

  • Untaian Puisi Hajriah RE

    10 shares
    Share 4 Tweet 3
  • Akankah Kisah Cintaku Sama  Tragisnya Seperti Seorang Tan Malaka?

    10 shares
    Share 4 Tweet 3
  • Tema Lomba Menulis Edisi Mei

    27 shares
    Share 11 Tweet 7
  • Apakah Sudah Seharusnya Aceh Merdeka?

    19 shares
    Share 8 Tweet 5
  • Puisi Rosli K. Matari Untuk Zab Bransah dan Mustiar Ar

    15 shares
    Share 6 Tweet 4
POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025