Oleh Dr. Azharsyah Ibrahim
Bangkok merupakan ibu kota dan kota terpadat di Thailand, dengan luas sekitar 1.568,7 kilometer persegi di delta Sungai Chao Phraya. Kota ini memiliki populasi lebih dari delapan juta jiwa yang mencakup sekitar 12,6 persen dari populasi total Thailand. Menurut beberapa data, Bangkok adalah pusat ekonomi Thailand dan jantung dari investasi dan pengembangan negara. Dikatakan juga bahwa Bangkok merupakan salah satu kota dengan pendapatan per kapita terbesar di Asia setelah Singapura, Hong Kong, Tokyo, Osaka-Kobe, dan Seoul.
Gambar 8. Lalulintas di Bangkok
Sekilas jika menyusuri jalanan Kota Bangkok, perdagangan grosir dan eceran menjadi sektor yang signifikan. Iseng-iseng saya mencoba googling dan ternyata sektor ini merupakan yang terbesar yang berkontribusi dalam perekonomian kota, yaitu 24 persen dari produk bruto Kota Bangkok. Hal lainnya yang terlihat di Bangkok adalah sektor pariwisatanya yang dikelola dengan baik. Mereka sepertinya menyadari bahwa sektor ini merupakan semacam ‘undangan’ bagi orang luar untuk datang ke Bangkok. Semakin banyak yang datang, tentunya semakin banyak yang akan membeli sesuatu di Thailand. Tidak heran jika mereka melakukan hal-hal membuat kenyamanan wisatawan terjamin.
Ketika berjalan ke mall-mall atau tempat-tempat perbelanjaan tradisional di sekitaran Bangkok, tidak susah untuk menemukan makanan halal. Jika waktu shalat tiba, mushalla juga tersedia. Bahkan di mall-mall, mushalla yang tersedia sangat bagus dengan segala peralatan shalatnya. Bagi kami yang beragama Islam, hal ini tentu sangat membantu dan memberikan kenyamanan dalam mengunjungi kota ini.
Pedagang Kaki Lima
Tampilan Bangkok terlihat tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Di sepanjang jalan banyak sekali kios atau PKL yang berjualan. Hal yang berbeda adalah jika di Jakarta atau di Indonesia pada umumnya, hotel, walaupun sekelas hotel melati, merupakan tempat yang agak eksklusif, sehingga cenderung bersih dari pedagang kaki lima, tetapi di Bangkok hal itu tidak berlaku. Di depan hotel kami saja contohnya, di jalur masuknya, terutama di pagi hari, dipenuhi oleh PKL yang umumnya menjual makanan seperti sarapan pagi, gorengan, buah-buahan potong, minuman ringan, dan lain sebagainya.
Para pedagang itu umumnya berdagang di atas pedestrian sehingga sedikit banyak menghalangi pejalan kaki ataupun tamu yang ingin masuk ke hotel. Di sepanjang trotoar di depan hotel, baik sisi kiri maupun kanan juga dipenuhi para PKL yang berjualan. Pedagang-pedagang seperti tidak hanya ada di depan hotel kami tinggal saja, tetapi dapat ditemui di mana saja dengan jenis barang yang lebih kurang sama. Inilah yang kemudian secara perlahan-lahan menggerakkan ekonomi Bangkok dari bawah.
Gambar 9. Jajanan Pinggir Jalan di Bangkok
Barang-barang yang dijual oleh para pedagang ini relatif sama di setiap tempat, umumnya berupa souvenir bagi para turis, makanan ringan, dan juga buah-buahan potong. Karena banyaknya turis Indonesia yang datang, sebagian pedagang malah ada yang bisa berbahasa Indonesia dan menerima rupiah dalam transaksi jual beli. Untuk masalah harga, walaupun barang-barangnya relatif sama, tetapi jika tempatnya agak eksklusif, maka dipastikan harga akan berbeda dan lebih tinggi.
Transportasi
Hal lain yang menggerakkan Bangkok adalah sisi transportasinya. Beragam pilihan transportasi tersedia di kota ini, baik yang tradisional maupun yang modern. Yang menjadi favorit saya selama berada di sini adalah BTS Skytrain. Jika melihat dari apa yang ditampilkan di peta, BTS ini melintasi dua jalur, yaitu Sukhumvit Line and Silom Line. Untuk mengakses BTS, saya harus membeli sebuah kartu yang disebut Rabbit Skytrain Card, baik di konter tiket maupun di mesin-mesin yang tersedia (vending machine).
Pernah saya tanya ke petugasnya, jika rutin melakukan perjalanan dengan BTS dalam sehari, lebih baik membeli kartu unlimited harian seharga 120 Bath. Tetapi karena saya dan teman-teman hanya menggunakannya sekali saja dalam sehari, kami biasanya hanya membeli single journey card seharga 16 Bath sekali jalan tergantung jarak.
Gambar 10. Bangkok Train Skyline (BTS)
Transportasi lain yang bisa jadi pilihan adalah Tuk Tuk, alat transportasi yang mirip dengan perpaduan becak dengan bajaj di Indonesia. Tuk tuk bisa menampung hingga empat orang di kursi belakang yang terbuka dengan penutup di bagian atasnya. Teman-teman yang tinggal disini tidak merekomendasi menggunakan transportasi ini seringkali drivernya mematok harga tinggi untuk para turis internasional. Jika pintar menawar mungkin dapat harga yang bagus, tetapi jika tidak maka akan tertipu.
Gambar 11. Tuk Tuk (kiri) dan Bus (kanan) di Bangkok
Naik taksi mungkin jauh lebih aman dan murah serta nyaman. Transportasi online juga ada disini, tetapi ketika saya cek harga, tidak jauh berbeda dengan taksi konvensional bahkan kadang lebih mahal. Sepertinya pemerintah membuka keran untuk bersaing secara normal dengan taksi biasa. Tinggal bagaimana pelayanan yang diberikan. Taksi akan menjadi cara transportasi yang cepat dan nyaman jika ingin keliling Bangkok kalau tidak macet total. Sama seperti di Jakarta, semua taksi di Bangkok juga sudah dilengkapi dengan AC dengan tarif minimalnya yaitu 35 baht dan rata-rata perjalanan di Bangkok membutuhkan 100 baht. Tanda berupa lampu berwarna merah menandakan bahwa taksi tersebut kosong. Begitu argo dijalankan, kita akan langsung melihat tarif sebesar 35 baht pada layar argo.
Gambar 12. Taksi (kiri) dan Van Penumpang (kanan) di Bangkok
Bentuk transportasi lain dalam Kota Bangkok adalah Bus yang merupakan moda transportasi umum paling murah. Akan tetapi, karena banyaknya jalur yang dilalui dan penomoran bus menggunakan bahasa Thailand, naik bus agak sedikit membingungkan sekaligus menantang.
Selain itu, Express Boat yang mengelili sungai Chao Phraya juga sering dijadikan alat transportasi umum. Kami pernah mencoba naik boat ini. Tarifnya antara 15 – 60 THB. Transportasi ini menghubungkan pusat kota Bangkok dan Nonthaburi, provinsi di wilayah utara Bangkok. Pada akhir pekan, perahu ini juga menawarkan perjalanan wisata bagi para turis. Jika mau disewa secara khusus, juga tersedia opsi untuk disewa secara harian. Satu lagi bentuk transportasi yang terlihat adalah sejenis angkot di Jakarta, tetapi bentuk terbuka, hanya diberikan atap dan besi pembatas. Tarif sekali jalan, berapapun jaraknya tetap 7 THB. Walaupun kelihatan menarik, saya tidak sempat mencoba jenis transportasi ini.