https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Sunday, May 25, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda # Ironi

Kisah Seorang Ibu, Anaknya “Dikebiri” dan Cucu Tanpa Nisan

Rosadi Jamani Oleh Rosadi Jamani
1 month ago
in # Ironi
Reading Time: 3 mins read
A A
0
7
Bagikan
72
Melihat

Oleh Rosadi Jamani

Seorang follower saya, namanya Siti Fatimah, umur 57 tahun. Ia curhat lewat email perihal anak dan cucunya yang malang. Ia frustrasi sudah ngadu ke sana ke mari. Ia hubungi saya dengan harapan ceritanya bisa dibaca publik. Saya coba narasikan kisah sedihnya dengan gaya “aku”.

Aku hanya seorang perempuan tua yang setiap hari bangun pukul enam pagi, menyingsingkan lengan meski sendi-sendi tubuhku telah menjerit, dan kembali ke rumah pukul enam sore dengan tubuh seperti keranda yang dipikul sendiri.

Aku berusia 57 tahun. Pada usia ini, aku kira sudah pernah merasakan pahit getir hidup. Tapi ternyata Tuhan, atau barangkali sistem yang mengaku Tuhan, masih punya cara baru untuk mencabik-cabik hatiku.

Anakku… anak perempuanku… dia perempuan manis yang punya riwayat jantung. Seorang yang lemah secara medis, tapi tangguh dalam hidup. Ketika tahu dirinya hamil, ia tidak gentar. “Biarlah, Bu,” katanya padaku, “ini rezeki dari Allah.”

Kami tahu itu berisiko. Tapi kehamilan itu adalah anugerah. Jika harus pergi karena mengandung nyawa baru, ia siap. Aku pun siap. Bukankah surga itu di bawah telapak kaki ibu?

Tapi rupanya… di negeri ini, “rahim perempuan bisa disita tanpa surat, tanpa diskusi, tanpa ampun.

Kami pergi ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Rumah sakit besar. Ternama. Katanya penuh dokter hebat. Penuh prosedur. Penuh aturan. Tapi kami lupa, kami orang kecil. Di hadapan sistem yang mengutamakan efisiensi dari empati, orang kecil tidak dihitung sebagai manusia.

Anakku mengalami terminasi kandungan. Anakku kehilangan bayinya. Cucu yang kami tunggu, wafat. Tapi belum cukup sampai di situ.

Tanpa izin dari kami, tanpa tanda tangan, tanpa persetujuan, tanpa sekadar menatap mata kami, mereka memutuskan untuk mensterilkan anakku.

Perempuan yang kehilangan anak, lalu bangun dari operasi dan tahu bahwa rahimnya kini hanya rongga kosong yang tak akan pernah dihuni lagi. Ia tidak bisa hamil lagi. Ia tidak bisa memberi cucu lagi. Ia… diputus dari kodratnya oleh orang-orang yang mengaku menolong.

Dan kami?

Kami tidak diberi tahu.

Aku Berlari Mencari Keadilan

Aku sudah datang ke:

  • RSUD Dr. Soetomo
  • Kantor Kepolisian sampai Mabes
  • Kantor Gubernur Jawa Timur
  • Majelis Disiplin Profesi

Setiap surat kubuat dengan uang hasil kerja banting tulang. Setiap pintu kudatangi dengan kaki renta dan harapan yang makin hari makin menyusut. Tapi tak satu pun memberi jawab.

Seolah-olah… anakku bukan korban, melainkan gangguan. Seolah-olah… kami tidak layak didengarkan karena kami bukan siapa-siapa.

Aku tidak datang untuk menuntut balas. Aku tidak ingin penjara. Aku tidak ingin uang ganti rugi. Aku hanya ingin kebenaran diakui. Aku ingin mereka yang menyentuh tubuh anakku tanpa hak mengakui kesalahan. Aku ingin cucuku, yang pergi sebelum sempat menangis pertama kali, mendapat keadilan yang tak bisa kuberi dalam bentuk kubur. Aku ingin anakku tahu, bahwa tubuhnya bukan milik negara. Bukan milik rumah sakit. Bukan milik siapa-siapa kecuali dirinya sendiri.

Aku Menulis Ini… Karena Aku Tahu Suaraku Tak Lagi Cukup

Aku menulis kepada Bang Ros. Seorang yang mungkin suaranya lebih keras dari langkahku yang pincang. Aku menulis karena aku tidak bisa lagi mengetuk pintu-pintu yang digembok oleh birokrasi dan kekuasaan.

Aku bukan pahlawan.
Aku bukan martir.
Aku hanya seorang ibu yang kehilangan segalanya, tapi tetap memohon agar anak-anak orang miskin tidak lagi dijadikan objek percobaan, atau lebih buruk: korban yang diredam.

Kepada Para Pembaca:

Jika kalian membaca ini, jangan abaikan. Jangan anggap ini cerita lain dari sudut kota. Ini adalah kenyataan. Ini adalah luka yang menganga. Ini adalah cerita tentang bagaimana sistem yang dibangun atas nama kemanusiaan bisa berubah menjadi mesin pencabut hak-hak dasar perempuan.

Hari ini anakku yang dikebiri tanpa izin.
Hari ini cucuku yang dikubur tanpa nisan.
Tapi besok… bisa jadi giliran anakmu.

camanewa

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Share3SendShareScanShare
Rosadi Jamani

Rosadi Jamani

Postingan Selanjutnya
Ditendang dari Panggung, Tapi Balik Lagi Bawa Palu Godam

Ditendang dari Panggung, Tapi Balik Lagi Bawa Palu Godam

Tarif Tarifan

🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

PERIHAL SEBUAH LAGU

Ketika Brain Rot Menggerus Kreatifitas Anak Muda

Ketika Brain Rot Menggerus Kreatifitas Anak Muda

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Edisi Mei

Oleh Redaksi
May 10, 2025
0
346

27 tahun yang lalu (1998) nilai tukar rupiah terhadap dolar, dari Rp 2,575.00 berangsur turun menjadi Rp 16.000 pada Maret...

Baca SelengkapnyaDetails
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Tema Lomba Menulis Maret 2025

March 22, 2025
342

Responden Terpilih

March 14, 2025
124
Majalah POTRET pun Penting dan Perlu Untuk Melihat Wajah Batin dan Spiritualitas Diri Kita

Pemenang Lomba Menulis Februari 2025

March 2, 2025
360

Jajak Pendapat #KaburAjaDulu

February 22, 2025
232

SELAKSA

  • All
  • Tabrani Yunis
Jejak Kelelawar

Jejak Kelelawar

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/24
0
69

Oleh Tabrani Yunis  Burung-burung kelelawar datang berkunjung Berkerumun -kerumun saling sambung Terbang tinggi jauh melambung Langit terang kelihatan mendung Burung-burung...

Gerimis Turun Menjelang Petang

Gerimis Turun Menjelang Petang

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/18
0
71

Oleh Tabrani Yunis Mendung berarak menjelang petang Kala mentari bergegas pulang Berbalut pelangi jingga luas membentang Diguyur gerimis bergoyang kencang ...

Merevitalisasi PDIA, Merawat Ingatan Membangun Ketangguhan

Merevitalisasi PDIA, Merawat Ingatan Membangun Ketangguhan

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/17
0
91

Oleh Tabrani Yunis Perasaan hati bercampur aduk, kala masuk ke ruang pertemuan di gedung  BAST -ANRI atawa gedung Balai Arsip Statis...

Bhoi Morica: Inovasi Kue Tradisional Aceh Oleh 3 Mahasiswi USK Sebagai Solusi Anti-Stunting dan Anti-Cacingan

Bhoi Morica: Inovasi Kue Tradisional Aceh Oleh 3 Mahasiswi USK Sebagai Solusi Anti-Stunting dan Anti-Cacingan

Oleh Tabrani Yunis
2025/05/16
0
182

Oleh: Tabrani Yunis Bhoi Morica merupakan inovasi pangan fungsional berbasis kue tradisional Aceh yang dikembangkan sebagai solusi lokal untuk mengatasi...

Populer

  • Memaknai Kekhususan Hari Jum’at

    Abu Syech Mud; Syekhul Masyayikh Ulama Dayah Aceh Periode Awal. 

    10 shares
    Share 4 Tweet 3
  • Bunda Literasi di Era Artificial Intelligence

    10 shares
    Share 4 Tweet 3
  • Nol Saldo di Masjid Jogokariyan; Literasi Keuangan

    9 shares
    Share 4 Tweet 2
  • Jejak Kelelawar

    7 shares
    Share 3 Tweet 2
  • Puisi-Puisi Abdul Aziz Ali. Ipoh, Perak, Malaysia

    8 shares
    Share 3 Tweet 2
POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00