Oleh Rosadi Jamani
Sebelumnya, kita sudah berkenalan dengan duo maestro korupsi elite, Riva Siahaan dan Maya Kusmaya. Sekarang, giliran Muhammad Kerry Andrianto Riza. Panggil saja Kerry. Sambil menikmati kopi tanpa gula di warkop reot, yok kita berkenalan lagi dengan tersangka korupsi Pertamax rasa Pertalite ini.
Jakarta mengenalnya sebagai putra seorang raja minyak, Riza Chalid. Darah pengusaha mengalir deras dalam tubuhnya. Pendidikan terbaik dunia ditempuhnya. Imperial College London. Sebuah nama yang hanya bisa diukir oleh mereka yang terpilih.
Kerry bukan orang sembarangan. Bakat bisnisnya luar biasa. Ia komisaris. Ia presiden direktur. Ia pemilik klub basket. Bahkan, ia memimpin KidZania, tempat di mana anak-anak diajari bagaimana menjadi orang sukses.
Namun, di balik itu semua, ada sisi lain. Sisi gelap. Sisi yang mengubah kebanggaan menjadi rasa jijik.
Inilah profil Kerry:
Nama Lengkap: Muhammad Kerry Andrianto Riza. Tanggal Lahir: 15 September 1986. Lahir di Jakarta. Orang Tua: Mohammad Riza Chalid dan Roestriana Adrianti
Pendidikannya; Sekolah Menengah: United World College of South East Asia, Singapura (1998-2004). Sarjana: Manajemen Bisnis Terapan, Imperial College, University of London (2008)
Kariernya, Komisaris Utama di GAP Capital, Presiden Direktur di PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi, Presiden Direktur di PT Navigator Khatulistiwa
Kerry adalah pemilik Klub Basket Amartha Hangtuah Jakarta yang berkompetisi di Indonesian Basketball League (IBL). Beliau juga Presiden KidZania Jakarta.
Luar biasa, bukan? Prestasi yang mengesankan. Posisi yang gemilang.
Namun, semua itu hanya latar belakang. Hanya panggung. Di balik gemerlap jabatan, ada skenario lain yang sedang dimainkan.
Kerry bukan sekadar pebisnis. Ia seorang arsitek. Perancang skema raksasa. Dalang di balik manipulasi impor minyak mentah yang merugikan negara.
Bukan miliaran. Bukan triliunan. Tapi Rp 193,7 triliun lenyap dalam permainan licik.
Sebuah angka yang tak bisa dibayangkan oleh rakyat kecil. Uang yang seharusnya untuk membangun negeri. Sekolah. Rumah sakit. Infrastruktur. Semua sirna. Semua masuk kantong para rakus.
Lelang minyak? Itu hanya formalitas. Harga sudah diatur sebelum lelang dimulai. Siapa pemenangnya? Sudah ditentukan sejak awal. Sungguh jenius. Sungguh menjijikkan.
Kejaksaan Agung tidak tinggal diam. Mereka menyelidiki. Mereka menemukan. Mereka menggeledah kantor PT Navigator Khatulistiwa. 95 bundel dokumen disita. Satu per satu, bukti terkumpul.
Tak cukup sampai di situ. Rumah sang ayah, Riza Chalid, di kawasan elit Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, juga turut digeledah.
Kerry tak bisa lagi bersembunyi di balik meja rapat. Tak bisa lagi berlindung di balik jas mahal. Tak bisa lagi menikmati sorotan sebagai pebisnis sukses.
Kini sorotan tertuju padanya. Bukan sebagai pemimpin. Bukan sebagai pengusaha. Tapi sebagai tersangka.
Dari ruang pertemuan eksklusif ke ruang interogasi. Dari kursi empuk ke bangku tahanan. Dari penthouse mewah ke sel jeruji besi. Sungguh akhir yang ironis. Sungguh drama yang sempurna.
Tapi ini belum selesai. Apakah Kerry akan benar-benar merasakan hukuman? Ataukah ia hanya mampir sejenak sebelum kembali ke panggung bisnis? Sejarah telah membuktikan. Para koruptor selalu punya jalan pulang. Kita tunggu saja.
camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar