OLEH: TAUFIQ ABDUL RAHIM
(Dosen Pasca Sarjana Magister Manajemen/MM FE Unmuha dan Peneliti Senior PERC-Aceh)
Kontestasi Pemilihan umum (Pemilu) serentak yang akan datang 2024 sudah semakin dekat. Para kontestan baik ekskutif, maupun legislatif yang ingin bertanding dan gagasan yang kita harapkan. Ini jelas tidak sesuai dengan harapan rakyat. Maka yang efektif dilakukan adalah, memasang, mempertontonkan gambar, memperlihatkan wajah, mempercantik serta menggagahkan potret diri dalam berbagai bentuk, ukuran, gaya, fashion serta jargon yang berhubungan dengan rakyat, pada ujungnya nama diri serta partainya. Ini tersebar luas di ranah publik, bahkan semabarangan meletakkan serrta melekatkan tanpa izin, baik dipohon-kayu diikat bahkan dipaku, tiang listrik dan telepon, tiang jalan ataupun lorong, di persimpangan desa serta melintang, dan berbagai pagar serta ruang publik yang mengganggu, semrawut, serampangan, tidak tertur dan tertib, bahkan terkesan menjadi sampah di ruang publik.
Hal ini berlangsung sejak disahkannya para politisi sebagai calon pemimpin, elite politik, aktor politik, para politisi, baik eksekutif dan legislatif dan sangat menggangu keindahan dan kenyaman pemandangan dalam lingkungan kehidupan masyarakat atau rakyat. Bahkan rakyat disibukkan dengan pemandangan menjadi resah dengan berbagai tampilan gambar, gaya, fashion, kepala, senyuman di berbagai sudut kota, desa, kampung, persimpangan jalan, pagar rumah, tembok juga pohon kayu.
Aksi penempatan gambar yang tidak menghargai etika-moral dan estetika tersebut tersebar secara masif pada merata tempat, tanpa mengindahkan kelestarian lingkungan hidup yang semestinya dihargai secara hak azasi manusia, bahkan secara serampangan di pohon kayu yang paku, dilekatkan bahkan merusak pohon tersebut demi ambisi politik para politisi agar dipilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang akan datang.
Kondisi ini sangat miris, karena setelah terpilih para politisi ini menjadi “hamba” para elitenya, para pemimpin partainya, para oligarki ekonomi dan politik, persis sama dengan prinsip “patronts and clients”, yaitu anatar cuan dan tuan.
Pada dasarnya secara realistis gambaran yang semrawut, serampangan peletakan serta pelekatan gambar para politisi atau aktor politik yang mengikuti kontestasi dan bertarung tersebut, juga tanpa sungkan mengorbankan tempat tinggal masyarakat, pagar, tiang listrik, pertokoan, tembok-tembok dan tiang telepon, juga berbagai fasiltas umum terlarang yang sangat menggangu pemandangan di sekitarnya, sehingga kondisi lingkungan yang tidak mencerminkan tatanan kehidupan keadaban masyarakat, kemudian menjadi tidak beradab, terganggu serta menjadi kumuh, bahkan terkesan menyampah berserakan sampah di ruang publik.
Karena itu, menyangkut kenyamanan, serta keindahan kelestarian lingkungan hidup menjadi sangat terganggu dan kehidupan sosial kemasyarakatan karena kepentingan politik sesaat. Hal yang paling prinsipil bahwa, ini menunjukkan para politisi yang tidak beradab, beretika-moral juga tidak tercermin kedewasaan berpolitik yang menghendaki para politisi memiliki wawasan, gagasan, dewasa dalam berpolitik, rendahnya pemahaman politik, rendahnya etika politik, tidak beretika moral serta berakhlaq. Sehingga hanya mengandalkan wajah dan kepala, “bukan isi kepala” yang mesti diperlihatkan serta ditonjolkan dan dipertandingkan sebagai politisi yang memiliki kompetensi.
Maka itu, pemandangan ini semakin miris serta memprihatinkan akhir-akhir ini, bahkan dapat saja terjadi peningkatan pemasangan jumlah secara kuantitatif terhadap gambar serta photo para poitisi yang rendah etika moralnya, karena pemasangan gambar, photo atau disebut juga alat peraga kampanye (APK) semakin menyebar dan tersebar luas ditengah kehidupan masyarakat. Dengan menggunakan gambar yang tidak dilekatkan pada tempat promosi resmi tersebut juga menghindari pengenaan pajak promosi dan iklan yang mesti dikeluarkan oleh para politisi untuk mempromosikan diri. Ini menunjukkan mental politisi gratis dan ingin dapat hasil lebih, kemudian berharap dipilih, meskipun menggangu ketentraman serta kenyaman hidup rakyat.
Hal ini memperliuhatkan bahwa, terhadap beban biaya gratis sebagai politisi yang berambisi, berhasrat, bernafsu untuk dipilih dan memiliki kekuasaan politik, yang nantinya akan memperlihatkan politik kekuasaannya jika terpilih, belum tentu berpihak ke rakyat (pro-rakyat). Sehingga pemandangan yang menyampah dan gratis ini semestinya menjadi tanggung jawab Komisis Independen Pemlihan (KIP)/Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditertibkan sebagai Penyelenggara Pemilu dan badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai Pengawas Pemilu. Karena lembaga ini memiliki tanggung jawab yang jelas-jelas dibayar oleh negara dari uang rakyat, yang lingkungan hidupnya terganggu, semrawut, tidak nyaman serta bertebaran bagaikan bak sampah di ruang publik. Sehingga kedua lembaa ini juga jangan sampai menjadi sampah masyarakat juga.
Karenanya, rendahnya kesadaran serta kedewasaan para politisi menempatkan APK di berbagai tempat termasuk yang paling memprihatinkan di pohon-kayu yang dipaku, dirusak secara langsung juga pelan-pelan, ini akan menjadikan lingkungan hidup juga secara resmi dirusak oleh para politisi yang rendah peradaban.
Bukan hanya itu, keadaban serta etika-moral yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dihadapan publik. Masyarakat yang nantinya dapat saja timbul rasa muak untuk memilih para elite politik, pemimpin dan penguasa politik yang tidak menghargai keindahan serta kenyaman lingkungan hidup sekitarnya. Padahal yang diharapkan mampu memberikan kenyaman serta keindahan sekitarnya bagi penghargaan dan menghormati hak azasi manusia manusia.
Dengan demikian, pemasangan APK dengan praktik tidak bertika-moral serta jauh dari kesan berakhlaq, ini mesti segera ditertibkan. jangan hanya sekadar memenuhi hasrat dan nafsu sebagai politisi, sehingga dengan mudah melangkahi, menabrak aturan yang mesti menjadi landasan etika moral. Demikian juga tanggung jawab penyelenggara dan pengawas tidak hanya sebatas saat Pemilu serentak 2024 berlangsung dan akan mencari peluang untuk memanfaatkan kesempatan materialistik.
Hal yang paling penting dan prinsipil adalah, kenyamanan serta ketentraman hidup sosial kemasyarakatan yang tertib, damai, nyaman dan berkedaban sebagai para politisi yang memiliki kompetensi, kompetitif serta menjungjung etika-moral dan akhlaq yang baik serta bertanggung jawab. Ditengah pertarungan liberalisme demokrasi politik nasional negara ini, meskipun memiliki landasan hukum yang jelas berlandaskan UUD 1945 dan Panca Sila, serbagai dasar bernegara.
Wassalamu’alaikum…..