Dengarkan Artikel
Puluhan aktivis Jaringan Aktivis Lintas Angkatan (JALA) berkumpul di Jakarta, pada 30 Desember 2022. Para aktivis ini mengadakan pertemuan silaturahmi JALA, Gathering Family (30/12/2022), antara lain mengevaluasi sejauh mana hal-hal yang dilaksanakan telah menyimpang dari amanat Reformasi 1998.
Indro Cahyono, Penasehat “JALA”mengatakan bahwa “ bisa jadi sekarang tak sedikit orang bilang membicarakan amanat reformasi sudah usang. Namun faktanya justru korupsi merajalela dan merata pada level daerah dan semena-mena membetot konstitusi untuk kepentingan kekuasaan dan nafsu kuasa. Sehingga patutlah untuk dipertanyakan bagi mereka yang mencoba untuk menghindari amanat reformasi 98.
Lebih lanjut disebutkan pula bahwa perubahan pada dasarnya membutuhkan kontinuitas serta asupan gagasan yang mencerdaskan sekaligus menginspirasi lapisan masyarakat untuk bahu membahu menuntaskan reformasi. Jikalau tahun 2024 sebagai momentum perubahan krusial Indonesia, sepatutnya rakyat pada umumnya berpikir untuk membuat peta jalan reformatif yang paling rasional di tengah gempuran pragmatisme dan politik hukum yang tidak berpihak pada keadilan.
Menurut aktivis jaringan ini tentang target harus dikembalikan pada tema pertemuan itu sendiri yakni “ mengevaluasi apakah amanat reformasi 1998 sudah dimengerti dan telah dilaksanakan dengan baik”. Salah satu tema penting yang menjadi amanah reformasi 1998 sepertinya sudah jelas : Berantas KKN!. Tetapi bisa kita lihat bersama bagaimana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) telah demikian merajalela saat ini. Kasus-kasus korupsi terus meningkat dan bahkan tidak bisa dikendalikan oleh otoritas resmi pemerintah. Malah pemerintah terkesan memiliki kebijakan yang berlawanan dengan semangat memerangi korupsi sebagai kejahatan _ekstra ordinary crime_ atau kejahatan luar biasa.
KPK sebagai ujung tombak perang terhadap korupsi, seharusnya diberi kewenangan _ekstra ordinary_. Karenanya kemarin hanya KPK yang diberi wewenang penyadapan dan Lembaga lain tidak. Sebab dialah ujung tombak untuk menghadapi kejahatan luarbiasa korupsi.
Namun sayangnya penyataan Menteri Luhut Panjaitan beberapa hari lalu tentang KPK yang diminta tidak perlu sering-sering melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), itu sangat mengecewakan. Padahal OTT dilakukan tidak lain karena kasus-kasus korupsi sepertinya sudah bobrok sekali dan semakin sulit dikendalikan.
Pemahaman yang keliru terhadap tugas KPK dalam perang melawan korupsi sebagai kejahatan luar biasa itulah yang berlawanan dengan nilai-nilai Reformasi. Lalu mau jadi apa? Jika berlawanan dengan nilai-nilai reformasi, maka menurut Sri Bintang Pamungkas, itu bukan lagi Reformasi, tapi Deformasi! Atau Perusakan sistem kenegaraan itu sendiri.
📚 Artikel Terkait
Sebetulnya dengan kerapnya OTT oleh KPK, investor luar negeri justru akan merasa yakin dengan langkah pemerintah Indonesia yang dipandang serius dalam upaya memberantas korupsi dan kepastian penegakan hukum. Mereka akan yakin bahwa investasinya aman jika banyak tindakan tegas terhadap pelaku korupsi. Hal itu juga akan menarik investor untuk kembali berinvestasi di dalam negeri. Tapi jika KPK tidak diizinkan melakukan OTT, maka investor akan berpikir bahwa dana mereka tidak akan aman, dan bisa jadi berisiko “diembat” oleh para koruptor.
Itu satu hal yang bermasalah saat ini, dan hanya soal KKN saja!
Kedua, Ihwal Pemilihan umum. Berkah terbesar dari Reformasi 1998 adalah kebebasan rakyat dalam memilih _one man one vote_kepala daerah di kabupaten dan kota, atau memilih langsung Presiden dan Gubernur. Hal itu merupakan manifestasi terbesar dari nilai-nilai demokrasi yang kita perjuangkan bersama.
Untuk itu, dibutuhkan kepatuhan terhadap konstitusi sah yang harus sama-sama kita tegakkan. Tapi kalau _one man one vote system_ yang kita tegakkan itu sekarang ini mulai direcoki oleh subsistem yang menghambat, khususnya oleh para oligark yang kabarnya bercokol dan mempengaruhi istana. Lalu memunculkan wacana penundaan Pemilu 2024, maka itulah yang akan menghancurkan sistem demokrasi dan melanggar konstitusi yang seharusnya kita patuhi bersama.
Pemerintahan yang mematuhi konstitusi, harus menyiapkan anggaran untuk Pemilu dan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Seperti itu seharusnya jika melaksanakan Amanah Reformasi. Bukannya malah muncul lagi wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 kali, setelah wacana penundaan pemilu. Wacana-wacana itu kacau, anti Reformasi dan ingin merusak demokrasi!.
Terakhir adalah soal Parliamentary Treshold 20% yang harus dikoreksi. Lalu eksistensi presiden dalam sistem presidensiil kita yang tidak berjalan. Sebagai kepala negara, presidenlah yang berhak memilih Menteri-menteri dari para professional terbaik di kabinetnya. Tapi kenyatannya sekarang, pemilihan para Menteri seolah menjadi “rayahan prasmanan” partai politik untuk rebutan mengisi jabatan Menteri kabinet.
Akibat jadi ajang rebutan parpol, maka silih berganti para Menteri ditangkap KPK karena kasus korupsi. Lihat saja kasus Menteri-menteri jaman pak SBY yang ditangkap dan Menteri-menteri jaman Jokowi sekarang. Hal itu terjadi karena para Menteri titipan parpol itu bukan dalam misi bekerja secara profesional, tapi dalam rangka memanfaatkan anggaran untuk kepentingan partai politik. Itu juga PR besar yang harus dikoreksi dan dievaluasi total oleh pertemuan hari ini. Intinya suara yang ingin diserukan adalah bahwa Reformasi itu ternyata tidak membawa perubahan tapi malah menjadi Deformasi!.
Hal-hal di atas yang mengharuskan kita semua untuk berhati-hati. Karena sesungguhnya nilai-nilai baik yang dibawa Reformasi itu masih tertanam dalam di dada para aktivis Reformasi. Semangat itu harus tetap dibangkitkan lagi dan hendaknya jangan takut untuk melawan kekuatan-kekuatan yang anti Reformasi. (017)
🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini















