Oleh Rahmah Asyura
Saya ingin berbagi sedikit cerita pengalaman hidup saya, saat saya masih duduk di bangku SMA. Pada tahun 2017, tepatnya bulan November itu, orang tua saya mengalami kecelakaan yang lumayan dahsyat. Pada saat itu orang tua saya dan beberapa kerabat saya ikut menumpang dalam kendaraan orang tua saya dari Banda Aceh menuju Blangpidie. Sebelum kejadian, setelah Ashar, ibu saya menelepon dan menanyakan saya sudah salat atau belum. Ternyata sebelumnya orang tua saya menelepon abang saya dan menanyakan soal yang sama.
Setelah kecelakaan itu terjadi, kira-kira jam 16.30 seperti itu. Posisi saya berada di Banda Aceh dengan abang saya yang keempat. Sedangkan abang pertama dan kedua berada di Blangpidie, serta kakak saya berada di Takengon. Setelah kejadian, ibu saya menelepon abang keempat saya dan mengatakan bahwa mereka mengalami kecelakaan, namun belum sempat menanyakan posisi mereka kecelakaan di mana, teleponnya sudah tidak tersambung lagi.
Kemudian, ada beberapa masyarakat sekitar yang menelepon pihak keluarga kami dan memberitahu tempat kejadian. Mereka mengalami kecelakaan di daerah Calang yang disebabkan ada mobil dari arah berlawanan yang mengambil jalur jalan orang tua saya sampai ke tepi yang dikendarai mahasiswa-mahasiswa salah satu Universitas di Banda Aceh.
Mereka mendapat pertolongan pertama di Puskesmas terdekat dan kemudian dirujuk ke RSUDZA. Abang โabang saya menjemput dan mendampingi orang tua saya selama di perjalanan, sedangkan saya di Banda belum mengetahui kabar duka itu tetapi setelah kakak ipar saya sampai untuk menemani saya, pada saat itulah saya tahu berita duka itu. Ternyata mereka sengaja menutupi kabar itu agar saya tidak terkejut dan mereka khawatir saya akan pingsan saat mendengar kabar itu karena posisi saya di rumah sendiri sebelum sampainya kakak ipar saya.
Tangisan saya pecah saat mendengar kabar itu. Kakak saya yang berada di Takengon yang menyampaikan berita tersebut via telepon dan mengirim gambar kondisi orang tua serta kerabat saya yang terbaring di tempat tidur Puskesmas itu. Melihat keadaan mereka membuat saya ikut lemas dan tak mampu berkata-kata lain selain berdoa memohon agar orang tua saya selamat dan diberikan umur panjang karena saya belum siap untuk kehilangan mereka.
Ibu saya mengalami patah tulang rusuk, mukanya bengkak akibat terbentur bagian depan mobil dan bagian alisnya tertusuk karena tertusuk pecahan kaca. Ayah saya mengalami pergeseran tulang rusuk karena terbentur setir mobil. Kerabat lainnya ada yang mengalami patah di bagian bahu, ada yang gigi dan gusinya hancur karena benturan.
Yang mengalami luka-luka parah yang berada di sebelah kiri mobil karena mobil yang dari arah berlawanan itu mengambil jalur yang tidak seharusnya ia lalui sampai ke tepi yang menyebabkan sebelah kirilah yang lebih parah mengalami luka. Sedangkan bagian sopir tidak terlalu parah karena tidak terlalu kena hempasan dari benda-benda lain.
Sampainya orang tua dan kerabat saya di Banda Aceh, langsung dimasukkan dalam ruang IGD agar mendapatkan pertolongan dan pemeriksaan lebih lanjut. Tetapi saya tetap berada di rumah, karena di dalam ruangan itu tidak diizinkan untuk beramai-ramai. Setelah kondisi orang tua dan kerabat saya membaik dan memungkinkan untuk dijenguk, kami bergantian untuk melihat orang tua kami.
Tak bisa mengeluarkan kata-kata apa pun, selain menangis karena melihat orang tua yang terbaring dengan keadaan seperti itu. Ibu saya yang meneteskan air matanya tanpa mengeluarkan kata-kata apa pun. Ibu saya seperti masih belum menyangka bahwa ia baru mengalami kecelakaan tersebut. Kakak saya yang berada di Takengon hanya bisa melihat melalui sambungan video call dan menangis juga melihat keadaan orang tua.
Dua hari setelah itu ibu saya menjalankan operasi tulang rusuk, karena tulang rusuknya patah dan takut akan membahayakan paru atau jantungnya nantinya. Jadi kami memutuskan untuk menyetujui saran dokter untuk ibu menjalankan operasi tulang rusuk. Selama berada di rumah sakit ibu saya tidak bisa bergerak ke kiri maupun ke kanan, jika ingin berbaring sedikit miring, maka kami yang harus mengangkatnya.
Sampai masa pemulihan, kami terus bersama-sama untuk merawat ibu dan memberi semangat untuk sembuh kembali pada ibu. Ibu mengatakan pada kami semua bahwa jika Allah sudah memberi izin untuk ini semua terjadi, maka ini akan terjadi karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambanya. Mungkin dari kejadian ini Allah menghapus dosa-dosa yang lalu, ditarik kembali rezeki dari kita mungkin karena kita kemarin lupa memberikan hak orang lain.
Dari semua yang ibu sampaikan kepada kami, ibu mengajarkan bahwa kejadian apa saja bisa terjadi pada kita dan kapan saja. Jangan pernah menyalahkan keadaan, marah dan menyesali apa yang sudah Allah beri, karena segala sesuatunya itu terjadi atas izin Allah, jika Allah memberikan cobaan itu adalah tanda Allah sedang memperhatikan kita dan semua ada hikmahnya.