Dengarkan Artikel
Oleh: Dara Fazilla
Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Ar-Raniry,Banda Aceh

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota, sering kali kita tak menyadari keberadaan anak-anak yang dipaksa untuk hidup di jalanan. Mereka adalah bagian dari tragedi kemanusian yang terabaikan, yang menunjukkan betapa kerasnya dunia bagi mereka yang tak punya pilihan lain selain bertahan hidup dengan cara sederhana dan terkadang menyakitkan.
Kisah seorang anak laki-laki berusia 10 Tahun yang sering terlihat di sudut jalan, tepatnya di Lapangan Gelanggang Darussalam Kota Banda Aceh. Meskipun tubuhnya tampak sehat, penampilannya sering kali membuat orang yang melihatnya merasa iba. Pakaian yang dikenakannya kusut. Di sampingnya selalu ada seorang adik perempuan berusia 5 tahun, yang juga tampak kurus dan mengenakan pakaian yang sama kusutnya.
Dari pengamatan penulis, ada yang mengatakan bahwa anak laki-laki tersebut mungkin disuruh oleh seseorang , entah orang tuanya atau seseorang yang lebih tua. Beberapa orang pernah mencoba mengajaknya berbicara, namun responnya tidak sesuai atau ia enggan untuk berbicara, terutama tentang kehidupan pribadinya. Anak laki-laki tersebut selalu berada di lapangan gelanggang. Beberapa orang yang lewat merasa iba dan sering memberikan uang atau makanan.
Kehadiran anak-anak ini yang dipaksa hidup di jalanan, mengemis dan membuat orang-orang Iba, merupakan tindakan yang melanggar hukum. Sebab, dalam Undang-undang Republik Idonesia Nomor 23 Tahun 2002 pasal 13 ayat (1) huruf b tentang perlindungan anak menyebutkan setiap anak yang dalam pengasuhan orang tua wali, maupun pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan, a) Diskriminasi, b) Penelantaran, c) Kekejaman, Kekerasan, dan Penganiayaan, d) Eksploitasi, baikekonomi maupun seksual, e) Ketidakadilan dan f) perlakuan salah lainnya ( Magfirah,2016 ).
Nah, tindakan memaksa anak hidup di jalanan adalah sebuah bentuk tindakan eksploitasi. Sebagaimana kita ke ahuo bahwa eksploitasi pada anak-anak memperlihatkan perlakuan diskriminatif ataupun perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua maupun orang lain yang mendesak anak untuk mengerjakan sesuatu atas kepentingan ekonomi, politik maupun sosial tanpa memperhatikan hak-hak anak dalammendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan psikis, fisik dan status sosialnya ( Husin & Guntara, 2021 ).
Oleh sebab itu, tindakan eksploitasi yang dialami oleh anak tersebut adalah perilaku tanpa persetujuan korban tanpa batas terhadap pelacuran, perbudakan, pelayanan paksa, memanfaatkanorang lain dalam mendapatkan keuntungan baik materil, maupun non-materil. Sampai saat ini masalah mempekerjakan anak bukan lagi tentang pekerja anak itu sendiri, melainkan praktik eksploitasi yang menempatkan anak sebagai pekerja.
Semua kita tahu dan sadar bahwa sebenarnya , anak-anak adalah masa depan, dan mereka berhak untuk mendapatkan perlindungan,pendidikan dan kesempatan yang sama untuk tumbuh menjadi individu yang kuat dan berdaya.
Oleh sebab itu, tragedi ini bukan hanya milik anak-anak yang terpaksa hidup di jalanan, tetapi juga tragedi kita semua, karena itu mencerminkan kegagalan kolektif dalam menjaga dan melindungi generasi penerus bangsa.