• Terbaru

Mau Sekolah Dulu

October 17, 2016

Otsus Aceh di Persimpangan Jalan

November 16, 2025

Pendapat Prof Jimly Soal Ijazah Jokowi

November 16, 2025

Korupsi di Sektor Kesehatan: Dari Nasionalisme STOVIA hingga Penjara KPK

November 16, 2025

Malam Layar Puisi Anak Muda 2025

November 16, 2025

Prasasti Kebon Kopi

November 15, 2025

Bullying, Feodalisme, dan Ekstremisme

November 16, 2025

Dari Sumber Daya ke Sumber Daya Damai

November 15, 2025

Catatan Ringkas Sejarawan dan Fiksiwan Dari NDC Manado

November 15, 2025

Ketika Tsunami Aceh

November 14, 2025

‎Lukisan Sepasang Bangau, Cerita Pendek dan Puisi Dua Larik di Warung Kopi

November 14, 2025

Menangguh Politik Hukum Ijazah Palsu

November 14, 2025

Nyanyian Terakhir Cenderawasih

November 14, 2025
Sunday, November 16, 2025
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
  • Login
  • Register
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
POTRET Online
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat
No Result
View All Result
Plugin Install : Cart Icon need WooCommerce plugin to be installed.
POTRET Online
No Result
View All Result

Mau Sekolah Dulu

RedaksiOleh Redaksi
October 17, 2016
0
Reading Time: 5 mins read
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Tabrani Yunis
Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh

Sebut saja namanya Bunga. Ya, tentu bukan nama sebenarnya. Gadis belia, 16 tahun ini masih bersekolah di kelas I SMA. Ia mulai terpengaruh dengan pergaulan remaja yang tergolong bebas. Bunga mulai pacaran. Pacarnya, jauh lebih dewasa dibandingkan usia Bunga. Ia pun kemudian sering berjalan keluyuran bersama pacarnya. Pergaulannya lepas dari control orang tua. Akibatnya, tak berapa lama pacaran, Bunga di usianya yang masih belia itu, tak kuat menahan nafsu. Bunga pun mulai muntah-muntah, karena hamil.

Mengetahaui Bunga hamil, orang tua Bunga merasa terkejut dan malu. Bunga berhadapan dengan problema yang berat. Di satu sisi, ingin menggugurkan kandungan, karena malu. Di sisi lain, tindakan itu merupakan tindakan dosa dan sangat berbahaya bagi Bunga. Sehingga, satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah menikahkan Bunga dengan pacarnya. Namun, untuk dinikahkan di KUA, pihak KUA menolak, karena Bunga masih di bawah umur. Akhirnya, Bunga terpaksa melakukan nikah siri. Bunga pun sudah tidak bisa melanjutkan pendidikan. Ia terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Putuslah harapan orang tua terhadap pendidikan Bunga.

Lain lagi dengan Mawar, juga bukan nama sebenarnya. Mawar yang berparas cantik itu, lahir dari keluarga miskin, anak ke tiga dari 6 bersaudara. Abangnya yang tertua, sudah tidak bersekolah lagi, hanya tamat SD. Begitu pula abangnya yang kedua hanya tamat SMP. Sementara Mawar, 16 tahun juga baru tamat dari SMP. Ia sangat ingin bisa melanjutkan sekolah, paling kurang setingkat SMA. Namun, karena kondisi kehidupan ekonomi orang tua yang semakin berat, setamat SMP, Mawar tidak melanjutkan lagi pendidikan ke tingkat SMA. Sekali lagi, orang tuanya tidak sanggup menyekolahkan Mawar bersekolah di SMA. Ia terpaksa menganggur, ikut membantu orang tua ke sawah. Namun, tak lama berselang, Mawar pun dilirik oleh seorang pemuda di kampungnya. Lirikan itu berlanjut dengan sebuah lamaran kepada pihak orang tua. Tanpa pikir panjang, juga karena beratnya kondisi keuangan keluarga, akhirnya lamaran itu diterima oleh kedua orang tua Mawar. Padahal, usia Mawar masih 16 tahun. Ia masih mau sekolah. Namun, agar bisa meringankan beban orang tua, Mawar terpaksa menikah dini.

Nasib Sutik, perempuan asal Tegaldowo, Rembang, Jawa Tengah, seperti ditulis Noni Arni (DW,16/11/2009), pertamakali dijodohkan orang tuanya pada usia 11 tahun. Kuatnya tradisi turun temurun membuatnya tak mampu menolak. Terlebih lagi, Sutik juga belum mengerti arti sebuah pernikahan. Sutik adalah satu dari sekian banyak anak perempuan di wilayah Tegaldowo, Rembang, yang dinikahkan karena tradisi yang mengikatnya. Kuatnya tradisi memaksa anak-anak perempuan di sini melakukan pernikahan dini.

Begitu banyak kisah sedih dan memilukan yang dialami oleh anak-anak perempuan di banyak tempat atau wilayah dipermukaan bumi ini. Kisah sedih itu baru kita jumpai dan terasa memilukan bila kita mau dan peduli terhadap nasib mereka. Mengapa menjadi hal yang menyedihkan dan memilukan? Jawabnya sederhana, karena anak-anak perempuan yang masih berusia 18 tahun tersebut seharusnya adalah usia anak yang masih ingin bermain, bersekolah, dan mendapatkan perlindungan dari orang tua dan Negara. Namun, ketika anak-anak tersebut dinikahkan pada usia di bawah 18 tahun, maka mereka dengan terpaksa meninggalkan dunia bermain dan hak-hak azasi mereka. Padahal, dalam UU Perlindungan Anak dengan jelas disebutkan pula mengenai kewajiban orangtua dan masyarakat untuk melindungi anak, serta kewajiban orangtua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak sebagaimana diatur dalam pasal 26. Bahkan sangsi pidana berupa hukuman kurung penjara dan denda diatur dalam pasal 77-90 bila didapatkan pelanggaran terhadap pasal-pasal perlindungan anak 18.

📚 Artikel Terkait

Prof.Dr.Wahyu Wibowo : Menelusuri Imaji Liar dalam Puisi Memukau Karya Pulo Lasman Simanjuntak

Legenda Sungai Indung

Aceh dan Para Pembenci Pohon

Buktinya Adalah Sepiku

Namun, praktek pernikahan anak di Indonesia masih saja terus terjadi. Dalam konteks Indonesia, tercatat sebanyak 2.048.000 perkawinan yang terjadi di Indonesia. Deutcshe Welle (DW) German menyebutkan laporan Badan Perencanaan Pembangunan Bappenas tahun 2008, dari 2 juta lebih pasangan yang melakukan pernikahan, angka pernikahan dini dibawah 16 tahun mencapai hampir 35 persen.

Di tataran global, badan PBB, yang menangani soal anak-anak, UNICEF baru-baru memaparkan, bahwa pernikahan anak tersebar luas. Sebuah badan PBB dalam sebuah rilis menyebutkan bahwa lebih dari 700 juta perempuan yang hidup saat ini menikah saat masih anak. Lebih dari 1 dari 3 anak – atau sekitar 250 juta – menikah sebelum usia 15 tahun.

Jadi, praktek menikahkan anak-anak yang masih di bawah umur yakni di bawah 18 tahun hingga kini masih banyak dan terus dilakukan di Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Munculnya praktek pernikahan anak ini tentu disebabkan oleh banyak factor. Mulai dari factor kemiskinan yang masih tinggi, factor budaya, factor politik tubuh perempuan, serta factor-faktor lain yang bisa bernuansa bisnis, baik oleh pihak luar keluarga, maupun pihak keluarga sendiri. Di samping itu, factor ketidaktegasan yuridis juga sangat berperan. Misalnya perbedaan atau kontradiksi antara usia yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perkawinan dengan Konvensi hak anak, yang berbeda dalam menetapkan batas usia tersebut, membuat praktek pernikahan anak hingga kini belum dapat ditinggalkan. Di satu sisi bertentangan, di sisi lain dibolehkan. Sehingga, posisi anak perempuan menjadi sangat tidak berdaya.

Ketidakberdayaan itu semakin parah, karena pernikahan anak di usia dini itu sangat berisiko bagi anak-anak di bawah umur tersebut. Ditambah lagi dampak lainnya seperti hilangnya hak- hak anak. Salah satunya adalah hilangnya hak anak atas pendidikan. Karena ketika ia sudah dinikahkan, ia sudah diputuskan hubungannya dengan dunia sekolah. Ia sudah tidak bisa lagi mengenyam indahnya bangku sekolah, sebagaimana layaknya anak-anak lain yang sedang menikmati sekolah. Ujung dari praktek pernikahan anak ini, menempatkan anak perempuan pada posisi yang sangat riskan dan rentan, bahkan menempati posisi sebagai pewaris kebodohan dan kemiskinan, karena sudah tidak ada lagi waktu untuk belajar. Ia akan disibukkan dengan urusan rumah tangga yang belum sanggup secara fisik dan psikis, sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar, mendapatkan hak atas segala ilmu dan ketrampilan, kecuali mengasuh anak dengan segala keterbatasan.

Pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun juga belum bisa menjadi rem yang bisa mengurangi praktek pernikahan anak, karena sangsi bagi orang tua, belum bisa diberikan terkaita adanya dualisme dalam penentuan batas usia anak dan lainya.

Dampak buruk lain bagi anak perempuan yang dinikahkan pada usia dini adalah kehilangan hak anak untuk mendapatkan perlindungan, kehilangan hak untuk berfikir dan berekspresi, kehilangan hak untuk menyatakan pendapat dan didengarkan pendapatnya, serta hilangnya hak untuk beristirahat dan bermain. Belum lagi dampak psikologis dan juga dampak fisik, karena pada usia ini anak memang belum siap untuk menjadi ibu dan menjadi penerus generasi yang berkualitas.

Sayangnya, anak-anak perempuan yang dinikahkan dalam status bawah umur itu tidak mengetahui dan mampu mengatakan bahwa sesungguhnya pernikahan itu adalah sebuah tindakan yang melanggar hak anak-anak serta membuat masa depan mereka penuh dengan risiko. Oleh sebab itu, agar anak-anak perempuan Indonesia bisa menjadi tiang Negara dan tiang agama, selayaknya praktek pernikahan anak di Indonesia harus dihentikan sekarang juga. Karena untuk melahirkan generasi bangsa yang berkualitas, diperlukan calon-calon ibu yang berkualitas. Kualitas seorang ibu akan sangat ditentukan oleh kualitas kematangan diri, latar belakang pendidikan yang bagus dan kesiapan untuk menjadi ibu secara mental dan finansial, yang memiliki sikap mandiri dalam membangun keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah. Dengan cara ini, akan lahir geearasi bangsa yang sehat dan berkualitas. Jadi, mulai sekarang, hentikan praktek pernikahan anak. Samakan pemikiran, sepkati batas usia anak dan usia boleh menikah pada batas usia 18 tahun ke atas. Ini adalah salah satu jalan untuk menyelamatkan perempuan yang menyelamatkan generasi bangsa. Pemerintah harus lebih serius memberlakukan sangsi kepada siapapun yang mempraktekkan pernikahan anak. Ingatlah bahwa mereka masih mau sekolah dulu.

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Pria Yang Merindukan Prostatnya
Pria Yang Merindukan Prostatnya
28 Feb 2025 • 184x dibaca (7 hari)
Oposisi Itu Terhormat
Oposisi Itu Terhormat
3 Mar 2025 • 171x dibaca (7 hari)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keriuhan Media Sosial atas Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
2 Oct 2025 • 152x dibaca (7 hari)
Hancurnya Sebuah Kemewahan
Hancurnya Sebuah Kemewahan
28 Feb 2025 • 138x dibaca (7 hari)
Hari Ampunan
Hari Ampunan
1 Mar 2025 • 124x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Redaksi

Redaksi

Majalah Perempuan Aceh

Artikel

Menulis Dengan Jujur

Oleh Tabrani YunisSeptember 9, 2025
#Gerakan Menulis

Tak Sempat Menulis

Oleh Tabrani YunisJuly 12, 2025
#Sumatera Utara

Sengketa Terpelihara

Oleh Tabrani YunisJune 5, 2025
Puisi

Eleği Negeriku  Yang Gelap Gulita

Oleh Tabrani YunisJune 3, 2025
Puisi

Kegalauan Bapak

Oleh Tabrani YunisMay 29, 2025

Populer

  • Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    Gemerlap Aceh, Menelusuri Emperom dan Menyibak Goheng

    162 shares
    Share 65 Tweet 41
  • Inilah Situs Menulis Artikel dibayar

    153 shares
    Share 61 Tweet 38
  • Peran Coaching Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

    145 shares
    Share 58 Tweet 36
  • Korupsi Sebagai Jalur Karier di Konoha?

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Lomba Menulis Agustus 2025

    51 shares
    Share 20 Tweet 13

HABA MANGAT

Haba Mangat

Tema Lomba Menulis November 2025

Oleh Redaksi
November 10, 2025
Haba Mangat

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

Oleh Redaksi
October 7, 2025
Haba Mangat

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

Oleh Redaksi
September 10, 2025
Postingan Selanjutnya

Ancaman Sistemik Indonesia

  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Kirim Tulisan
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Tentang Kami

INFO REDAKSI

Tema Lomba Menulis November 2025

November 10, 2025

Tema Lomba Menulis Bulan Oktober 2025

October 7, 2025

Pemenang Lomba Menulis – Edisi Agustus 2025

September 10, 2025

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Artikel
  • Puisi
  • Sastra
  • Aceh
  • Literasi
  • Esai
  • Perempuan
  • Menulis
  • POTRET
  • Haba Mangat

© 2025 Potret Online - Semua Hak Cipta Dilindungi

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00