Oleh Tabrani Yunis
Bagian Pertama
Thank you Tabrani, ujar Paivi dan Sami Lahdensuo, ketika aku mengantarkan teman-teman dari CMI ( Crisis Management Inisiative) ke Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang akhir tahun 2006 lalu. Sami mengucapkan ucapan See you in Helsinki. Hatiku bertanya-tanya, apakah ia serius. Namun, ia tanpa saya tanya berkata, We will meet in Helsinki soon.
Eh, ternyata memang bukan isapan jempol. Pada bulan Februari 2007, saya mendapat undangan dari CMI di Helsinki. Salah satu isinya saya diminta untuk menjadi narasumber dalam seminar di Helsinki Universiti. Saya harus menyiapkan materi mengenai Acehnese women’s Participation in Peace Process untuk dipresentasikan di Helsinki University dan di Abi Academi di Turku yang ditempuh sekitar 2 jam. Selain menyiapkan materi, ada urusan yang harus kusiapkan yakni urusan dokumen perjalan. Aku harus ke Jakarta, ke Kedutaan Finlandia untuk mengurus visa. Alhamdulilah, urusan visa tidak begitu susah, walau harus menunggu beberapa hari. Alhamdulilah terwujud.
Aku sangat ingat kala itu. tepat pukul 13.25, KLM, perusahaan penerbangan Belanda nomor penerbangan 1167 mendarat dengan selamat di bandara Vanta, Helsinki yang letaknya lebih kurang sekian kilometer dari pusat kota Helsinki. Ketika turun dari pesawat melewati terowongan ( belalai gajah) menuju pintu kedatangan ( arrival gate), udara di Helsinki terasa sangat dingin,menusuk pori-pori. Wajar saja dingin, karena bulan Maret masih berada dalam musim dingin. Untung saja, pada saat saya tiba di bandara, suhu udara tidak berada di bawah nol, tetapi pada hari Rabu tanggal 14 Maret itu, suhu udara di Helsinki berada pada 6 derajat celcius. Jadi tidak terlalu dingin. Apalagi saat itu matahari bersinar begitu cerah. Namun bagi aku yang datang dari negeri tropis, suhu 6 derajat Celsius adalah suhu yang sangat dingin.Untunglah aku membawa jaket tebal dari Aceh. Kalau tidak,aku bisa mati beku juga.
Ketika keluar dari ruang pengambilan bagasi, aku sedikit terheran karena tidak menemukan bagian kantor Imigrasi sebagaimana biasanya kita datang ke negara lain. Sehabis mengambil bagasi, aku menuju pintu keluar dan di sana aku mencari Paivi, senior program manajer di CMI. Aku mencarinya, karena ia berjanji menjemputku di bandara. Tapi, aku agak sedikit terkejut,karena setelah melihat ke kanan dan kiri, aku tidak menemukannya.
Tak berapa lama kemudian, aku mengambil handphone dari saku di pinggang, lalu kutekan nomornya Paivi. Ia kaget karena aku sudah berada di bandara. Dia minta maaf, karena di dalam pikirannya bahwa aku tiba bukan pada pukul 1.25, tetapi pada pukul 2.00 siang. Ia minta maaf berkali-kali. Padahal ia tidak perlu minta maaf sampai berkali-kali karena kesalahan kecil seperti itu.
Tak lama kemudian, lebih kurang dua puluh menit,aku melihat Paivi datang dengan langkah besar. Matanya liar mencari di mana aku berada. Aku melihatnya setelah ia melewati tempat aku berdiri menunggunya. Karena ia sudah membelakangiku,maka aku memanggilnya perlahan. Ia melihatku dan lalu menyalami dan minta maaf atas keterlambatan itu. Ia menyambutku dengan hangat seraya berkata, Welcome to Helsinki. Aku pun membalasnya dengan ucapan Thank you, I am happy to be here. Lho,bagaimana tidak happy ? Ini pengalamanku yang pertama untuk menginjakkan kaki negeri yang telah membantu negeriku bisa menikmati damai setelah konflik yang penuh kekerasan selama lebih dari 30 tahun. Aku bahagia karena telah memaparkan kalo di bagian benua Eropa yang sangat jauh dari desaku, di Aceh.
Keluar dari gerbang bandara, kami menuju tempat parkir mobil. Di sana tampak sebuah taksi yang membuka bagasi untuk memasukan koper warna biru muda yang kubawa. Sang sopir mengambilnya dari tanganku dan menyimpannya di dalam bagasi. Aku dipersilakan naik ke taxi lewat pintu sebelah kiri. Aku duduk tepat di belakang sopir,karena di Helsinki seperti di beberapa negara Eropa lainnya, sopir menyetir mobil dari sebelah kiri. Ini salah satu perbedaan kita menyetir mobil di negeri kita dengan di Eropa.
Di dalam Taxi, aku diminta menggunakan sabuk pengaman ( seat belt), karena ini memang keharusan bagi setiap pengguna mobil untuk menggunakannya. Taxi pun melaju ke arah pusat kota Helsinki. Dalam perjalanan menuju hotel, Paivi yang menjemputku di bandara memberikan informasi tentang bangunan dan jalan yang dilewati. Aku terasa sulit mengingatnya karena semua jalan, toko dan bangunan bertuliskan dengan bahasa Finlandia.
Sambil Taxi meluncur mulus menuju hotel, mataku sangat liar mengamati apa yang ada di sepanjang perjalanan itu. Pohon-pohon di sekitar jalan dan di bukit-bukit yang dilewati kelihatan kering dan telanjang. Ya, pohon-pohon itu tidak berdaun. Hanya tampak dahan-dahan kering, seperti pohon-pohon yang mati. Bukan hanya pohon-pohon besar, tetapi juga pohon-pohon kecil (semak belukar)dan bahkan rumputpun kelihatan coklat dan kering. Di bawah pohon-pohon nan kering itu aku melihat warna putih yang memancarkan sinar. Itu adalah salju yang saat aku datang sedang mencair. Ternyata, pohon-pohon itu kering dan tidak berdaun serta matinya rerumputan serta bunga-bunga,karena lama tertutup salju.
Tiba di Hotel
Setelah lebih kurang setengah jam di pejalanan dengan menumpangi Taxi, kami tiba di hotel tempat aku diinapkan. Kami turun tepat di depan pintu hotel Arthur yang beralamat di Vuorikatu 19. FI 00100. Helsinki, Finland. Sebuah hotel yang terletak di jantung kota Helsinki. Kelihatannya hotel ini tidak begitu besar, tetapi setelah aku masuk dan mendapatkan brosur, aku baru tahu bahwa hotel ini memiliki 144 kamar yang terdiri dari ruang keluarga dan suite.
Ketika turun dari Taxi, aku menyeret koper masuk ke ruang receptionist. Di sana ada pelayan hotel yang berbadan besar, namun bersuara lembut. Paivi mendekati recepsionis dan meminta aku mengisi formulir di hotel serta menandatanganinya. Di dekat receptionist desk, terdapat restaurant yang menawarkan sejumlah makanan. Paivi menginformasikan aku, kalau besok pagi you mau breakfast, ya silakan datang ke restaurant ini. Aku dan Paivi kemudian menuju lift. Kami naiki lift yang bermuatan 4 orang itu menuju lantai 7. Aku mendapatkan kamar nomor 761. Sebuah kamar yang di dalamnya ada dua tempat tidur yang dilengkapi masing-masing dua bantal. Di kamar ini ada televisei dan juga sarana telepon serta meja tempat aku bisa mengetik dan mengakses internet. Di sini tersedia fasilitas internet, tetapi harus bayar di reseption.
Entah mengapa, laptopku, rupanya secara otomatis bisa connect langsung dengan salah satu server. Jadi tanpa harus mengaktifkan,aku bisa akses internet kapan saja. Namun, hatiku juga agak sedikit khawatir,kok bisa masuk langsung. Jangan-jangan nanti aku harus bayar lagi. Lumayan juga tu bayarannya. Apalagi bayaran tidak berlaku dalam mata uang rupiah.Di kota ini masyarakat Finland menggunakan Euro. Tiga puluh menit saja sudah 5 Euro atau sekitar Rp 60.000,-. Mahal bukan ? apalagi kalau berjam-jam.
Ada yang membuatku agak gagap ketika pertama masuk ke kamar hotel. Aku pertama sekali memasuki kamar mandi. Aku ingin tahu bagaimana peralatan yang digunakan. Ini perlu untuk kuketahui lebih dahulu, karena lain hotel, lain pula fasilitas mandi yang disediakan. Apalagi ini adalah hotel yang sama sekali belum pernah aku datangi. Maka,ketika pertama masuk, aku melihat shower yang sama sekali asing bagiku. Aku coba selidiki dan membaca tulisan-tulisan kecil dan sandi yang ada di setiap tombol.Lalu aku coba otak atik, hingga aku menemukan caranya. Kalau tidak begitu,ya bisa berabe lho. Kalau tidak tahu, ya bisa-bisa tidak pernah mandi.
Di kamar 761, seperti di kamar-kamar lainnya,tidak disediakan termos air, seperti kita nginap di hotel-hotel di Indonesia. Aku bertanya,pada Paivi. Mengapa pihak hotel tidak menyediakan air minum dalam water pot. Paivi menjelaskan aku. Hotel tidak menyediakan itu, karena kita bisa minum air langsung dari kran air yang ada di kamar mandi. Airnya sudah sehat untuk diminum. Mau air panas atau dingin, kita bisa buka kran dan langsung minum. Hebat ya.
Sebagai pendatang yang baru tiba di kota Helsinki, aku memang suka cari tahu, cari informasi di mana tempat makan atau restoran yang menyajikan makanan yang sesuai seleraku. Juga mencari informasi tentang toko untuk membeli sesuatu yang kuinginkan. Kebetulan sekali saat itu, Paivi mengajakku keluar dari hotel untuk membeli sedikit bekal makanan yang bisa kubawa ke kamar, untuk cemilan. Aku dan Paivi masuk ke sebuah swalayan yang banyak menyediakan banyak jenis makanan snack. Paivi membeli beberapa untukku, karena ia akan pulang ke rumahnya dan aku kembali ke hotel untuk beristirahat di kamar hotel sambil menikmati fasilitas internet hingga mengantar tidur dan melanjutkan aktivitas esok harinya.
Bersambung