Oleh : Siti Maimunah, S.Sos.I
Sungai adalah aliran air permukaan yang bentuknya memanjang dan mengalir secara terus menerus dari hulu ke hilir. Ada juga yang menyebut sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan bermuara ke laut.
Gemericik air yang mengalir membuat suasana dingin semakin menjadi, karena semalam hujan tak berhenti hingga adzan subuh berkumandang. Indung, seorang nenek yang tinggal di dekat sungai besar di desa Jagong Jeget. Ia hanya seorang diri tinggal di rumah itu dan memang tidak ada rumah lain selain rumah Indung.
Walaupun seorang diri, Indung tetap bersemangat dalam mencari nafkah untuknya sendiri. Bukan tidak punya sanak saudara, akan tetapi sanak saudaranya tinggal agak jauh dari sungai itu. Indung tidak mau ikut dengan anaknya karena Indung membuka warung sembako di kediaman yang sangat sangat sederhana itu.
Sangat sederhana, karena memang rumah itu ada sejak Indung masuk ke wilayah Jagong jeget sebagai transmigran bersama kelompok orang yang lain. Jadi, rumah itu adalah rumah yang dibuatkan oleh Pemerintah dan tidak diubah sedikitpun oleh Indung ataupun anaknya, seperti itu apa adanya.
Banyak yang belanja ke warung Indung, karena memang saat itu tidak banyak yang membuka warung sembako. Jarak jauh tidak menjadi alasan untuk orang tidak datang ke warung Indung, selain bahan pangan lengkap, harganya juga lumayan.
Pernah suatu ketika Nenek Indung ditawari oleh orang untuk tinggal di rumahnya, dari pada sendiri di pinggir sungai. Tidak ada yang menemani, apalagi anaknya juga jauh di atas. Nenek Indung menolak dan tetap ingin tinggal sendiri di pinggir sungai besar itu. Memang rumah indung berada tepat di pinggir sungai besar dan pinggir jalan besar, jadi tidak terlalu menakutkan. Anak Nenek Indung tinggal di atas. Mereka biasa menyebutnya seperti itu, karena desa tempat anaknya berada di atas bukit. Jika akan pergi ke tempat anaknya, Nenek Indung akan berjalan naik ke atas. Kebetulan sungai itu berada di antara dua bukit tinggi.
Suatu hari, Nenek Indung jatuh sakit. Anaknya yang bernama Dasa datang dengan istrinya merawat Nenek Indung di rumahnya. Sayangnya seperti yang sudah-sudah. Nenek tidak mau jika harus dirawat di rumah anaknya dan meninggalkan warung daganganya. Setiap kali anaknya memintanya untuk berhenti berdagang, Nenek selalu menolak. Baginya berdagang adalah kegiatan yang menyenangkan, bisa bertemu dengan banyak orang, rumahnya juga akan sering dikunjungi oleh orang. Itu sangat menyenangkan bagi Nenek Indung.
Sakit kali ini tidak seperti sakit biasanya, badannya terasa lemah dan tidak berdaya, demam tinggi. Yang ditakutkan oleh anaknya adalah kejadian-kejadian yang pernah dialami akan terulang kembali.
Nenek Indung pernah mengalami mati suri. Saat itu ketika sedang dibacakan ayat-ayat suci Al-Qurโan, sang Nenek bangun kembali. Hampir semua orang yang ada terkejut dan tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Setelah itu Nenek beraktivitas seperti biasa.
Umurnya saat itu menginjak 70an, namun semangat kerja selalu ada. Maklum orang tua zaman dahulu, fisiknya luar biasa. Tidak seperti orang zaman sekarang yang makanannya telah dibubuhi pengawet dan pewarna. Orang zaman dahulu hanya memakan nasi sebagai makanan pokok dan umbi – umbian sebagai makanan pendamping. Jadi masih sangat alami.
Sakit yang dialami oleh Nenek Indung tidak terlalu lama, hanya sekitar tiga hari kemudian ia kembali pulih dan melakukan kegiatan seperti biasa.
Hari demi hari dilaluinya dengan bahagia. Baginya, sungai itu adalah harapan Nenek Indung untuk mencuci, memasak dan sebagainya. Jika sungai itu kering atau sedikit airnya karena cuaca kemarau, ia akan bingung dan terpaksa pergi ke tempat anaknya di atas bukit dan akan kembali jika curah hujan sudah dapat mengembalikan keadaan air sungai seperti biasanya.
Melihat orang tuanya sering sakit, Dasa sebagai anaknya sering mengunjungi Sang Nenek, karena takut ketika sakit tidak ada yang tahu. Semangat Nenek Indung dalam berdagang memang patut dicontoh, karena ia tidak memandang umur.
Suatu hari kembali dari belakang rumah seusai mencuci baju, Indung merasa badannya sudah tidak enak lagi. Kemudian keesokan harinya Dasa datang ke rumah kecil itu dan mencoba untuk merayu Nenek agar mau ikut bersamanya.
โ Jangan lagi menolak Nini. Keadaanmu semakin lemah dan tidak mungkin aku meninggalkanmu di sini sendiri.โ Ucap Dasa penuh harap. Awalnya nenek Indung menolak dengan permintaan anaknya, akan tetapi karena hari demi hari kesehatannya semakin terganggu, akhirnya dengan sangat berat hati Nenek Indung ikut dengan anaknya.
Setelah sekian lama berada di kediaman anaknya, sebulan, dua bulan bahkan sampai bertahun-tahun, Indung merasa jenuh. Ia sudah terbiasa beraktivitas, tetapi di rumah anaknya ia hanya duduk diam saja. Barang dagangan Nenek juga dipindahkan ke rumah anaknya.
Sementara rumah di dekat sungai dibiarkan begitu saja termakan usia.
Hingga pada suatu saat Nenek Indung sakit dengan waktu yang lumayan lama. Sudah berusaha diobati dan tak kunjung sehat dan akhirnya Nenek Indung meninggal dunia dengan meninggalkan anak dan cucu-cucunya.
Rumah Nenek yang di dekat sungai akhirnya dibongkar. Ini bukan berarti nama Nenek yang pernah tinggal di sana menjadi hilang. Orang akan selalu ingat bahwa rumah di dekat sungai besar itu adalah rumah Nenek Indung, Nenek yang selalu menyediakan bahan pangan untuk orang-orang di sana. Akhirnya orang selalu menyebut bahwa sungai itu adalah sungai Indung.
Sampai saat ini sudah berjalan hingga kurang lebih lima belas tahun orang selalu menyebutnya โ sungai Indungโ.โ dan saat ini jembatan yang ada di sungai itu telah direnovasi dengan jembatan yang baru. Nama itu tidak akan pernah berubah dan akan tetap diingat oleh semua orang bahwa itu adalah โ Sungai Indungโ.
Referensi: Bapak Sriyono petugas sosial Kab.Aceh Tengah, Jafarudin selaku cucu indung