Sumber foto: Google
Penulis: Nevilia Agustryanti, (Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Prodi Perbankan Syariah IAIN Langsa)
Rebana biasanya dikenal sebagai instrument khas pengiring musik atau syair-syair Arab dan rebana ini pertama kali ditemukan pada abad ke-6 M saat Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah pada saat mereka menyambut Rasulullah SAW. Pertama kali rebana masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Hijriyah, dimana rebana ini diperkenalkan oleh ulama besar dari negeri Yaman yang bernama Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi.
Habib Ali menggunakan rebana tersebut ke Indonesia dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam. Di samping itu juga Ali Habsyi mendirikan majelis shalawat sebagai sarana kecintaan terhadap Rasulullah SAW dan kemudian majelis tersebut menyebar ke daerah Kalimantan dan Jawa. Beliau juga sempat mengarang sebuah buku yang berjudul โSimthu Al-Durarโ yang di dalamnya berisi bacaan-bacaan salawat dan pujian kepada Rasulullah SAW. Bahkan sering kali dalam memperingati acara maulid Nabi Muhammad SAW. Kitab inilah yang sering dibaca dan diiringi dengan alat musik rebana tersebut.
Rebana ini sendiri memiliki arti sebagai salah satu alat musik tradisional seperti yang kita ketahui berasal dari daerah Timur Tengah dan biasanya rebana ini digunakan pada saat acara kesenian. Kini alat musik rebana tersebut sudah menyebar dan berkembang di Indonesia dan digunakan oleh masyarakat pedesaan contohnya seperti di Gampong Lengkong. Rebana ini sendiri memiliki bentuk yang khas yakni berbentuk bundar dan pipih yang terbuat dari kulit kambing dengan bingkai berbentuk lingkaran yang terbuat dari kayu yang dibubut. Pada masyarakat Aceh rebana ini lebih dikenal dengan sebutan Rebana Kompang yang sejak lama sudah menjadi bagian dari alat musik tradisional masyarakat Aceh, bahkan rebana ini juga dimainkan dan digunakan di Kota Langsa khususnya di masyarakat Gampong Lengkong..
Namun, di Gampong Lengkong biasanya rebana ini digunakan sebagai iringan untuk sambutan salawat, kasidahan, Israj Miraj, tasyakuran, peringatan hari besar Islam dan aktivitas kesenian yang bertujuan untuk menjadi pengiring nyanyian vocal. Biasanya nyanyian ini dibawakan oleh sekelompok perempuan ataupun laki-laki yang dinyanyikan dalam bentuk salawat. Cara memainkan alat musik rebana ini yaitu dengan cara dipukul dengan menggunakan telapak tangan dan tidak menggunakan alat pukul seperti stik dan alat pukul lainnya. Demikian juga dengan posisi pemain alat musik rebana ini biasanya duduk atau berdiri saat memainkannya. Tidak jarang pula ketika mereka memainkan rebana ini mereka menambahkan sedikit gerakan gerakan kecil yang serentak dan kompak sebagai pemanis agar tidak terlalu monoton, yang bertujuan untuk membuat masyarakat yang melihatnya menjadi tertarik dengan acara-acara kesenian tersebut.
Dalam masyarakat Gampong Lengkong kesenian rebana ini selain digunakan di acara-acara hari besar Islam dan lainnya, rebana ini juga digunakan dalam acara tradisi adat, salah satunya dalam tradisi adat pesta pernikahan. Tradisi ini merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang, dimana tradisi adat ini masih dijalankan dan digunakan di tengah-tengah masyarakat Gampong Lengkong hingga saat ini. Tradisi pernikahan adat Jawa ini juga merupakan salah satu warisan budaya nenek moyang yang harus kita jaga dan kita lestarikan bersama-sama agar tidak hilang. Jika tidak, maka tradisi pernikahan secara adat tersebut akan terasa kurang dan tidak lengkap apabila salah satu tradisi dari proses pernikahan tersebut tidak dilaksanakan. Tradisi ini sendiri memiliki nilai serta tujuan bagi yang melaksanakan.
โTradisi arak-arakan pengantin yang menggunakan iringan rebana ini memang sudah ada dari zaman dulu, karena ini tradisi turun temurun dari nenek moyang. Sebagai masyarakat saya merasa bangga tentunya karena dengan dijalankannya tradisi ini kita berarti sudah menjaga dan melestarikannya, waktu acara pernikahan anak saya pun saya juga menggunakan tradisi arak-arakan menggunakan iringan rebana iniโ,ujarIbu Widya yang merupakan salah satu masyarakat Gampong Lengkong.
Meskipun tradisi arak-arakan pengantin ini kian luntur dikarenakan zaman semakin modern dan maju, namun oleh warga Gampong Lengkong tradisi arak-arakan pengantin diiringi rebana ini masih dilestarikan. Hal ini dilakukan dikarenakan sebagian masyarakat sudah jarang terlihat memakai rebana sebagai iringan arak-arakan dalam tradisi pernikahan adat Jawa tersebut. Dengan demikian, masyarakat Gampong Lengkong melestarikan kembali tradisi ini, karena ini merupakan salah satu adat budaya Indonesia yang wajib dijaga dan dikembangkan agar kelak generasi muda yang akan datang tidak hanya sebatas mengetahui namanya saja, tetapi juga harus mengetahui bentuk-bentuknya serta cara memainkannya seperti apa.
Tradisi arak-arakan pernikahan di Gampong Lengkong ini juga mempunyai maksud dan tujuan tertentu, disamping untuk melestarikan dan menjalankan tradisi yang sudah turun temurun dari nenek moyang bagi masyarakat, ini juga bermaksud untuk memberitahukan dan menginformasikan kepada seluruh masyarakat di Gampong Lengkong bahwa telah dilaksanakannya acara pernikaha,n sehingga tidak menimbulkan fitnah bagi masyarakat itu sendiri. Arak-arakan ini biasanya dilakukan satu hari setelah akad nikah atau dihari H pernikahan itu sendiri.
Dalam tradisi arak-arakan pernikahan adat Jawa ini biasanya pengantin laki-laki berjalan kaki dengan seluruh rombongan menuju ke kediaman pengantin perempuan, serta diiringi dengan alat musik tradisional rebana yang biasa digunakan sebagai alat musik arak-arakan pernikahan, dan rombongan biasanya akan berhenti memainkan rebana ini ketika mereka sudah sampai dimana acara pesta pernikahan itu berlangsung. Rebana yang dipakai ini juga biasanya mempunyai berbagai ukuran yakni mulai dari yang berukuran besar, sedang, sampai yang berukuran kecil. Oleh karena itu, saat arak-arakan pengantin adat Jawa ini dilaksanakan pada hari pernikahan maka kesenian ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat sekitar yang melihatnya karena dinilai memiliki keunikan tersendiri dan ini juga menjadi salah satu adat budaya dalam pernikahan masyarakat adat Jawa tersebut. Maka dari itu tradisi arak-arakan pengantin menggunakan iringan rebana dalam pernikahan adat Jawa di Gampong Lengkong ini harus tetap dilestarikan dan jangan sampai tradisi ini hilang begitu saja.