Oleh Karunia Wirayanda
Kelas X IPA SMA Negeri 1 Singkil
Pagi Sabtu, 15 Desember 2018, Singkil kembali dilanda banjir. Banjir semakin sering melanda daerah ini, sehingga sudah menjadi hal biasa yang terjadi di Aceh Singkil. Sebagaimana biasanya, banjir sering terjadi pada bulan Oktober hingga awal bulan Januari. Ketika musim hujan, sungai-sungai kian tak mampu menampung air, hingga air sungai – sungai itu meluap menggenangi daerah ini. Data yang diterima dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil, merilis banjir merendam lintas utama Aceh Singkil menuju Kota Subulussalam, tepatnya di Desa Ujung Bawang. Selain itu Desa Pea Bumbung di Kecamatan Singkil juga terendam banjir. Bahkan, SMA Negeri 1 Singkil, tidak pernah luput dari genangan air, seperti apa yang terjadi hari ini, Sabtu.
Seringnya terjadi banjir di Singkil yang juga mengalir ke SMA Negeri 1 Singkil itu, telah membuat proses belajar mengajar di sekolah ini terganggu. Kegiatan belajar di SMA N 1 Singkil, sudah sangat menggangu aktivitas belajar mengajar. Sudah pasti, ketika banjir melanda, para siswa yang tinggal di daerah perlintasan, tidak dapat ke sekolah, karena jalan yang terputus oleh banjir.
Pagi tadi banjir bukan saja menggenang, tetapi mengalir deras bagai sungai. Untung saja fondasi bangunan sekolah ini agak tinggi sehingga air tidak masuk ke ruang kelas dan ruang guru. Namun, para siswa yang berada di luar wilayah sekolah, tidak bisa ke sekolah. Sudah menjadi kebiasaan pula, banjir tanpa pandang bulu, membuat sekolah terpaksa diliburkan, karena kondisi sekolah yang tidak memungkinkan. Apalagi, pada bulan November 2018 lalu, banjir juga telah merobohkan pagar dinding SMA N 1 Singkil. Pagar sekolah ini roboh diterjang arus air banjir yang cukup deras. Bahkan, robohnya dinding ini ikut menghancurkan jembatan penghubung antar desa.
Tak dapat dipungkiri bahwa bencana banjir akan selalu berdampak buruk, termasuk bagi para siswa di SMA Negeri 1 Singkil ini. Selain banyak siswa yang tidak bisa datang ke sekolah dan sekolah diliburkan, banyak pula siswa yang sakit,atau kurang sehat. Banjir menyebabkan para siswa menderita penaykit seperti: gatal-gatal, diare, dan jenis penyakit lainnya. Sudah pasti bahwa penyakit-penyakit ini disebabkan kurangnya air bersih dan seringnya perubahan cuaca
Jadi, ketika seringnya terjadi bencana banjir seperti ini, maka para siswa mengalami banyak ketertinggalan dalam hal materi pelajaran. Bencana banjir di Singkil ini sudah sangat merugikan masa depan para pelajar atau siswa. Bayangkan saja, setiap kali banjir datang dan merusak jalan serta sarana sekolah, setiap kali pula sekolah akan kehilangan sarana dan prasarana belajar. Artinya, bencana banjir telah menyebabkan banyak masyarakat yang mengalami kerugian, bukan hanya sekolah, tetapi juga para petani.
Para petani banyak yang mengatakan bahwa banjir ini sangat meresahkan petani dan masyarakat lainnya. Bagi petani, banjir seringa mengakibatkan para petani mengalami gagal panen. Kalau petani gagal panen, akan selalu berimbas pada naiknya harga kebutuhan pokok. Jadi, bencana banjir itu sangat merugikan, apalagi kalau banjir bandang yang menyapu bangunan-bangunan rumah dan bahkan nyawa manusia. Jadi sangat banyak kerugian yang dialami korban banjir itu.
Berdasarkan data yang diperoleh Dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian nasional akibat bencana tersebut rata-rata sekitar Rp 30 triliun. Hanya dalam kurun waktu lima hari, banjir, longsor, dan puting beliung melanda 20 kabupaten/kota di Indonesia. Data sementara dari BNPB, 10 orang meninggal, 4 orang hilang, 2 luka-luka, 100 rumah rusak, dan ratusan rumah terendam banjir.
Anehnya, seringnya terjadi bencana banjir di tanah air, seperti di Singkil ini, yang menjadi penyebabnya selalu hujan. Ya, karena curah hujan yang tinggi. Kita tidak mau mengakui bahwa seringnya bencana bajir melanda daerah Singkil dan daerah lain di Aceh, maupun Indonesia, karena ulah tangan manusia yang telah merusak hutan, untuk mengambil hasil hutan seperti kayu. Para pembalak hutan, menebang hutan secara serampangan, tanpa peduli akan masa depan makhluk, termasuk manusia. Hutan dibabat dan dieksploitasi secara besar-besaran, tanpa ada upaya untuk melestarikannya. Hutan dibabat untuk membuka perkebunan, seperti perkebunan sawit yang terbentang luas. Juga maraknya pertambangan legal dan illegal. Inilah penyebab utama banjir yang melanda negeri kita, termasuk di Singkil.
Selain itu, kurang pedulinya masyarakat, perusahaan- perusahaan besar terhadap lingkungan, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah itu, telah membuat kondisi alam kita jatuh sakit. Apalagi ikut penebangan pohon secara tidak bertanggung jawab adalah faktor klasik yang tidak juga kunjung hilang. Sayangnya, banjir itu difahami sebagai teori. Misalnya, seperti apa yang dijelaskan para pakar di BMKG (Badan Meteorology, Klimatologi dan Geofisika). Menurut para pakar BMKG menjelaskan bahwa banjir merupakan meluapnya air sungai yang disebabkan oleh hujan terus menerus, sehingga air naik kepermukaan.
Akibatnya, upaya pencegahan telah dilakukan pemerintah dengan membangun DAM, pengendali dan resapan air agar air tidak terlalu cepat turun dalam waktu bersamaan ke daratan, tidak ada artinya.
Harusnya, perbaikan dan pembangunan juga seimbang dengan kepedulian masyarakat kepada alam itu sendiri. Lingkungan adalah bagian dari hidup kita. Maka, sudah sepatutnya kita turut menjaga lingkungan kita agar selalu lestari. Pemerintah harus tegas terhadap perilaku buruk para pembabat hutan, baik untuk kepentingan kayu, perkebunan, maupun untuk pertambangan. Penanganan dan daur ulang sampah harus digalakan. Selain itu, penanaman pohon juga harus terus dilakukan dan dirawat. Pemerintah bisa melibatkan para siswa di sekolah-sekolah untuk ikut menjaga dan melestarikan hutan. Insya Allah akan bisa mengurangi risiko bencana banjir yang menjadi langganan daerah Singkil ini.