Ilustrasi :Plukme
Oleh Karina Devira Krisya
Mahasiswi Prodi Perbankan Syariah, FEBI, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Di era modern ini, umumnya masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. Dimulai dari taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas hingga menjadi Sarjana. Hampir semua lapisan masyarakat mengedepankan pendidikan di atas hal lain. Bagi sebagian masyarakat nilai-nilai pendidikan yang ditanam pada anak-anak mereka akan dipetik suatu hari nanti, apabila mereka dapat bekerja di instansi pemerintahan atau perusahaan swasta. Namun apa yang akan terjadi apabila anak-anak yang dituntut untuk terus melanjutkan pendidikannya malah tidak bisa menjajaki dunia pekerjaan?
Kesalahan terbesar saat ini adalah banyaknya masyarakat, anak sekolahan, mahasiswa maupun tenaga pendidik tidak memberikan perhatian khusus pada calon generasi penerus bangsa terhadap skillapa yang mereka miliki. Sehingga, kebanyakan calon sarjana saat ini hanya mengejar nilai semata tanpa menggali skill mereka. Akibatnya pengangguran terus dan terus bertambah setiap tahunnya. Kalau sudah begini siapa yang akan disalahkan?
Ditambah lagi dengan munculnya era digital saat ini yang telah membawa dampak bagi masyarakat, khususnya dalam dunia industri. Salah satunya adalah revolusi industri 4.0 dimana fenomena ini ditandai oleh perubahan bisnis dan industri yang semakin kompetitif, serta dihapuskannya beberapa pekerjaan dari dunia pekerjaan. Dilansir dari Kompas.com menurut Dirjen Binapenta Maruli Hasoloan “Lembaga pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang berkarakter, kompeten, dan inovatif”. Dari kutipan ini sudah jelas bahwaseluruh lapisan masyarakat khususnya mahasiswa dituntut agar dapat bersaing secara kompetitif dan sportif dalam menghadapi Revolusi industri 4.0.
Berbicara mengenai revolusi industri, hal ini erat kaitanya dengan laju pertumbuhan ekonomi. Mahasiswa generasi millennial yang dikenal dengan sebutan gerenasi instant ini tentu sudah tahu ancaman apa yang akan mereka hadapi ke depannya. Kehilangan banyak kesempatan bekerja serta menjadi pengangguran bukan lagi hal yang tabu untuk didengar. Semakin banyak nya pengangguran maka laju pertumbuhan ekonomi juga akan semakin merosot karenya banyaknya sumber daya manusia yang tidak produktif. Maka dari itu beberapa Universitas di Indonesia sudah menerapkan kurikulum yang berkaitan dengan kewirausahaan dengan tujuan akan melahirkan lulusan yang berkompeten baik secara akademisi maupun praktisi.
Sejak dulu para orang tua sudah meyakini dengan sepenuh hati bahwa menjadi entrepreneursangat menjanjikan returnyang besar. Hal ini sungguh benar adanya, hanya perlu dipertegas pada generasi millennial agar menjadi generasi yang produktif. Ada banyak hal kecil yang dapat dilakukan mahasiswa untuk menjadi seorang entrepreneur. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya minat mahasiswa yang menjadikan dirinya bagian dari kegiatan ini. Sebagai contoh kecilnya reselleronline shop, awalnya mereka hanya sebagai perantara antara supplierdengan konsumen, seiring berjalannya waktu minat menjadi owner itupun muncul dengan sendirinya. Hal ini didorong oleh kepercayaan diri yang kuat atas kemampuan berwirausaha yang tengah dirintisnya..
Seperti kata pepatah “sedikit demi sedikit lama-lama akan menjadi bukit”.Yang artinya upaya kecil yang dilakukan terus-menerus pasti akan membuahkan hasil akhirnya. Nah, ini yang menjadi acuan mahasiswa saat ini dalam membentuk karakter menjadi seorang entrepreneur. Tidak masalah sekecil apapun usaha yang tengah dirintisnya, atau seberapa besar risiko yang akan dihadapinya, selagi ada peluang mereka akan terus bergerak maju ke depan. Mahasiswa diberikan kebebasan dan terlepas dari ikatan apapun dalam menjadi seorang entrepreneur. Mereka bebas merintis usaha apa saja yang sekiranya tidak melanggar hukum namun tetap produktif.
Saat ini banyak para pesohor negeri yang memberikan dukungannya agar mahasiswa agar menjadi bagian dari kegiatan entrepreneurship. Salah satunya Presiden Indonesia Joko Widodo, dalam lansiran Tribunnews.com dikatakan bahwa beliau berharap Universitas mampu menjadi inkubator awal bagi lahirnya banyak wirausaha muda di Indonesia. Yang artinya beliau ingin mahasiswa menjadi bagian dari dunia wirausaha.
Ada kalanya kita tidak dapat menghindari Revolusi Industri 4.0. Selama beberapa tahun terakhir isu yang hampir menjadi nyata ini benar-benar menggemparkan dunia industri. Tidak hanya sampai disitu, hal ini juga sudah merambah dikalangan mahasiswa. Ketika revolusi Industri 4.0 memasuki jajaran fresh graduatesaat inilah para sarjana akan diseleksi secara ketat untuk bisa menjajaki dunia pekerjaan atau bahkan tidak diberi kesempatan untuk berkontribusi dalam dunia pekerjaan. Lalu kemana para calon pengangguran itu akan berlabuh? Peluangnya besar, apabila mereka memiliki skill, ide dan keinginan untuk bisa menjadi seorang entrepreneur. Jika pertanyaannya mengapa harus berwirausaha? Selain karena banyak karakter positif yang bisa diperoleh mahasiswa, dengan berwirausaha mereka juga bisa membantu membuka lapangan kerja. Bisnisnya juga bisa diwariskan
Meski belum menyelesaikan pendidikan formal, mahasiswa harus berani memulai wirausaha. Mahasiswa harus mengubah mindset dari jobseeker(pencari kerja) usai menyelesaikan pendidikan tinggi menjadi job creator (pembuat lapangan kerja). Dengan menjadi entrepreneur mereka tidak hanya memiliki pendapatan sendiri namun juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Hal ini yang menjadi kartu AS bagi mahasiswa dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Mereka tidak lagi takut akan menjadi pengangguran, bahkan mereka mampu memangkas pengangguran dengan menjadi entrepreneur, mereka juga tidak lagi perlu bekerja dibawah tekanan. Menjadi entrepreneur di kalangan mahasiswa benar-benar challenging, di samping itu entrepreneur bagaikan ujung tombak bermatakan pisau yang menembus kerusuhan, membelah jalanan bagi para pengangguran untuk menyongsong kehidupan yang lebih cerah.
Jadi tunggu apalagi? Masih muda tapi takut menghadapi Revolusi Industri 4.0? Jangan takut! Mari menjadi Entrepreneur, wirausaha muda yang berkompeten dan kreatif.