https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Tuesday, September 23, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Artikel

Kyai Tiga Kitab

Gunawan Trihantoro Oleh Gunawan Trihantoro
4 months ago
in Artikel, Tokoh Islam
Reading Time: 3 mins read
A A
0
15
Bagikan
150
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Gunawan Trihantoro
Santri dari KH. Hasan Basri

Di sudut kota yang tenang di Kelurahan Sayang, Kabupaten Cianjur, berdiri Pondok Pesantren Bustanul Ma’arif, tempat di mana ilmu-ilmu langit ditanamkan ke dalam hati para santri. Di sanalah aku, Kang Billy, Kang Asep, dan Neng Visi mengabdikan diri untuk belajar langsung dari seorang guru yang penuh wibawa dan karomah: KH. Hasan Basri bin Kyai Mama Ijazi.

Kami datang sebagai murid biasa, tapi beliau menerima kami dengan hati yang luar biasa. Selama tiga tahun penuh, selepas salat Maghrib hingga menjelang Isya, kami duduk bersila di hadapannya, mengaji tiga kitab agung: Tijan Ad-Daruri, Jurumiyah, dan Safinah al-Najah.

Kitab Tijan Ad-Daruri membuka pemahaman kami tentang tauhid. Di dalamnya, kami belajar tentang keesaan Allah SWT, sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, serta hal-hal yang menjadi fondasi iman. Kajian ini meneguhkan hati kami di tengah arus zaman yang kerap mengguncang keyakinan.

Sementara Jurumiyah memperkenalkan kami pada struktur bahasa Arab. Di kitab ini kami menyusuri jalan nahwu, memahami kaidah gramatikal, agar mampu menangkap makna dalam Al-Qur’an dan hadis dengan lebih tepat. Ilmu ini bagaikan kunci bagi kami untuk membuka pintu-pintu hikmah dalam literatur Islam.

Kitab ketiga, Safinah al-Najah, adalah bekal kami dalam fikih. Ia mengajarkan hukum-hukum ibadah, mulai dari wudhu hingga shalat, dari zakat hingga haji. Dari kitab ini kami tahu bahwa agama bukan hanya kepercayaan, tapi juga tindakan yang teratur dan terukur dalam hukum.

KH. Hasan Basri bukan hanya seorang pengajar. Beliau adalah samudra hikmah yang tak terduga kedalamannya. Salah satu karomah beliau yang paling membekas adalah ketika beliau terlihat tertidur saat kami membaca, tetapi setiap kesalahan bacaan kami langsung dikoreksi olehnya, tanpa ragu dan tanpa jeda.

Awalnya kami heran, bahkan merasa tak yakin. Tapi setelah berkali-kali mengalami hal serupa, kami tahu bahwa ini bukan sekadar kemampuan biasa. Beliau tetap mendengar dan memahami tiap lafal yang kami ucapkan, meski mata beliau seolah terpejam dalam keheningan malam.

📚 Artikel Terkait

Satgas PPKM Terus Ingatkan Pelaku Usaha

TIGA KUNCI SURGA VERSI AL-QUR’AN DAN SUNNAH

SEANDAINYA AKU TAK MENJADI GURU

Pajak Turun, Utang Naik

Di saat lain, beliau kerap menyampaikan nasihat dengan bahasa yang sederhana namun menggugah jiwa. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi juga adab. Dalam diamnya, ada pendidikan. Dalam lirih ucapannya, ada ketegasan. Dan dalam kesehariannya, ada keteladanan.

KH. Hasan Basri adalah bagian dari mata rantai keilmuan yang agung. Beliau merupakan suami dari istri pertama Rd. Cucu Maryam binti Mama Kiyai Azhuri, yang merupakan putri dari Mama Kiyai Shoheh Bunikasih.

Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai sembilan orang anak yang menjadi penerus nilai-nilai luhur sang ayah. Anak pertama bernama H. Dadang Hasbi, disusul oleh Eeh, lalu Yeyep Hasan Saepulloh, Aah Syamsiah, Ibad Badriah, Yiyi Abdul Muhyi, Dadah Hasanudin, Iah Basoriah, dan si bungsu Dodih Abdul Qodir Zaelani.

Setiap malam selepas Maghrib, langkah kami menuju pesantren menjadi perjalanan spiritual. Tak pernah kami merasa lelah. Bahkan, meski hujan turun atau dingin menggigit, semangat mengaji di hadapan beliau tak pernah luntur.

Tiga tahun adalah waktu yang panjang, tapi terasa singkat ketika diisi dengan ilmu. Kami bukan hanya belajar membaca kitab, tapi juga membaca kehidupan. Dari KH. Hasan Basri, kami tahu bahwa ilmu bukan hanya tentang teks, tapi juga konteks dan laku hidup.

Ketika aku mengenang masa-masa itu, aku menyadari bahwa kami telah beruntung belajar langsung dari seorang ulama yang bersahaja. Tak banyak bicara, tapi penuh makna. Tak mencari pujian, tapi tulus memberi.

Kini, ketika kami harus melangkah ke dunia yang lebih luas, warisan ilmu itu tetap menyala dalam dada. Setiap bab yang dulu kami pelajari, kini menjadi cahaya dalam mengambil keputusan hidup.

Semangat mengaji tiga kitab itu tidak pernah padam. Di tengah gemuruh zaman digital, suara pelan beliau masih terngiang dalam batin kami. Seakan berkata, “Teruskan jalan ini. Ilmu yang bermanfaat akan menuntunmu pada keselamatan dunia dan akhirat.”

Kyai Tiga Kitab bukan hanya kisah kami berempat, tapi juga kisah tentang bagaimana ilmu diwariskan dengan kesungguhan, keikhlasan, dan keberkahan. Sebuah warisan yang tak tergantikan oleh apa pun di dunia. (bersambung)

📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share6SendShareScanShare
Gunawan Trihantoro

Gunawan Trihantoro

Gunawan Trihantoro adalah seorang penulis kelahiran Purwodadi tahun 1974. Ia merupakan alumni Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang mulai aktif menulis sejak masa kuliahnya. Karya-karyanya telah terbit di berbagai media cetak dan online. Gunawan aktif dalam berbagai komunitas kepenulisan, termasuk Satupena, Kreator Era AI, dan Komunitas Puisi Esai Jawa Tengah. Selain itu, ia juga berkontribusi sebagai penulis buku-buku naskah umum keagamaan dan moderasi beragama di Kementerian Agama RI selama periode 2022–2024. Hingga kini, Gunawan telah menghasilkan puluhan buku, baik sebagai penulis tunggal maupun penulis bersama, yang memperkuat reputasinya sebagai salah satu penulis produktif di bidangnya.

Related Postingan

Kontribusi Umat Islam Terhadap Peradaban Dunia
#Ulama Nusantara

Pahlawan Nasional Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman dan Syekh Ahmad Khatib. 

Oleh Nurkhalis Muchtar
2025/03/10
0
58

Oleh Dr. Nurkhalis Muchtar, Lc, M.A Ulama nusantara yang bersinar dan memiliki keberuntungan di kota Mekkah adalah Syeikh Ahmad Khatib...

Baca SelengkapnyaDetails

Takut Malu

Merdeka Adalah Merdeka

Postingan Selanjutnya

🚩SELAMAT PAGI MERAH PUTIH

Kutempuh Jalan Menulis, Kurasakan Jiwa dan Badan Sehat

Memaknai Kekhususan Hari Jum’at

Abu Kruengkalee; Syekhul Masyayikh Ulama Aceh Periode Awal

Gerimis Turun Menjelang Petang

Gerimis Turun Menjelang Petang

Puisi-Puisi Mustiar Ar

Puisi-Puisi Mustiar Ar

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

🔥 Artikel Paling Banyak Dibaca

Kabar Redaksi
Kabar Redaksi
👁️ 1,072 pembaca 📅 2 Feb 2025
Mengelabui Kata Mulia Untuk Senantiasa Istiqamah
Mengelabui Kata Mulia Untuk Senantiasa Istiqamah
👁️ 1,352 pembaca 📅 7 Sep 2025
Menanti Buah Hati di Negeri Orang
Menanti Buah Hati di Negeri Orang
👁️ 1,250 pembaca 📅 11 Sep 2025
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan Indonesia dalam Pelatihan Beauty Queen yang Berbudaya dan Berkepribadian Indonesia
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan Indonesia dalam Pelatihan Beauty Queen yang Berbudaya dan Berkepribadian Indonesia
👁️ 986 pembaca 📅 7 Sep 2025
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00