https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1 https://www.majalahanakcerdas.com/?m=1
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Sunday, October 26, 2025
No Result
View All Result
POTRET Online
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
POTRET Online
No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini
Pariwara
Beranda Artikel

Setelah Ratusan Tewas, Pakistan–Afghanistan Teken Gencatan Senjata

Rosadi Jamani Oleh Rosadi Jamani
4 days ago
in Artikel
Reading Time: 2 mins read
A A
0
8
Bagikan
78
Melihat
🔊

Dengarkan Artikel

Oleh Rosadi Jamani

Alhamdulillah, perang Pakistan-Afghanistan, berakhir. Negara sama-sama Islam ini sepakat mengakhiri perang selama seminggu itu. Ratusan nyawa melayang. Mari simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Kalau perang itu ujian kesabaran, maka Pakistan dan Afghanistan baru saja lulus dengan nilai “nyaris gila.” Dua negara yang cuma dipisahkan oleh garis Durand, sebuah garis buatan kolonial yang lebih sering jadi alasan rebutan ingar-bingar dari penanda batas, mendadak memutuskan untuk saling tembak karena ego nasional terasa lebih berharga dari gandum. Seperti biasa, setiap pihak yakin dirinya paling benar, paling suci, dan paling sedikit berbohong. Bahkan, mengaku paling masuk surga.

Pertempuran itu cuma berlangsung sekitar seminggu. Tapi di kawasan ini, seminggu bisa terasa seperti seabad. Artileri yang saling bergurau lewat ledakan, siaran pers yang berlomba-lomba mau jadi puitik, dan statistik korban yang mengambang seperti daun di sungai propaganda. Taliban bilang mereka mengantar 58 tentara Pakistan ke “tempat yang hangat,” sementara Islamabad bilang angkanya hanya 23 tewas dan mereka sendiri mengklaim telah menghapus ratusan pejuang musuh dari daftar hadir dunia. PBB menulis angka kompromis, puluhan tewas, ratusan luka, sebagai upaya menjadi orang tua bijak dalam pertengkaran dua bocah besar yang tak mau tidur siang.

Di tengah semua klaim itu, warga sipil di kota-kota perbatasan jadi saksi bisu. Pedagang teh yang cuma ingin hidup tenang, anak-anak yang mengejar sekolah, kambing yang tak paham politik, semua kena imbas karena artileri bukanlah ahli membedakan siapa yang bersalah. Rumah rata, doa mengalir, dan politisi pulang ke studio televisi dengan pose heroik sambil menandatangani pernyataan moral tentang “kedaulatan” dari kenyamanan kursi ber-AC.

Lalu muncul kata ajaib, gencatan senjata. Ditandatangani dengan jabat tangan yang setengah tulus di Doha, disaksikan oleh negara-negara yang suka jadi mediator sekaligus penonton, Qatar, Turki, semua bertepuk tangan. Tapi jangan buru-buru pasang pita perdamaian. Ini bukan akhir. Ini jeda komersial di tengah sinetron geopolitik. Akar masalah, garis perbatasan yang tak pernah disepakati, tuduhan dukung-mendukung militan, dan curiga yang menebal, tetap nongkrong di sana.

📚 Artikel Terkait

Negara Defisit, Rakyat Dijepit

Jadilah Legenda

Mengupas Kurikulum SMK 2025: Makin Banyak dan Padat

Peringatan Hari Kemerdekan ke 76 RI di SDIT Muhammadiyah Manggeng Meriah

Seperti setiap drama perang yang baik dan terstruktur, ada aktor yang selalu tersenyum di belakang layar, produsen senjata. Di balik gencatan senjata itu, di lorong-lorong diplomasi yang remang, bermunculan proposal-proposal dingin bercetak rapi, brosur bergambar tank, drone, dan paket pelatihan. Setelah pesta peluru usai, segera datang tawaran, “Kami bisa kirim lebih murah, jamin perbaikan, dan bonus suku cadang.” Negara-negara yang baru saja menghabiskan cadangan anggaran untuk memanaskan mesin perang kini didatangi sales yang tahu betul, jeda bukan akhir, melainkan peluang pasar. Perdamaian sementara seringkali diikuti negosiasi kontrak, yang satu menjual keamanan, yang lain membeli ketenangan dengan kredit.

Ironisnya, manusia dapat menciptakan drone yang mengejar target ribuan kilometer, namun belum mampu menemukan akal sehat agar tidak menarik pelatuk. Dentuman bom jadi argumen instan, dan setiap ledakan terdengar seperti tawa sinis sejarah yang sudah bosan melihat manusia mengulang bab yang sama, bab kebodohan dengan latar suara iklan senjata.

Saat malam merayap, dua tentara mungkin duduk di balik reruntuhan, membagi rokok, bertanya, “Untuk apa semua ini?” Esoknya, kalau order datang, dari atas atau dari sales kantor, mereka akan menembak lagi. Karena dalam perang, kebodohan bukan cacat, ia adalah industri yang jalan terus, berputar oleh ego, amarah, dan nota penjualan.

Foto Ai, hanya ilustrasi

#camanewak

Rosadi Jamani

Ketua Satupena Kalbar

🔥 5 Artikel Terbanyak Dibaca Minggu Ini

Sarana dan Prasarana Sekolah; Fondasi Utama Pendidikan Berkualitas
Sarana dan Prasarana Sekolah; Fondasi Utama Pendidikan Berkualitas
20 Oct 2025 • 70x dibaca (7 hari)
Garis Waktu yang Hilang
Garis Waktu yang Hilang
2 Oct 2025 • 56x dibaca (7 hari)
The Hidden Crisis: Sexual Violence in Pesantren Is Three Times Higher Than in Regular Schools
The Hidden Crisis: Sexual Violence in Pesantren Is Three Times Higher Than in Regular Schools
21 Oct 2025 • 55x dibaca (7 hari)
Kembalikan Marwah Guru Sebagai Orang yang Dihormati Bukan Dicaci
Kembalikan Marwah Guru Sebagai Orang yang Dihormati Bukan Dicaci
16 Oct 2025 • 49x dibaca (7 hari)
Setelah Ratusan Tewas, Pakistan–Afghanistan Teken Gencatan Senjata
Setelah Ratusan Tewas, Pakistan–Afghanistan Teken Gencatan Senjata
22 Oct 2025 • 31x dibaca (7 hari)
📝
Tanggung Jawab Konten
Seluruh isi dan opini dalam artikel ini merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi bertugas menyunting tulisan tanpa mengubah subtansi dan maksud yang ingin disampaikan.
Share3SendShareScanShare
Rosadi Jamani

Rosadi Jamani

Related Postingan

# Ironi

Joget di Gedung Terhormat, Rakyat Menangis di Kolong Jembatan

Oleh Juni Ahyar
2025/08/23
0
61

Oleh Juni Ahyar Ironis rasanya, setiap kegaduhan di negeri ini selalu lahir dari mereka yang seharusnya menjadi teladan: para pemimpin....

Baca SelengkapnyaDetails

Wonderful Indonesia, Beauty of Paradise

Belajar dari Kejujuran Rakyat Kecil

Postingan Selanjutnya
Percakapan Dengan Perempuan Tanpa Nama

Percakapan Dengan Perempuan Tanpa Nama

Komisi III DPR RI Apresiasi Dedikasi Polres Barru di Lapangan

Komisi III DPR RI Apresiasi Dedikasi Polres Barru di Lapangan

Nasihat Istri yang Tak Didengar

Mastnawi Purbaya

Sidang Ijazah Palsu, Jokowi Tak Hadir Lagi

Silahkan Komentar

POTRET Online

Copyright@potret2025

Media Perempuan Aceh

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Program 1000 Sepeda dan Kursi roda
  • Kirim Tulisan

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • POTRET Budaya
  • Haba Mangat
  • Artikel
  • Aceh
  • Kirim Tulisan
  • Literasi
  • Essay
  • Opini

Copyright@potret2025

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00